“Abah, Umma ke mana tadi sama kakak?”
Pria berkumis itu menutup kitabnya sebelum menjawab pertanyaan sang putri. “Cari wedhang jahe atau ronde di simpang lima.”
Queen mengangguk-angguk sembari menyiapkan piring dan sendok di meja.
“Ibu, Qiala mau itu.”
“Ini? Qiara mau sahur pakai kentang kayak kakek?”
Bocah tiga tahun itu mengangguk. “Iya, Bu, mau kayak kakek.”
Jawaban dari suara parau balita itu mengundang rasa gemas sang kakek. Qiara adalah keponakan Queen, anak dari kakaknya, Qin.
“Kek, Qia boleh tinggal di sini telus?”
“Boleh dong sayang, rumah kakek kan rumah QIa juga.” Pria paruh baya itu memangku sang cucu dan sesekali mencium pipinya.
“Kalau mama, apa mama boleh di sini?”
Queen dan ayahnya saling berpandangan.
“Mama udah punya adik, mama bilang Qiala ikut abi aja, kalena mama sibuk sama adik bayi.”
Ya, itulah kenyataan pahit yang harus dialami bocah sekecil Qiara. Orang tuanya berpisah saat ia berumur tiga bulan. Ibunya yang kala itu mengaku baby blues dan tertekan karena pernikahan yang sama sekali tak ia inginkan, menggugat cerai sang ayah, meski mati-matian Qin berusaha mempertahankan rumah tangga mereka.
Kini, mama Qiara sudah menikah lagi dan melahirkan buah cintanya bersama sang mantan kekasih. Qin pun membawa Qiara ke rumah orang tuanya sejak mantan istrinya menyatakan tak lagi sanggup mengurus Qiara karena memiliki bayi lagi.
“Qia, kan ada ibu di sini. Qia disuapin ibu ya? Mau?”
Qiara mengangguk. Ia duduk dipangkuan sang kakek sambil disuapi tantenya. Sesekali Queen berceloteh memancing keponakannya agar tak larut dalam kesedihan tiap kali ingat sang ibu.
“Assalamualaikum.”
Suara sang nenek membuat Qiara tersenyum ceria. Ia begitu dekat dengan neneknya. Semenjak dibawa ke rumah sang nenek, hampir-hampir Qiara tak mau lepas dari neneknya kecuali saat sekolah.
“Wa alaikumussalam, Nenek!”
“Sayang, ini buat cucuku tersayang. Ada apa.”
“Waaaah masmelo!” Qiara yang begitu suka dengan marshmellow langsung melompat dari pangkuan kakeknya dan berlari menyambut sang nenek.
“Abi yang beliin itu,” ucap Qin.
“Jazakallah, Abi,” ucap Qiara sembari mencium tangan sang ayah.
Qin begitu bahagia, melihat tumbuh kembang putri yang sempat terpisah darinya selama satu setengah tahun itu.
“Buat aku mana, Umma,” rengek Queen.
Qin justru yang bereaksi. “Dek, sini sebentar.”
Queen terlihat bingung tetapi ia menurut saja dengan kakaknya. Sang kakak mengajaknya mengobrol di ruang kerja sang kakak, dekat tangga. Setelah memastikan pintu tertutup rapat, Qin mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya.
“Ini.”
Queen mengenali benda milik siapa itu. “Kakak dapet dari mana?”
“Jelasin soal ini?”
Qin membuka dompet itu dan di sana terlihat sebuah foto di mana ada dirinya dan Nick. Queen sendiri tak menyangka jika foto itu masih tersimpan rapat di sana. Padahal, asal mula kejadian foto itu berada di dompet Nick hanyalah untuk prank Miss Hana saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green but Redflag (short love story)
RomanceKisah-kisah cinta yang dikemas dalam sajian pendek... Boleh sih minta diperpanjang, by request... Happy reading...