Bazla POVNamanya Nika. Jujur dia bukan tipeku. Dia sahabat dari dua istri sahabatku. Ya, aku anggota Blitz, geng ternama dari SMA terbaik di kotaku. Semua ini berawal dari satu bos gengku Nazril yang menikah dengan anggota trio olipimpiade, adik kelas kami yang terkenal pintar.
“Kak.”
Panggilan itu membuatku menoleh. Sejujurnya aku sudah melihatnya dari tadi. Namun, aku sok fokus dengan buku di tanganku. Kutolehkan kepala dan kini sosoknya berdiri di depanku.
“Sejak kapan aku jadi kakakmu?”
“Abang?”
“Aku nggak jualan bakso.”
Nika mengembus napas berat. Aku tahu dia sedikit kesal. Namun, tak ia tunjukkan.
“Yang Mulia Arsy Bazla Zahid.”
Ia berhasil membuatku melengkungkan kurva di wajah. “Good girl, ada apa?”
Aku mengodenya untuk duduk di kursi yang tersedia di seberang mejaku. Tetap anggun ia terlihat memposisikan diri. Sejak dulu, gayanya memang seperti itu. Sederhana tetapi cukup menarik jika diamati. Hei, tapi jangan kira aku jatuh hati. Tidak. Yang Mulia Bazla tak akan semudah itu takluk pada wanita.
“Aku… mm… saya mau minta bantuan Yang Mulia untuk menyampaikan sesuatu ke Kak Abrar.”
Aku menaikkan satu alisku dan menatapnya tajam. “Kamu mau jadi pelakor.”
“Astagfirullahal adzim. Saya memang belum menikah tapi bukan berarti saya serendah itu. Justru saya ingin meminta bantuan Yang Mulia karena saya menghindari bertukar pesan dengan Kak Abrar. Awalnya saya ingin menitipkan pesan ini lewat Bang Nazriel dan Nacitta tapi sepertinya mereka sedang repot dengan kelahiran si anaknya, jadi… saya mau minta bantuan ke Yang Mulia untuk ini.”
Aku mengambil amplop coklat yang ia bawa. Aku membukanya tanpa ijin. Namun, sepertinya Nika tak keberatan jika aku melakukannya. Ada foto seorang laki-laki di sana yang tengah melihat ke arah Sheyna, istri sahabatku.
“Kamu nguntit orang?”
“Orang ini, dia fans beratnya Sheyna sejak dulu. Dia sudah melamar Sheyna beberapa kali dan sepertinya dia tidak suka dengan kabar pernikahan Sheyna dan Kak Abrar. Dia itu orangnya manipulatif banget. Sheyna terlalu baik hati dulu jadi ya gitu, dia anggap orang ini nggak berbahaya, cuman aku beberapa kali memergoki dia suka ngikutin kami, utamanya Sheyna pas pergi atau pas lagi di kontrakan dulu. Aku udah nyelidikin dia. Dia sampai kos di deket kontrakan kami dulu saking terobsesi sama Sheyna. Aku takut nanti dia bikin ricuh rumah tangga Sheyna sama Kak Abrar.”
Aku menutup kembali amplop itu.
“Kamu ternyata suka juga ngurusin urusan orang ya? Dulu Nacitta sama Bang Nazril, sekarang Shyena sama Abrar.”
Bibir Nika yang dipoles dengan lipstick warna peach itu bergerak. “Mereka saudariku, mana mungkin aku diam saja kalau mereka sedang ada masalah.”
“Aku?” Aku mengulang kata-katanya, sengaja agar dia kembali dalam tracknya.
“Ma-maaf, saya. Maaf, Yang Mulia.”
Ini adalah aturan yang kubuat dan ternyata Nika masih mengingatnya. Aku hanya mau dipanggil Yang Mulia oleh cewek di bawah standar.
“Why me? Kenapa bukan yang lain?”
Nika mengambil amplop itu kembali. “Ya sudah kalau Yang Mulia keberatan, saya minta bantuan Kak Baim saja.”
“Baim sudah punya calon istri juga. Kamu mau jadi pelakor?”
Nika menatapku. “Apa saya begitu cantik Yang Mulia? Sampai setiap kali bertanya, anda selalu menanyakan apakah saya mau jadi pelakor? Se-fabulous itukah saya”
KAMU SEDANG MEMBACA
Green but Redflag (short love story)
RomansaKisah-kisah cinta yang dikemas dalam sajian pendek... Boleh sih minta diperpanjang, by request... Happy reading...