Iftar After Takjil War 6

75 16 0
                                    

"Lu makan aja duluan."

Tawaran Qin ditanggapi gelengan oleh Nick.

"Belum buka."

Qin terbahak. "Nick, kalau nggak punya kendaraan, kira-kira orang butuh SIM nggak?"

Nick paham, ke mana arah bicara teman masa kecilnya itu.

"Butuh. Meski belum punya kendaraan sendiri, tidak ada larangan kan kalau seseorang membuat SIM. Kebanyakan sopir truk, tidak punya truk. Mereka menjual jasa pada para juragan truk. Pun dengan aku yang ikut puasa meski aku memang belum convert. Karena ada hal baik, yang aku dapatkan saat berpuasa."

Qin menatap lekat sahabatnya. Wajah Nick tak menunjukkan ekspresi berlebihan. Tetap tenang seperti biasanya.

Qin menyugar rambutnya sebelum kembali bersuara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Qin menyugar rambutnya sebelum kembali bersuara.

"Lu nggak mau jadi ipar gue, Nick?"

Mata sipit Nick mendadak membulat. "Bercandamu nggak lucu, Qin."

"Gue serius. Bawa kabur adek gue, culik dia kek, apa kek. Intinya bawa dia pergi, biar dia nggak jadi korban kayak gue."

"Gila kamu, Qin."

"Nick, Queenzie itu adik gue satu-satunya. Gue nggak mau dia tersiksa kayak gue. Dia anak baik-baik. She deserves better. Dan, di saat genting begini gue sebagai kakak, nggak bisa menyelamatkan dia."

Nick menatap rekannya itu. "Okelah, aku paham. Tapi, tindakanmu barusan. Itu terlalu sembrono. Mengeluarkan statement yang sembarangan.  Gimana kalau aku mengiyakan dan melakukan hal negatif ke adikmu. Apa kamu nggak nyesel?"

Qin mengembus napas berat. "Gue nggak bisa mikir lagi, Nick. Gue harus gimana?"

Nick melirik notifikasi ponselnya. Sedikit senyum ia sunggingkan setelah melihat pop up notifikasi itu. Ia pun membukanya.

"Ah, nggak seru lu. Anak tunggal kayak lu mana paham soal perasaan kakak ke adiknya."

Nick menaikkan satu alisnya, sembari tetap mengetikkan sesuatu di ponselnya.

"Aku punya adik. Perempuan juga, dua orang malah.."

"Tapi kan tiri, yang satu bawaan papa barumu."

"Tiripun, tetap saudara, kan? Dan yang satu lahir dari rahim mamiku."

Qin tak mampu bicara lagi. Tinggal 2 jam lagi, di rumahnya kedatangan tamu, laki-laki yang akan dijodohkan dengan sang adik.

Ia pikir, Nick bisa memberinya solusi, tetapi Nick justru terlihat sibuk dengan ponsel. Benda pipih itu terus mengeluarkan bunyi notifikasi.

"Sibuk banget sih, lu. Pacar lu ya?"

Nick tersenyum. Ia mengulurkan ponselnya. "Baca aja. Aku ke toilet dulu."

Green but Redflag (short love story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang