Gehna POV
Ada banyak hal yang berkecamuk di pikiranku. Setelah bertanya ke sana ke mari, akhirnya aku sampai di sini. Kak Nora, kini terbaring di dalam sebuah ruangan yang sangat dingin.
Inikah yang membuat Mas Gana mendatangi mimpiku setiap malam dengan wajah masam?
"Mbak Gehna?"
Suara bariton seseorang membuatku menoleh. Aku kenal siapa dia.
"Boleh bicara sebentar?"
Wajah pemuda itu terlihat kuyu. Aku mengikutinya, ke arah taman samping ICU. Kami duduk berhadapan dengan sekat meja taman berpayung.
"Sebenarnya apa yang terjadi dengan Kak Nora?" tanyaku.
Ray, pemuda itu mengembus napas sebelum menjawab.
"Dia ingin menyusul kakakmu. Dia menolak perjodohan kami. Tapi kakeknya dan papa saya sudah bertekad bulat. Tidak bisa diganggu gugat. Sebulan ini kami sudah mencoba untuk berusaha membatalkan semua ide itu tetapi dengan kepergian Pak Gana justru membuat kakek Nora semakin mempercepat rencana pernikahan kami dan inilah puncaknya."
Jujur, aku merasakan sakit yang teramat. Aku pikir Kak Nora menerima perjodohan itu dan menjadikan kakakku seperti sampah makanan yang terbuang begitu saja.
"Saya tidak tahu harus bagaimana. Semua mendadak kacau. Terlebih, Bang Nohan pun hilang. Meski saya tahu Mbak Gehna pasti tau keberadaan Bang Nohan."
Aku berkelit. "Kenapa anda bisa menyimpulkan begitu?"
Ray tersenyum tipis. "Mana mungkin calon istri tidak mengetahui di mana calon suaminya berada."
Aku membelalakkan mata. "Jangan bercanda."
"Tidak usah ditutupi. Nora pernah cerita tentang kalian. Dia, meninggalkan surat sebelum melompat kemarin...."
Ray menyodorkan sesuatu. Gehna berpikir sejenak sebelum menerimanya.
Ada sebuah kotak, berisikan sebuah surat bertulis tangan dan kotak cincin.
Dear My beloved Sister Gehna.
Mungkin kalau kamu membaca surat ini, aku sudah menyusul kakakmu di dunia baru. Ge... terima kasih sudah hadir di hidupku. Terima kasih dulu mengenalkanku pada sosok laki-laki luar biasa yang mencintaiku dengan jiwa raganya. Ge... sebelum aku pergi menjemput takdirku, aku ingin kamu menerima ini. Semoga cincin indah ini bisa mengikatmu dan Abangku. Jujur, aku pernah membayangkan kita berempat menikah bersamaan. Sungguh sangat bahagia pasti. Namun, aku ikhlas dengan takdirku ini. Aku kalah, aku terlalu pengecut. Aku tidak bisa hidup dengan bayang-bayang sorot mata kakakmu saat melihatku terakhir kalinya. Ge, aku titip abang ya. I know that he loves you. Kepergian kami mungkin akan menyisakan duka mendalam untuk kalian, tetapi kebersamaan kalian akan menyembuhkan luka itu. Sampaikan salam sayangku untuk keponakan-keponakanku nanti. Sampaikan pula salamku untuk Ibu dan Ayah. Aku yakin mereka bisa menjadi mertua yang sangat sayang dengan menantunya, abangku pasti akan sangat beruntung mempunyai mertua seperti orangtuamu. Love you my sister, titip abang ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green but Redflag (short love story)
RomanceKisah-kisah cinta yang dikemas dalam sajian pendek... Boleh sih minta diperpanjang, by request... Happy reading...