"Syei, tumben kamu ke pesantren."
"Kenapa emang Kak?"
Pemuda itu tersenyum. "Nggak sih. Cuman nggak nyangka aja kok bisa cewek modis kayak kamu mainnya ke sini."
Syeina terkikik. "Bisa aja ih. Eh iya kenapa kok Kak Aufar yang jemput?"
"Kebetulan tadi habis lunch sama papimu terus beliau bilang kalau kamu minta jemput. So, ya udah aku sekalian lewat."
Saat mobil Aufar akan pergi meninggalkan pelataran parkir. Abrar berlari menghentikannya.
"Syeina!"
Teriakan itu sedikit terdengar dari dalam.
"Syei, kayaknya itu orang manggil kamu deh."
Syeina menoleh ke arah yang ditunjuk Aufar.
"Oh, bentar Kak, stop dulu."
Aufar pun mengurungkan niatnya menginjak gas. Ia menurunkan kaca.
"Kenapa Mas?"
"Syei, ini... aku lupa. Buat kamu."
"Hm?"
Abrar menyodorkan sebuah paper bag berpita.
"Buat aku," lanjut Syeina.
"Iya."
Abrar menunduk, ia ingin menyapa pemuda di dalam mobil yang Syeina bilang adalah kakaknya tetapi ternyata bukan dua kakak Syeina di sana.
"Hai, temen Cena ya?"
Syeina menjelaskan. "Iya, ini Mas Abrar tentorku. Dia kakak kelasku dan jadi adik kelasnya abang di kedokteran."
"Ah, hai. Titip Cena ya. Aku Aufar. Calon suami Syeina."
Syeina reflek menundukkan kepalanya. Wajahnya memerah. Abrar melihat hal itu. Seketika hatinya yang sempat terbang ke awang-awang mendadak terbanting.
Remuk redam."Kami balik dulu ya."
Suara klakson mobil Aufar terdengar dan mobil bertipe sedan itu melaju meninggalkan halaman rumah Abrar.
"Syei... dia pacarmu?"
"Hm? Ih enggak, Kak. Dia itu orang suci. Nggak boleh pacar-pacar. Dia itu bukan cowok biasa pokoknya."
Aufar terkekeh. "Memangnya cowok biasa yang gimana?"
"Ya yang suka deket-deketin cewek. Yang suka pacaran. Yang suka aneh-aneh. Kalau dia itu enggak. Dia itu sholih banget."
"Dan kamu suka?" Aufar mengintrogasi.
"Ih, Kak Au ih. Nggak gitu. Dia sama aku nggak cocok. Aku aja nggak bisa ngaji. Dia hafal Quran. Mana imbang."
Aufar tertawa. "Ya udah, berarti kamu cocoknya sama aku."
Syeina hanya bisa diam, ia tertunduk tersipu tanpa bisa berkata apapun.
Ya, dari pada Dio ataupun Birru, Aufar memang yang paling dewasa dan terlihat santai mendekati Syeina.
Gadis itu mengalihkan rasa salah tingkahnya dengan membuka pemberian Abrar.
Ada beberapa jilbab, mukena, juga Al Quran.
Kenapa Mas Abrar ngasih kayak gini? Emang umi abahnya habis pulang umroh?
Syeina menutup kembali paper bag di tangannya. Ia tak tahu jika si pemberi kini tengah patah hati. Perasaan yang sempat hangat mendadak remuk.
Ya... Abrar harus menyerah sebelum memulai peperangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green but Redflag (short love story)
RomanceKisah-kisah cinta yang dikemas dalam sajian pendek... Boleh sih minta diperpanjang, by request... Happy reading...