Malam itu, Jeno tampak sedang berada di dalam mobil. Ia duduk di samping Daffin yang sedang menyetir mobil yang ia tumpangi saat itu. Para kakaknya tampak mengikuti mobil yang ia naiki dari belakang.
Beberapa kali Jeno melirik ke arah Daffin yang sedang fokus menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang. Daffin menyetir mobilnya dengan menunjukkan wajah dinginnya. Ia juga tampak terus diam saat menyetir mobilnya. Padahal, biasanya Daffin akan banyak mengajaknya mengobrol jika sedang berada di dalam mobil meski sedang menyetir.
"Kok papa diem aja, sih? Biasanya papa ngajak ngobrol. Ini kok ngga?" tanya Jeno pada Daffin yang masih menyetir mobilnya.
"Papa kenapa? Papa marah?" tanya Jeno lagi.
Daffin tidak membalas pertanyaan Jeno. Ia masih terus saja diam sambil menyetir mobilnya.
"Pa?" panggil Jeno.
"Papa!" panggil Jeno lebih keras.
"Papa kenapa, sih?! Ditanya diem aja! Kalo marah jangan diemin aku gini, dong! Aku ngga suka didiemin kayak gini!" ucap Jeno kesal pada Daffin.
"Bicaranya nanti aja, Jeno! Tunggu sampe di mansion! Papa mau bicara sama kamu nanti!" ucap Daffin.
Jeno pun akhirnya hanya bisa menurut. Ia diam sepanjang perjalanan pulang meski dalam hatinya merasa gelisah saat melihat Daffin tampak sepertinya sangat marah padanya.
"Duh, kok gua jadi deg-degan, sih! Nyeremin ngga sih papa Daffin kalo marah? Kenapa perasaan gua ngga enak, yah?" batin Jeno.
Sesampainya di mansion, Daffin dan Jeno pun turun dari dalam mobil, begitu juga dengan para kakak. Sementara para bodyguard tampak belum kembali ke mansion. Itu sebabnya di mansion saat itu tampak lebih sepi daripada sebelumnya karena tidak ada bodyguard yang berada di mansion.
Jeno melihat ada opa, oma, dan Tiffany yang sudah menunggunya di depan pintu teras mansion. Ia melihat wajah Tiffany yang menatapnya dengan tatapan tidak ramahnya. Sepertinya, ia juga akan kena omel mamanya nanti.
Daffin lalu berjalan lebih dulu ke arah pintu teras mansion tanpa mengajak Jeno saat itu, membuat Jeno merasa semakin kesal pada Daffin. Kenapa papa tirinya itu tiba-tiba bersikap dingin padanya? Apa papa tirinya memang sedang benar-benar marah padanya kali ini? Rupanya, Jeno memang tidak merasa bersalah sama sekali setelah kabur dari mansion.
Jeno tampak berdiri di samping mobil setelah keluar dari mobil memperhatikan Daffin yang terus berjalan hendak menuju teras mansion.
"Masuk, dek! Ngapain masih berdiri di sini?!" ucap Mahes pada Jeno.
"Ngga diajak masuk sama papa," jawab Jeno.
Mendengar suara Jeno yang mengatakan itu, Daffin tiba-tiba menghentikan langkahnya yang sudah naik ke lantai teras mansion. Ia lalu menolehkan kepalanya menghadap ke arah Jeno.
"Masuk, dek! Papa mau bicara sama kamu!" ucap Daffin pada Jeno.
"Ngga mau," jawab Jeno.
"Kenapa masih ngga mau? Papa kan udah ngajak adek masuk?" tanya Jeffrey.
"Ngajaknya kayak gitu! Aku ngga suka!" jawab Jeno.
Tristan lalu memegang tangan kiri Jeno dan mengajaknya masuk ke dalam mansion.
"Ngga mau, kak! Ngga mau masuk!" ucap Jeno berusaha melepaskan tangan Tristan yang menarik tangan kirinya. Jeno saat itu masih mengenakan jaket milik Naresh dan saat itu lengan jaket Naresh tidak ia guling naik, sehingga luka di tangan kirinya tidak terlihat. Tristan sama sekali tidak tahu jika tangan kiri Jeno terluka saat itu karena tertutup lengan jaket Naresh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second House√
Teen FictionDILARANG PLAGIAT!!! ❌ (Sudah TAMAT!!!!) Kehancuran itu dimulai.. Berawal dari kisah kedua orang tuanya yang harus berakhir menyisakan luka.. Dari peristiwa kelam itu, membuatnya tumbuh menjadi seorang laki-laki yang tangguh dan pemberani.. Meski ban...