Tulus 3

161 17 3
                                    

"Mas Gana?"

Semua orang berekspresi sama. Gehna bahkan sampai terduduk lemas saking kagetnya. Nohan dengan sigap membopong sang istri.

"Sayang, istigfar."

"Mas... itu... kenapa Mas Gana...." Gehna tak bisa berkata-kata.

Ibu Gehna dan ayahnya sudah memeluk pemuda itu dan tangis membanjiri wajah mereka. Gana, keponakan mereka, kembali.

"Ray dan kakek ternyata selama satu tahun ini menyelidiki kasus itu diam-diam. Dan mereka menemukan fakta jika Gana masih hidup. Dia ditolong oleh salah satu pengasong yang tinggal di pondok reyot di belakang gudang TKP penculikan dulu. Katanya dia sempat mengalami luka bakar juga dan tak sadarkan diri karena terlalu banyak menghirup asap pekat saat kebakaran. Dia lupa ingatan mungkin sampai akhirnya Ray membawanya pulang."

"Bang Ray? Terus Bang Ray? Maksudku... Kak Nora...."

Nohan paham maksud istrinya. "Takdir tidak akan salah memilih jalur terbaik. Gana memang sudah ditakdirkan untuk Nora."

Gehna terdiam. Ia tak melepaskan pelukan suaminya. Pasca dimarahi Nora, ia sadar kehamilan keduanya ini bukan salah Nohan. Ini adalah anugrah untuknya.

"Dek."

Gana memanggil Gehna. Nohan memberi kode pada istrinya untuk mendekat pada Gana.

Rasanya asing. Ketika Gehna mulai terbiasa hidup tanpa Gana, dan sudah menemukan pujaan hatinya, seolah ia tak lagi membutuhkan yang lain.

"Mas sehat?" tanya Gehna sembari mencium tangan kakaknya.

Gana tersenyum. "Alhamudulillah. Kamu gimana? Mana keponakanku?"

Nora muncul dari kamar dengan menggendong Noah.

"Itu dia. Yang satu lagi masih diperut."

Gana mengelus puncak kepala adiknya. "Adikku sudah besar ternyata."

"Mas sih, ngilang. Pas Mas tinggal aku masih gadis imut. Sekarang udah jadi ibu-ibu anak mau dua." Gehna menjawab sekenanya.

Nohan segera menelusupkan tangannya ke pinggang sang istri. Dia takut Gehnanya akan kembali menjadi Gehna yang manja pada kakaknya.

"Makan dulu Bro. Kayaknya udah pada laper semua."

Sebelumnya Nohan memang sudah diberitahu perihal pulangnya Gana sehingga ia terlihat biasa saja menyambut kedatangan Gana.

"Ray-eh Mas Gana, makan dulu ya?" Nora salah sebut.

"Ray?" Gana terlihat tak suka Nora menyebut nama pria lain.

"Mmm biasanya kunyuk itu di sini. Minta makan. Maaf, aku salah sebut," aku Nora.

"Sudah, sudah, ayo makan. Ibu ambilkan ya, Mas." Ibu Gehna menuntun putra dari kembarannya itu ke ruang makan.

Nohan merangkul Nora dan istrinya.

"Dek, kamu harus hati-hati. Gana pasti cemburu kamu salah sebut."

Nora menggigit bibir bawahnya. Ia tak bermaksud sengaja menyebut nama Ray.

"Mas Gana nggak akan ngambek karena hal kecil, Mas. Apalagi kalau sama Kak Nora. Kayak kalau kamu ke aku."

Ucapan Gehna seharusnya benar, tetapi yang Nora hadapi adalah sebaliknya. Gana masih saja diam kepadanya meski bersikap manis pada yang lain.

"Gana...."

Nora akhirnya memanggil Gana setelah jamuan makan berakhir. Pria itu menoleh.

"Aku pamit pulang," cicit Nora.

"Sudah dijemput Ray?"

Respon itu justru didapat Nora dari Gana.

"Kamu kenapa sih? Gara-gara aku salah sebut terus kamu diemin aku seharian?" Nora sudah tidak tahan lagi.

Gana menoleh ke kanan kiri seolah memastikan tidak ada yang mendengar keributan kecil itu. Ia pun menggandeng Nora keluar.

"Kita bicara di luar."

Nora mengambil tasnya sembari berjalan karena Gana menuntunnya keluar rumah. Tanpa mereka sadari Gehna mengamati gerak-gerik mereka dari celah pintu kamar.

Mas kok gitu sama Kak Nora? batin Gehna.

******

Sejoli itu duduk di bangku taman, menatap malam yang semakin pekat. Ada tiga bintang di atas sana. Nora menghitungnya dalam hati.

"Maaf, aku cemburu."

Kalimat itu akhirnya terucap. Nora menatap Gana. Sebelumnya, ia tak pernah mengatakan hal seperti itu. Selama ini, Gana selalu memaklumi tingkah lakunya. Tak pernah ada kata cemburu meski beberapa kali Nora sengaja memancing kekasihnya itu.

"Aku yang salah. Maaf. Lain kali aku akan lebih berhati-hati."

Dari sudut matanya, Nora melihat jemari Gana seolah maju mundur ragu untuk menyentuh jemarinya.

400 hari lamanya mereka tak bertemu. 400 hari pula Nora berusaha melupakan Gana. 400 hari pula Nora terus meyakinkan diri untuk bisa hidup tanpa bayangan Gana lagi.

Jika dalam 1 hari ada 1 keinginan melupakan Gana. Maka sudah 400 kali Nora mengulang keinginannya.

Nora memainkan kakinya. Dulu jika sedang seperti ini Gana akan menyandarkan kepala di bahu Nora.

Lagi dan lagi, Nora berkutat dengan kata dulu dan dulu.

"Selama ini kamu tinggal di mana?"

"Di... di perbatasan."

"Perbatasan? Maksudnya?"

"Aku nggak hapal alamatnya."

"Ish, payah. Ngapalin alamat aja nggak bisa."

Gana bukannya mengemukakan alasan, ia malah memasang wajah bodoh dan menggaruk tengkuknya. Nora kembali diam dan mengamati.

"Luka bakarmu seberapa parah dulu?"

"Hanya di kaki," ucap Gana. "Tapi, katanya aku menghirup terlalu banyak asap dan aku pingsan. Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah itu. Waktu bangun, aku ada di rumah sakit dan katanya itu sudah beberapa bulan."

Nora bukanlah orang awam tentang medis. Gelar dokter tersemat di depan namanya meski ia belum melanjutkan studi spesialis. Ia juga bekerja di salah satu rumah sakit benefit sebelum kejadian itu. Meski pada akhirnya Nora memilih resign  fokus pada pemulihan kesehatannya.

"Ini luka pukul?" tanya Nora.

"Bukan, ini luka karena kecelakaan."

Nora mengangguk-angguk. "Kalau kamu di sini. Berarti dulu yang dikubur bukan kamu?"

Pertanyaan itu terdengar bodoh tetapi hal yang sama pasti akan ditanyakan oleh seseorang ketika melihat orang yang sudah dimakamkan tiba-tiba kembali.

"Waktu itu jenasahnya pasti sudah hancur, wajar kalau orang-orang mengira itu aku."

Logika Nora bergejolak. Saat itu ia ingat betul hanya ada Gana yang tertinggal di dalam. Bahkan pelaku pun semuanya sudah keluar, meski banyak yang memprediksi jika masih ada anggota komplotan lain yang terkepung di dalam mengingat gudang itu adalah markas mereka. Tempat penyelundupan minyak dan gas yang harusnya disubsidi untuk rakyat.

"Aku belum bisa mengingat semuanya dengan sempurna tapi setidaknya tolong bantu aku untuk mengingat kembali."

Permintaan Gana membuat Nora mengangguk kecil.

"Kita mulai dari awal?" tanya Gana.

Nora hanya mengulas senyum sebelum memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya yang selisih 5 rumah dari rumah orangtua Gana.

**********

Hai Semuaa
Insyaaallah yang ini very short sih...

Hanya 3 - 4 part aja

🥰







Green but Redflag (short love story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang