Panasnya cuaca siang itu tak membuat Jasmine gentar mengais rejeki. Ia mengantarkan dua buket pesanan dua orang petinggi kepolisian untuk hadiah istri-istri mereka.
Setelah selesai mengurus bunga-bunganya, dan mengantongi uang pembayaran, Jasmine mencari sosok polisi muda incarannya.
"Mas ajudan."
Laksa yang tengah serius membaca koran terkejut karena wajah Jasmine mendadak muncul di sebalik koran.
"Astagfirullaladzim."
Hampir ia terjengkang, jatuh dari bangku panjang yang ia duduki.
"Duh duh, segitu mempesonanya aku sampai Mas terkejut? Nih, makan siang. Dan ini jajannya."
Sejak acara pesta ulang tahun Shana itu, Jasmine tak membiarkan Laksa kelaparan sedikitpun. Pagi, pasti ia mengirim sarapan via ojek online. Siang kadang ia antar sendiri dan malam kadang ia antar kadang juga ia kirim online.
"Mbak, jangan kirim makanan terus."
"Kenapa? Nggak sesuai seleramu? Aku udah riset loh. Aku cuma kirim makanan yang kamu suka aja."
Jasmine menatap pria itu lekat.
"Bukan Mbak. Lihat, seragam saya jadi sempit. Ini baru dua bulan Mbak bombardir saya dengan makanan, bagaimana kalau setahun? Badan saya bisa jadi donat."
Jasmine tertawa lepas. "Gemes banget sih, Mas Ajudan. Ya udah bagi-bagi sama Om Sandy."
"Ndan Sandy tidak konsumsi snack seperti ini, Mbak."
"Ya bagi sama Sky, anaknya Om Sandy, adiknya Shana."
"Ah iya juga ya Mbak."
Jasmine mengacungkan jempol. "Nah selesai kan masalahnya? Nanti malem mau makan apa?"
Laksa menggeleng. "Cukup Mbak. Cukup. Saya nanti malam berangkat ke Malang sama Ndan Sandy. Tugas satu minggu di sana."
"Loh, kenapa nggak bilang sih. Bentar ya, kamu makan dulu, abisin, nanti aku balik lagi."
Jasmine pergi tanpa mengantongi respon dari orang yang ia ajak bicara.
"Cie... diapelin ayang lagi?"
"Bu-bukan Bang. Kebetulan saja ketemu." Laksa selalu mengelak.
"Enak nih, bagi ya?"
"Silakan Bang. Buat abang. Saya sudah kenyang."
"Wih, gitu dong. Dari pada kamu buang ke sampah kayak biasanya. Mending kasih ke orang."
Jasmine yang kembali untuk mengambil jaketnya yang tertinggal gak sengaja mendengar obrolan itu.
"Laksamana, kalau kamu itu tidak suka perempuan. Tegaslah. Kamu tolak dia. Biar dia sakit hati di awal, tak apa. Dari pada kamu seolah ijinkan dia masuk tetapi pada akhirnya kamu tak bukakan pintu hatimu, dia akan terlanjur berharap dan akhirnya tersakiti."
Laksa menggumamkan sesuatu.
"Saya... saya tidak enak dengan Non Shana. Karena Mbak Jasmine sahabat Non Shana putri atasan kita, Bang."
"Cepat atau lambat, dia pasti akan paham dengan penolakanmu. Tapi sebelum semuanya menjadi-jadi, lebih baik kamu jelaskan, kalau kamu tidak suka dia."
"Bang Eza, apa boleh begitu? Apa itu tidak terlalu keras?"
"Laksa, aku pernah menyakiti dua wanita sekaligus dan itu adalah hal terburuk yang pernah ada. Masalah hati, orang tak pernah bisa ukur. Aku tidak mau kamu seperti aku, terkungkung dalam rasa bersalah berkepanjangan tanpa bisa menyudahinya. Ketika semua sudah terlambat dan sia-sia, ya sudah, kita harus memikulnya sampai mati."
Laksa terdiam. Ia memikirkan ucapan seniornya.
Jasmine mengurungkan niat kembali mendekat.
Kenapa, ketika aku pikir aku bisa memulai semuanya lagi, aku gagal. Di saat ada yang menerimaku, Tuhan mengambilnya dariku. Sekarang, ketika aku menjajakan diri, tak ada yang mau. Jangankan memungut, melirik pun tidak.
Jasmine melangkah pergi. Ia pulang membawa kecewa.
Sementara itu Laksa menyadari sesuatu. Jaket Jasmine tertinggal. Ia pun meraih jaket itu dan mencoba menyusul, siapa tahu Jasmine masih di area parkiran.
Jasmine yang terlanjur kecewa tak peduli apapun. Ia sampai tak menyadari jika dirinya tengah menjadi target seseorang.
Tubuhnya mendadak ditarik oleh orang asing.
"Cepat naik motormu dan bawa saya keluar dari sini sekarang."
Belati itu tepat berada di sisi kanan perut Jasmine. Di saat genting seperti itu keberaniannya mendadak hilang karena moodnya sudah rusak terlebih dulu.
"Cepat!" Geram orang itu penuh ancaman.
Saking gugupnya, Jasmine yang mencoba memasukkan kunci ke dalam lubang gagal. Ia pun menjatuhkan kunci tersebut.
"Cepat tol*l!"
Pria itu mendorong Jasmine ke sisi kiri dan membuat sang dara terjatuh. Kemudian mengambil kunci, berniat mencuri motor Jasmine.
Saat hal itu terjadi, Laksa melihatnya.
"Berhenti!" teriak Laksa. Sial, ia tak membawa senjata saat itu.
Laksa pun mencegat pria yang sudah mengambil kendali atas motor Jasmine. Pria itu ternyata salah satu orang yang tadi pagi dicokok oleh rekan Laksa dan sedang dalam penyidikan. Ia berusaha kabur.
Laksa tak gentar meski harus bertaruh nyawa menghadang pria itu. Benar saja, bak matador dengan banteng. Pria itu sengaja ingin menabrak Laksa yang mencegatnya.
Dengan cepat Laksa menghindar dan menarik sang pria, tetapi motor itu digas kencang sehingga saat pria itu jatuh motornya menghantam tubuh Laksa.
Beruntung beberapa anggota segera mengamankan sang pria.
"Mas Laksa!" Jasmine menjerit histeris sembari berlari.
Laksa yang tertimpa motor dan jatuh dengan kepala terbentur cor pembatas saluran air, terkapar.
"Mas! Mas Laksa!" Jasmine ketakutan.
Ekspresinya menyiratkan ketakutan mendalam. Ia menjerit minta tolong.
"Mas Laksa! Mas! Mas Laksa!"jeritnya sembari mendekap Laksa.
Kepala Laksa terlalu pusing. Ia tak langsung bisa merespon. Namun, ia melihat betapa dalamnya ketakutan dan kekhawatiran di raut wajah Jasmine.
"Jas... mine."
Laksa hanya bisa mengucap itu sebelum kehilangan kesadaran.
Jasmine semakin panik. Ia meraung menyebut nama Laksa.
Jangan lagi Ya Allah... jangan... jangan ambil Mas Laksa juga dariku. Tolong... tolong... kalau memang aku pembawa sial. Aku rela hidup tanpa cinta. Jika memang benar aku yang membawa keburukan bagi orang-orang yang aku cintai, biar aku yang mundur dari pergulatan asmara ini. Tolong, selamatkan dia. Cukup Bang Jeje saja yang pergi... jangan buat Mas Laksa mengalami hal yang sama, batin Jasmine pilu.
Dalam kondisi setengah sadar, Laksa mendengar tangis pilu Jasmine.
Apa kamu benar-benar ada rasa denganku, Jasmine? Kenapa jemarimu gemetar begitu? Kenapa kamu menangis dan memelukku seerat ini? Apa kamu benar-benar serius dengan ucapanmu selama ini, Jasmine?
Kalimat itu tak terucap. Hanya tersimpan di alam bawah sadar Laksa.
Sejak saat itu, ia menyadari kesungguhan rasa Jasmine padanya.
Jasmine, akan kubuka pintu untukmu. Tapi, tolong jangan terlalu mengumbar rayu. Aku takut tak bisa menahan diriku dan melukai kehormatanmu.
End Flashback
=====================
Selamat malam
Yuuk habis ini End Partnya Niel Shana yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Green but Redflag (short love story)
RomansaKisah-kisah cinta yang dikemas dalam sajian pendek... Boleh sih minta diperpanjang, by request... Happy reading...