"Selamat siang, Ibu Aluna Kidung Semesta?"
"Siang Dok."
Abrar tersenyum pada pasiennya, ia menanyakan keluhan-keluhan pada sang pasien.
"Jadi sama sekali tidak mual ya Bu?"
"Alhamdulillah, anak saya pengertian, Dok. Yang ngidam papanya."
Saat USG dimulai, sosok laki-laki yang dipanggilkan oleh suster muncul.
"Sayang, ayah telpon tadi."
"Iya, Mas, nggak apa-apa."
Abrar yang fokus ke alatnya tak begitu menggubris, ia hanya mempersilakan suami pasiennya duduk dan menjelaskan kondisi janin berusia 34 minggu itu.
"Alhamdulillah semua sempurna."
"Laki-laki kan Dok?" Aluna bertanya.
Abrar terkekeh. "Hmm... sepertinya begitu. Tapi apapun itu yang penting sehat dan sempurna kan?"
"Sayang, udahlah. Laki-laki perempuan sama aja. Yang penting kamu sama dedek sehat."
Abrar setuju dengan ucapan suami pasiennya. Ia menatap pria itu dan mengucapkan beberapa kata dukungan. Namun, jujur ia sedikit terkejut ketika melihat siapa yang ada di hadapannya.
"Loh, dokter dulu anak Smansa bukan?"
"Iya. Bapak Stevan kan?"
Pria itu tersenyum dan menjabat tangan kakak kelasnya dulu.
"Betul. Wah, Sayang, beliau kakak kelasku loh."
"Oh ya? Wah, dunia sempit ya."
Pria itu membantu Aluna turun dari ranjang dan menuntunnya.
"Loh, Pak Stevan sudah menikah ternyata."
Aluna tersenyum. "Jangan bilang-bilang tapi ya Dok. Suami saya kan masih ada kontrak sama agensi juga, takutnya nanti memancing reaksi fans makanya kami menikah diam-diam."
"Iya Dok, betul kata istri saya. Alhamdulillah sih dapet istri yang pengertian."
Abrar berusaha menepis hal yang ada di otaknya. Ia berusaha untuk tutup mulut.
Apa Evan mendua?
****
Niel, lajang seperempat abad itu terlihat gusar. Laksa menemuinya lagi dengan temuan-temuan gila.
"Pak, ini bukan hoaks. Saya jamin."
Foto-foto itu nyata. Evan menggandeng seorang wanita berbadan dua dan juga ibunya tengah tersenyum lebar.
"Saya kirim bukti ini ke tempat Ndan Sandy juga."
"Apa? Kenapa?"
"Biar Ndan Sandy juga tahu kebusukan laki-laki itu."
Niel menyugar rambutnya. Ia tak tahu harus berbuat apa lagi. Menentang Sandy jelas hanya akan membuat namanya semakin rusak. Namun, membiarkan Shana dilukai juga tak membuatnya tenang.
"Aku harus apa?"
Laksa menatap laki-laki yang tengah frustasi itu.
"Ada baiknya kita temui dia."
Niel akhirnya mengangguk.
*****
Evan terkejut saat sosok tegap berseragam cokelat itu mendatanginya di kantor.
"Papa? Kenapa nggak ngabarin dulu?"
"Apa maksud semua ini?"
Evan mencoba tetap tenang. Di saat yang bersamaan Niel dan Laksa pun sampai di sana tanpa ada janji.
![](https://img.wattpad.com/cover/345241033-288-k844810.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Green but Redflag (short love story)
Roman d'amourKisah-kisah cinta yang dikemas dalam sajian pendek... Boleh sih minta diperpanjang, by request... Happy reading...