Aqilla POV
Tubuhku masih sakit semua tetapi aku tak betah jika harus diam.
"Nduk, kamu duduk aja salatnya." Bude menyarankan.
Aku menggeleng lemah. "Kulo saged, Bude. Pelan-pelan."
Ternyata Bude tak datang sendiri. Ada seorang laki-laki membersamainya.
"Qilla, gimana? Masih sakit?"
"Alhamdulillah sudah sehat, Ustadz."
Aku tidak tahu kenapa Ustadz Yusuf muncul di sini.
"Bude, Arzan gimana? Di rumah sama siapa?"
"Sama Pakdemu. Tenang. Aman kok. Anaknya pinter."
"Qilla, kamu itu fokus sembuh dulu. Biar Arzan belajar mandiri. Sampai kapan kamu mau manjain dia? Dia sudah banyak yang mengurus. Kamu nggak perlu repot mikirin dia lagi. Sudah waktunya kamu memikirkan masa depanmu sendiri."
"Mas Yusuf bener, Nduk. Wis, kamu ndak usah khawatir. Arzan itu banyak yang sayang. Sekarang, PR mu tinggal menentukan kapan kamu siap dinikah Mas Yusuf."
Aku diam. Bagiku, Arzan segalanya. Aku yakin, Allah pasti akan mengirimkan orang yang bisa menerimaku dan Arzan. Bukan hanya menerimaku saja. Arzan memang tak lahir dari rahimku tetapi dia lahir dari rahim saudariku. Saudari yang sejak dalam kandungan Umi sudah bersama denganku, meski kami tak diambil secara bersama-sama.
Dia pergi lebih dulu, di sujud terakhirnya yang indah, di tanah Madinah bersama cinta pertama dan terakhirnya.
"Bude, kapan kulo boleh pulang?"
"Yo sik to. Wong belum sembuh."
Di saat yang sama, ponselku bergetar. Sebuah pesan dari nomor yang selama ini kutunggu-tunggu.
Akhirnya, aku diberi kesempatan untuk bisa presentasi. Setelah sekian lama, pengajuanku tembus juga.
Sedari dulu, aku ingin sekali mengembangkan kemampuanku di bidang bisnis.
"Bude, kulo pengen wangsul. Mau pulang."
"Lha opo kamu sudah sehat?"
"Sampun."
"Aqilla. Kamu jangan ngeyel."
Terpaksa aku mengalihkan tatap pada Ustadz Yusuf. "Ustadz, kulo pengen pulang."
Sedikit kulembutkan suaraku dengan tatapan memelas padanya. Pemuda itu tersenyum.
"Bener kamu udah sehat," tanyanya.
"Sampun."
"Qilla, jangan ngeyel."
"Ustaaaadz."
Aku menurunkan harga diriku demi bisa keluar dari tempat ini. Pemuda itu kembali tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green but Redflag (short love story)
RomantizmKisah-kisah cinta yang dikemas dalam sajian pendek... Boleh sih minta diperpanjang, by request... Happy reading...