Your Sister 4

165 21 0
                                    

Sedari tadi, Nohan tak bisa berkonsentrasi. Ucapan sang adik seolah menggaung di otaknya. Selama ini ternyata sang adik tertekan oleh kehadirannya. Nohan pikir ia sudah sangat mengenal adiknya luar dalam, tetapi ia salah. Ia tak ada apa-apanya dibanding Gana, baik dalam hal pengetahuannya tentang sosok Nora maupun pengetahuannya tentang tata cara memperhatikan adik dengan baik.

“Ih beneran hujan itu. Biar motornya tinggal di sini aja kalau kamu nggak mau nginep.”

Nohan menoleh ke arah pintu.

“Kak, aku bawa jas hujan kok.”

Pemuda itu segera mengambil mantelnya dan keluar dari ruang kerjanya.

“Mas anter ya, Na.”

Nora dan Gehna menoleh bersamaan. Ada sedikit senyum tersirat di bibir Nora.

“Mas Han… aku bawa jas hujan kok.”

“Hujan angin, Gehna. Nanti tetep aja basah kuyup. Dan ini udah malem.” Nora menguatkan alasannya tak membiarkan gadis itu pulang sendiri.

“Kalau gitu kamu nginep aja.” Nohan memberi pilihan lain. Gehna menggeleng cepat.

“Aku nggak bawa baju ganti, Mas. Beneran deh, aku udah biasa kok motoran hujan-hujan.”

Nohan menyilangkan tangan di dada. “Aku antar atau kamu menginap di sini.”

Tatapan mata berwarna cokelat terang itu begitu tajam Nyali Gehna menciut.

“A-aku mau mampir dulu. Mau beli kue dulu terus mau mampir mini market juga.”

“Pilihanmu tetep sama. Mas anter atau kamu mau nginep di sini.”

Gehna terdiam beberapa saat sebelum menjawab. “Memang Mas Han nggak repot?”

Nohan tersenyum. “Enggak sama sekali.”

Nora memberikan kode jempol terselubung pada kakaknya. Gehna pun akhirnya menyerah. Ia pasrah, termasuk ketika Nohan memberikan sweater padanya. “Pakai, dingin.”

 Sweater normal milik Nohan menjadi tunik oversize di badan Gehna.

“Ya Allah, lucu banget kamu, Gehna. Ih, Mommy jadi merasa normal, ada temennya. Nggak jadi kurcaci lagi di sini.”

“Ih, Mom, kok kurcaci?”

“Ya iya, orang kamu tinggi, Abangmu tinggi, daddy kalian juga. Cuma Mommy yang bantet di sini.”

Tawa terdengar. Kehangatan keluar Nohan terasa, hingga Gehna dan Nohan masuk ke dalam mobil dan beranjak pergi dari sana. Sebenarnya, Gehna sudah mencoba mengajak Nora untuk ikut bersama dirinya dan Nohan tetapi Nora beralasan dia terlalu mengantuk. Akhirnya, karena tak mau berbelit urusan, maka Gehna diam saja saat harus pergi berdua dengan Nohan. Sepanjang jalanpun ia hanya diam. Nohan pula tak tahu harus memulai obrolan dari mana.

Suara dering ponsel Gehna terdengar.

Assalamualaikum, Gus. Ini aku baru pulang. Enggak kok. Udah sekitar lima menit yang lalu. Iya kok. Tadi Ayah juga cerita kalau ketemu sama Gus Zan di sana. Nggih,  Gus, insyaaallah besok mau sowan Umi dan Abah Yai. Nggih. Nanti kalau sudah sampai nggih Gus, assalamualaikum warahmatullah.”

Nohan mau tidak mau mendengar pembicaraan itu.

“Cie, ditelpon pacar?”

“Bukan pacar, Mas. Calon suami.”

Candaan yang dilontarkan Nohan justru terasa seperti boomerang. “Ha? Calon suami?”

“Beliau putra abah yai, gurunya ayah waktu di pondok dulu. Dan kami sedang dalam proses ta’aruf.”

Green but Redflag (short love story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang