Shana POV
"Babe, aku mau itu."
Lagi dan lagi, Evan merengek bak bayi. Mulai dari keinginannya makan sampai ingin pergi ke tempat-tempat tertentu yang awalnya sangat ia benci.
"Van, aku capek. Aku mau istirahat dulu."
"Kamu nggak sayang sama aku?" Evan menatap Shana dengan tatapan tajam.
"Van, udah berapa kali kamu ngerengek minta ini itu? Aku mau istirahat dulu sebentar."
Evan membanting remote TV yang tadi ia pegang. "Aku cuma minta jus dan kamu ngamuk?"
"Van, aku capek. Bentar ya. Aku belum minum obat."
"Aku mau sekarang Baby!" Evan merengek lebih keras.
Aku mau tidak mau menurutinya. Perutku sudah sangat sakit. Kram ini sudah terasa sejak kemarin dan kali ini semakin menjadi.
Pasca operasi dulu, setiap kali datang jadwal bulananku, rasanya akan sangat menyakitkan dan aku harusnya bed rest. Jika tidak, maka tubuhku akan ambruk karena darah yang keluar jauh lebih banyak dari normal.
Aku mencari wortel di dalam kulkas.
"Van, aku nggak punya stok wortel."
"Ya udah beli."
"Besok aja ya?" Aku berusaha menawar.
Evan merogoh dompetnya. "Nih, beli dulu. Aku mau minum sekarang."
Kepalaku sudah tidak bisa diajak kompromi. Papa juga tidak mempekerjakan asisten rumah tangga lagi setelah Mbok Sumi, asisten rumah tangga kami yang dulu meninggal bulan lalu.
"Non, mau ke mana? Nona tidak boleh keluar."
"Evan yang nyuruh aku beli wortel. Kalian bisa anter nggak? Ke hypermart deket sini aja."
Sekuriti itu saling pandang. Aku melempar kunci ke mereka. Salah satu diantara keduanya menangkap kunci itu.
"Buruan, aku udah lemes banget." Aku segera masuk ke dalam mobil Evan.
Perutku benar-benar sakit. Meski tertatih, aku berusaha untuk masuk ke dalam hypermart sendiri.
"Mbak, mbaknya pucat sekali. Mbak mau beli apa? Bisa kami bantu?"
Security hypermart menghampiriku.
"Wortel," lirihku.
"Mbak tunggu di sini ya."
Salah satu pegawai penjaga loker tas mendekatiku. "Ya Allah, Mbak sakit? Mbak artis itu kan ya? Mbak Shana Queen?"
Aku tersenyum.
"Mbak nggak bawa bodyguard? Mbak sendiri?"
"Shanaya?"
How lucky i am. Aku mendengar suara itu.
"Nazril? Nacitta?"
"Shan, kamu kenapa? Ya Allah."
Aku mencoba berdiri dan perutku sangat sakit seperti dicabik-cabik. Rok putihku perlahan memerah. Hal memalukan dan mengerikan itu pun terjadi. Seperti orang keguguran saja, darah itu mengalir ke kakiku.
"Citta, tolong."
Hanya itu yang bisa aku katakan sebelum aku pingsan.
End POV
*****
Kelas masih berlangsung saat Niel ditelepon oleh Nazril.
"Bro, Shana gue bawa ke RS. Dia bleeding di hypermart. Gue sama Citta bawa dia ke RS. Dia belum sadar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Green but Redflag (short love story)
Storie d'amoreKisah-kisah cinta yang dikemas dalam sajian pendek... Boleh sih minta diperpanjang, by request... Happy reading...