Foto dengan ukuran 80cm × 100cm terpajang di salah satu dinding rumah berlantai dua milik keluarga Nathan Hanggana.
"Ya Allah, Mommy. Itu kenapa fotonya gede banget."
Gehna tak pede melihat gambarnya menghiasi dinding rumah sang mertua. Nina, sang ibu mertua malah terkikik.
"Mommy pengen semua tamu yang datang di rumah ini tahu secantik apa mantu Mommy."
"Ih, tapi kan malu. Liat deh kayak pangeran sama si buruk rupa gitu."
Gehna masih saja tak percaya diri berdampingan dengan suaminya, Nohan. Ia merasa Nohan terlalu goodlooking untuk dirinya yang hanya biasa saja.
"Memang siapa yang bilang kakak iparku buruk rupa?"
Nora, kini menyahut. Ia menjalankan kursi rodanya, mendekat pada gadis yang harusnya menjadi adik iparnya malah kini harus ia panggil kakak ipar.
Nina dan Gehna menyambut putrinya.
"Gimana terapinya hm?"
Nora mencium pipi ibu dan kakak iparnya bergantian."Better lah Mom. Nggak sesakit yang dulu-dulu."
Sudah hampir dua bulan sejak ia kembali sadar, Nora memulai terapi karena kakinya yang patah tak langsung kembali bisa digunakan pasca tindakan bodoh yang ia lakukan hampir tiga bulan lalu.
"Semangat sembuh Sis," ucap Gehna menyemangati.
Dari arah pintu tampak Nohan dan Nathan masuk. Dua pria itu memang sengaja mengosongkan jadwal mereka di hari ini untuk khusus menemani Nora terapi. Biasanya, Nina dan Gehna yang menemani Nora.
"Ikutan dong," ucap Nohan saat melihat adik dan istrinya berpelukan. Pria itu meringsek begitu saja.
"Mas! Ih, kamu tuh nggak diajak," protes Gehna.
Nohan memasang wajah sedih. "Tapi kan mau ikut."
"Nggak usah melas gitu. Nyebelin tahu."
"Galaknya," desah Nohan.
Tiga orang yang lain tertawa melihat pasangan pengantin baru yang ada saja tingkahnya setiap hari.
Nora melihat dua pasangan di kanan kirinya dengan senyum meski dalam hati ada sesuatu yang membuatnya merasa tak nyaman.
Nohan masih menggoda Gehna dan Nina menyuapkan anggur pada Nathan sampai mereka tak sadar perubahan wajah gadis di atas kursi roda itu.
"Mmm... aku ke kamar dulu ya, mau istirahat."
Gehna yang paling cepat bereaksi. Ia mengantarkan Nora.
"Ge, aku bisa sendiri. Sana, bikin keponakan sama Abangku."
"Astagfirullah, kok gitu sih. Nggak boleh tahu. Ih."
Nora terkikik. "Aku pengen punya banyak ponakan. Pasti cantik-cantik dan ganteng-ganteng."
Gehna masih saja malu jika disinggung soal itu.
"Mau pindah ke kasur?"
"Enggak, aku mau di sini dulu. Amu ngerapiin mejaku dulu. Mau baca buku juga."
"Oh, oke. Kalau ada apa-apa nanti panggil aja ya atau telpon. Oke?"
Nora mengangguk. "Iya. Habis ini paling aku juga tidur kok. Santai. Sana kamu juga istirahat. Abang tadi ngeluh pegel-pegel. Mungkin bisa kamu pijitin."
"Pegel? Oh, oke kalau gitu. Aku ke keluar dulu ya."
Nora mengangguk dan tersenyum. Setelah sang ipar menutup pintu, ia mengunci rapat pintu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green but Redflag (short love story)
RomansaKisah-kisah cinta yang dikemas dalam sajian pendek... Boleh sih minta diperpanjang, by request... Happy reading...