65☠️

1.9K 195 24
                                    

Sore harinya, Jeno sudah diperbolehkan untuk pulang ke mansion. Kini ia sedang istirahat di kamarnya dan sudah mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian rumah yang lebih santai. Saat itu, ia berada di kamarnya hanya seorang diri.

Karena ia merasa gabut, ia pun menelepon Naresh untuk menceritakan apa yang baru saja ia alami siang tadi di jalan saat pulang dari sekolah. Naresh pun terkejut setelah mendengar cerita yang baru saja Jeno ceritakan padanya lewat telepon. Suaranya juga terdengar khawatir saat menanyakan kondisi Jeno saat itu. Namun, Jeno tampak menenangkan Naresh dengan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja supaya Naresh tidak terlalu mengkhawatirkannya. Ia juga mengatakan bahwa besok dirinya akan tetap masuk sekolah meski ia disarankan bed rest sementara waktu oleh dokter. Ya, Jeno memang seorang remaja yang bandel dan sulit dinasehati.

Saat asyik bercerita dengan Naresh melalui telepon, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar.

Tok! Tok! Tok!

"Siapa?!" sahut Jeno.

"Ini mama, sayang!" jawab Tiffany dari luar kamarnya.

"Eh, Na! Udah dulu ya teleponnya?! Ada mama soalnya," ucap Jeno pada Naresh yang berada di seberang telepon.

"Oke, Jen. Lu sehat-sehat ya, Jen! Kalo emang besok kondisi lu masih belum baikan, gua saranin lu izin sakit aja, deh! Ngga usah dipaksa berangkat, Jen," ucap Naresh.

"Iya, Na. Thank's ya udah mau dengerin curhatan gua tadi," ucap Jeno.

"Sama-sama, Jen. Lain kali kalo ada apa-apa lu kabarin gua, lah! Jangan sok-sokan mau ngelawan musuh lu sendiri! Gua kan sahabat lu. Udah seharusnya gua ngelindungin lu, Jen. Apalagi lu itu ketua geng ASTAROTH. Kalo sampe lu kenapa-napa, siapa yang bakal mimpin ASTAROTH?" ucap Naresh.

"Iya-iya. Lu tenang aja, deh. Gua pasti bakal baik-baik aja, kok. Lu ngga usah khawatir. Hehe. Kalo gitu udah dulu ya, Na. Ntar gua kabarin lagi. Bye!" ucap Jeno.

"Oke, Jen. Bye!" balas Naresh.

Setelah itu, sambungan telepon itu pun berakhir.

"Masuk aja, ma!" ucap Jeno setelah mengakhiri panggilan teleponnya dengan Naresh.

Setelah itu, pintu kamarnya pun dibuka oleh Tiffany dari luar.

"Lagi teleponan sama siapa barusan, sayang?" tanya Tiffany saat berjalan masuk ke kamar Jeno.

"Sama Naresh, ma," jawab Jeno.

"Ngobrolin apa?" tanya Tiffany.

"Biasa lah, ma. Cuma obrolan biasa doang.. bercandaan.. Hehe," jawab Jeno.

Tiffany lalu duduk di kursi yang berada di samping ranjang kamar Jeno. Setelah itu, ia tampak menatap Jeno sambil tersenyum tipis ke arah Jeno.

"Mama kenapa sih liatin aku kayak gitu?" tanya Jeno malu.

"Ngga pa-pa. Mama lega aja Jeno ngga pa-pa," ucap Tiffany sambil tersenyum getir. Tiffany tersenyum, namun matanya terlihat berkaca-kaca seperti ingin menangis.

"Mama kenapa, ma? Kok mama kayak mau nangis gitu keliatannya?" tanya Jeno.

Bukannya menjawab, Tiffany malah tampak mengelus lembut rambut kepala Jeno sambil tersenyum.

"Ma..," panggil Jeno.

"Jeno.. maafin mama, ya.. mama cuma masih kebayang yang tadi.. mama takut banget liat kamu kayak tadi..," ucap Tiffany sambil meneteskan air matanya.

"Mama jangan nangis, ma.. maafin Jeno udah bikin mama khawatir..," ucap Jeno dengan nada menyesal. Ia menyesal karena sudah membuat mamanya menangis.

"Maafin Jeno, ma.. Jeno harusnya bisa jaga diri..," ucap Jeno.

Second House√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang