Your Sister 12

167 26 3
                                    


Gehna berjalan menerobos hujan dengan payungnya. Air dari parit-parit mulai naik. Sesekali Gehna harus berhenti agar tidak menginjak tempat yang salah.

Saat hampir sampai di gang masuk rumahnya, ia mendapati seorang pria tengah membenahi ban dibantu oleh satu tetangga Gehna, pemilik toko kelontong.

"Pakde, kenapa?"

"Eh, Nduk. Ini bannya bocor, mau ganti ban."

Gehna mengangguk-angguk. Tanpa sengaja ia melihat sosok berambut putih duduk di teras toko. Ia mengenali orang itu. Di saat yang sama, mata pria terarah ke Gehna.

"Nena?"

Gehna mau tidak mau mendekat.

"Pak Hardi... monggo pinarak di rumah saya."

Gehna berharap pria itu akan menolak tetapi gerak cepat sang pria  saat berdiri dan mendekat padanya menjelaskan yang terjadi berbeda dengan keinginan Gehna.

"Kamu dari mana?"

"Saya dari rumah sakit."

"Siapa yang sakit?"

Gehna mendongak. "Kak Nora."

"Siapa nama ayahmu?"

"Ayah? Guntur Wiratama."

"Jadi benar kalau yang membayar biaya pengobatan Nora ayahmu?"

Gehna menggeleng. "Bukan ayah, Pak. Tapi Mas Gana."

"Gegana?"

Anggukan Gehna membuat Hardi mengernyitkan kening.

"Mas Gana sudah lama menyampaikan keinginan-keinginannya. Jika sewaktu-waktu dia pergi, maka asetnya, semuanya akan diberikan pada ayah dan ibu. Tapi, ayah dan ibu jelas tidak bisa menerima semuanya begitu saja. Itulah kenapa kemarin ayah dan ibu ke rumah sakit untuk membantu gadis yang paling dicintai oleh Mas Gana."

Pikiran Hardi melayang jauh. Ia teringat bagaimana pengorbanan Gana untuk dirinya dan cucu kesayangannya. Terlebih, Hardi tahu pelakunya adalah lawan bisnisnya. Harusnya dia yang terbunuh.

Andai hari itu, dia tidak mendatangi Nohan dan menghajarnya, pasti Nora tak akan terlibat dan Gana pun tak akan datang menyelamatkan mereka. Tak perlu, anak yatim piatu itu kehilangan nyawa.

Tanpa ia sadari, mereka sudah sampai di rumah Gehna.

"Mari, Pak. Silakan masuk. Maaf, rumah kami kecil."

Gehna membukakan pintu untuk tamunya. Sang ibu, yang baru pulang dari pengajian, keluar dari kamar untuk menyambut sang putri.

"Mbak, gimana kondisi Nora? Sudah ada perkembangan? Nanti malem, ibu mau ke sana. Kasian kalau Pak Nathan sama Mas Ray berjaga terus. Biar bapak sama ibu yang gantiin. Kamu jaga rumah ya, temenin adik-adik ngerjain PR."

Ibu Gehna masih belum menyadari jika ada tamu datang.

"Selamat siang, Bu."

Suara serak Hardi terdengar. Ibu Gehna melongokkan kepala.

"Selamat siang, Bapak. Loh, Mbak, kok nggak bilang kalau ada tamu. Pak, monggo, duduk dulu."

Ibu Gehna segera berlari ke dapur untuk menyuguhi tamunya.

"Pak, maaf, silakan duduk dulu."

Hardi melihat ke sekeliling ruangan. Banyak foto-foto di sana menjelaskan jika keluarga ini adalah keluarga cemara.

Ada hal yang cukup menyita perhatian Hardi. Sebuah album foto di depannya. Ia membunuh waktu dengan membuka album tersebut.

Mata Hardi menemukan foto dari orang yang tak ia sangka.

Green but Redflag (short love story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang