Keesokan harinya, Jeno berangkat sekolah seperti biasa dengan menggunakan motornya. Ia memaksa berangkat hari itu meski kondisinya belum baik benar. Karena kondisinya belum begitu baik, Daffin pun mengutus para bodyguard-nya untuk membuntuti motor Jeno dari belakang karena takut terjadi sesuatu di jalan. Apalagi, Daffin pun cukup trauma dengan kejadian kemarin dimana Jeno tiba-tiba diserang oleh para penjahat kiriman Kirana. Meski para penjahat itu sudah ditangkap, tapi ia tetap khawatir jika Jeno mungkin akan kembali mendapat serangan dari musuh-musuh lain. Jeno membawa motornya dengan kecepatan sedang pagi itu karena ia tahu bahwa bodyguard Daffin membuntutinya dari belakang dan jika ia membawa motornya dengan kecepatan tinggi, maka para bodyguard itu pun pasti akan melaporkan hal itu pada Daffin.
Para bodyguard yang membuntutinya itu hanya mengantar hingga depan gerbang sekolah saja. Setelah Jeno memasuki gerbang sekolahnya, ia tidak tahu apa yang dilakukan para bodyguard itu dan ia pun berpikir, mungkin mereka langsung pulang ke mansion karena sudah mengantarnya sampai ke sekolah dengan aman.
Hari itu ia menggunakan motor lain dan tentu saja motornya selalu keren dan kinclong. Motornya yang kemarin lecet sebenarnya sudah selesai diservis. Namun, karena ia tidak ingin motornya yang kemarin kembali lecet, ia akhirnya memilih motor lain saja untuk ia bawa ke sekolah.
Setelah Jeno memarkirkan motornya di parkiran motor, ia pun berjalan menyusuri koridor sekolah menuju ruang kelasnya. Saat ia sedang berjalan di sepanjang koridor, tiba-tiba ia mendengar ada yang memanggilnya dari arah belakang.
"BANG JENO!"
Jeno pun menolehkan kepalanya ke belakang dan ia langsung mendapati Jian dan Leon yang tampak berlari ke arahnya.
Jeno lalu menghentikan langkahnya menunggu kedua adik kelasnya itu menghampirinya.
Grep!
Jeno tampak bingung saat tiba-tiba dirinya dipeluk oleh Jian dan Leon.
"Apa-apaan, nih? Ngapain peluk-peluk?" tanya Jeno saat Jian dan Leon memeluknya.
"Lu udah baikan, bang?" ucap Leon bertanya soal kondisi Jeno.
"Gua kangen, bang. Sehari aja lu ngga berangkat sekolah kemaren bikin gua badmood ngapa-ngapain, bang. Apalagi pas gua denger lu sakit. Rasanya gua makan aja kayak ngga ada rasa. Hambar," ucap Jian.
"Ini pada kenapa, deh?! Aneh banget! Biasanya juga ngga pernah sampe kayak gini!" ucap Jeno bingung.
"Bang, siapa yang berani serang lu kemaren?! Gua ngga terima lu di gituin!" ucap Leon setelah melepas pelukannya dengan Jeno.
Begitu juga dengan Jian yang juga melepas pelukannya dengan Jeno dan kini ia beralih mengangkat tangan kiri Jeno yang masih tertempel plester bekas infus.
"Pasti tangan lu masih sakit karena abis diinfus kan, bang?! Gua ngga tega liat lu kayak gini, bang. Gua ngga suka denger lu sakit," ucap Jian dengan mata berkaca-kaca.
"Udah, ngga usah lebay deh lu berdua! Lagian siapa sih yang ngasih tau kalo gua sakit karena abis diserang kemaren? Pasti Naresh, yah?" ucap Jeno.
Jian dan Leon lalu menganggukkan kepala mereka menjawab pertanyaan Jeno.
"Hem, ya udah. Ngga perlu dipikirin lagi soal itu. Gua juga udah baik-baik aja, kok. Tenang aja," ucap Jeno sambil mengusap lembut rambut kepala Jian dan Leon bersamaan. Jika ia sedang bersama Jian dan Leon, ia pasti selalu menunjukkan sisi cool-nya dan selalu bersikap seolah ia adalah kakak idaman. Padahal, jika diingat-ingat bagaimana sikapnya yang begitu manja saat di mansion, rasanya ia sangat tidak pantas menjadi seorang kakak karena ia memang terlihat tidak memiliki bakat menjadi kakak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second House√
Genç KurguDILARANG PLAGIAT!!! ❌ (Sudah TAMAT!!!!) Kehancuran itu dimulai.. Berawal dari kisah kedua orang tuanya yang harus berakhir menyisakan luka.. Dari peristiwa kelam itu, membuatnya tumbuh menjadi seorang laki-laki yang tangguh dan pemberani.. Meski ban...