Aku harus bagaimana? Dia mengatakannya seolah itu nyata. Namun, nuraniku tak membenarkannya. Serentetan alasan dia utarakan semua demi aku, demi cintanya padaku, tapi kenapa rasanya palsu? Dia bahkan menghianatiku dan dengan mudahnya juga menghianati wanita barunya. Setega itu dia. Haruskah aku menerimanya kembali?
"Shan."
Shana terhenyak.
"Iel."
Niel mendekat. "Shan, boleh aku tanya sesuatu."
"Apa?"
"Kita bukan teman, kan?"
"Hm? Maksudnya? Kamu marah sama aku, El? Kamu benci sama aku? Aku salah apa? Aku salah apa? Aku minta maaf."
Mata Shana berkaca-kaca.
"Banyak salahmu. Kamu skip minum jus, makan sayur, dan curi-curi order junkfood selama balik ke rumah papamu, ya kan?"
Shana mengangguk dan air matanya tumpah. "Iya, aku salah. Aku nakal. Tapi jangan bilang aku bukan temanmu."
"Aku nggak mau kita temenan."
"Iel!" Shana menangis bak anak kecil.
Laksa yang mengintil Niel menahan kekehannya.
"Iel maafin aku. Aku janji nggak makan sembarangan lagi. Aku janji hidup sehat. Aku janji Iel."
Niel duduk di samping ranjang Shana.
"Oke lah, oke. Kalau kamu mau jadi temanku, aku mau komitmenmu. Aku mau kamu totalitas."
"Iya, iya, aku bakal jadi temen yang baik. Yang terbaik buat kamu."
"Yakin?"
Shana mengangguk sembari mengusap air matanya.
"Aku mau kamu jadi teman hidupku."
"Iya, aku temenmu dan aku hidup." Shana setuju.
"Teman hidup, Shanayang. Bukan temen yang hidup." Niel mencubit pipi Shana.
"Teman hidup?" Shana mengerjapkan mata.
"Ya. Teman hidupku sedunia sesurga. Apa kamu mau?"
Shana kini paham. Ia menatap Niel lekat. Hal pertama yang ia lakukan adalah menyentuh Niel dengan telunjuknya.
Ia menyodokkan jari telunjuknya ke pipi Niel kemudian ke hidung Niel.
"El, apa kamu habis ngisep nikotin?"
Niel menjewer telinga Shana. "Bicaranya yang baik. Kenapa bilang begitu. Itu fitnah loh."
"Terus kenapa tiba-tiba nawarin jadi teman hidup?"
Niel tersenyum. "Aku mau kita terbebas dari friendzone ini dan menikmati hidup dalam cara yang halal agar kebahagiaan ini tidak semu lagi."
"El, tapi aku...."
Shana menggantung kalimatnya.
"Kamu masih berharap pada laki-laki itu? Okelah, aku memang nggak ganteng. Aku memang cupu, kutu buku, nggak bisa dibanggakan, tapi aku setia. Jangankan mendua, mencoba mengejar cinta Syeina saja aku gagal sebelum berperang. Kamu tahu sendiri kan?"
Shana awalnya serius dan kini ia tertawa karena mengingat betapa konyolnya Niel dulu.
"El... kamu itu payah."
"Dan cowok payah belongs to cewek luar biasa kayak kamu. Jadi, kita cocok. Cowok cupu harus nikah sama cewek suhu."
Laksa terkekeh. "Duh, sa ae Bang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Green but Redflag (short love story)
RomanceKisah-kisah cinta yang dikemas dalam sajian pendek... Boleh sih minta diperpanjang, by request... Happy reading...