77☠️

1.8K 206 50
                                    

DORRR!!!!!

DORRR!!!!!

Bunyi suara pistol terdengar keras. Barra melepaskan 2 peluru pistol yang digenggamnya ke arah tembok ruangan dimana itu adalah ruangan penyekapan Jeno.

Terlihat Jeno menangis dengan tubuhnya yang tampak gemetaran saat Barra nyaris saja membunuhnya dengan pistol yang ada di genggaman tangan Barra. Ia sudah berpikiran bahwa Barra benar-benar akan menembakkan peluru pistolnya pada dadanya. Namun, ternyata Barra mengarahkannya pada tembok.

Deru napas Jeno terdengar cepat karena saking syok-nya. Wajahnya memucat dan rautnya berubah ketakutan saat melihat wajah Barra di depannya.

"Maafin papa, Jeno..," ucap Barra sambil meneteskan air matanya. Ia menggeletakkan pistol yang sebelumnya ia genggam pada lantai begitu saja. Lalu, ia berlutut di hadapan Jeno sambil menangis penuh sesal.

"Kamu pasti takut liat papa sekarang, kan? Kamu pasti mikir kalo papa ini udah gila karena hampir aja bunuh anak papa sendiri! Hiks.. maafin papa, Jeno.. hiks..," ucap Barra sambil menangis.

Jeno hanya diam dengan memalingkan wajahnya ke arah lain sambil menangis. Ia benar-benar tidak ingin menatap wajah Barra karena saking takutnya bahkan suara tangisnya pun terdengar keras seperti seorang yang sedang mengalami depresi akibat penganiayaan. Baru kali ini ia merasakan takut luar biasa, seolah ia sedang berhadapan dengan seorang monster jahat yang ingin melenyapkan mangsanya.

"Hiks.. papa tolongin Jeno, pa.. hiks..," ucap Jeno sambil menangis.

"Papa Daffin.. tolongin Jeno, pa.. hiks.. Jeno takut..," ucap Jeno sambil menangis.

Mendengar nama Daffin disebut, Barra langsung mengusap air matanya kasar. Ia kembali berdiri dan menatap tajam ke arah Jeno.

"Kamu bilang apa barusan?! Kenapa kamu selalu aja sebut-sebut nama dia, Jeno?! Kenapa kamu lebih nganggep om Daffin sebagai papa kamu?! Di mana tempat di hati kamu buat papa?! Di mana?! Kamu udah keterlaluan, Jeno! Kamu ngga bisa menghargai papa sebagai papa kandung kamu! Kamu mau jadi anak durhaka sama papa?! Hah?! Apa susahnya kamu pilih papa?! Kenapa kamu sampe lebih rela mati daripada kamu ngalah buat tinggal sama papa?! Apa segitu ngga ada artinya lagi papa buat kamu?!" ucap Barra terlihat begitu emosi pada Jeno.

Mendengar Barra bicara keras seperti itu, Jeno pun terlihat semakin ketakutan dan mengeraskan suaranya. Ia kemudian kembali memanggil papa tirinya berharap papa tirinya akan segera menolongnya saat itu.

"Papa Daffin! Tolongin Jeno, pa! Hiks.. Jeno takut.. hiks..," ucap Jeno sambil menangis.

Hal itu pun membuat Barra semakin geram. 

"Kamu udah bikin papa marah, Jeno! Papa ngga akan biarin kamu bisa ketemu lagi sama om Daffin! Ngga akan pernah!" ucap Barra.

Barra lalu memerintah anak buahnya untuk melepas rantai di kedua tangan Jeno yang diikatkan pada kursi. Namun, ternyata ia tidak membebaskan Jeno secara cuma-cuma. Setelah ia memerintah bodyguard-nya untuk melepaskan rantai yang mengikat kedua tangan Jeno, Barra tampak memborgol kedua tangan Jeno dan  memerintah anak buahnya untuk memaksa Jeno berdiri.

Bugh!!!

AKHHH!!!

Tanpa aba-aba, Barra tiba-tiba menendang perut Jeno dengan menggunakan lututnya keras-keras. Saking sakitnya, Jeno sampai berteriak kesakitan saat Barra menendangnya. Setelah itu, Barra kembali memerintah anak buahnya untuk melepaskan cekalan tangan mereka pada Jeno dan membiarkan Jeno menjatuhkan dirinya ke atas lantai.

Brugh!!!

Uhuk!

Uhuk!

Jeno terbatuk setelah jatuh ke lantai. Tak membiarkannya lega, Barra langsung kembali menendangnya berulang kali hingga Jeno tidak lagi mampu berteriak dan hanya bisa pasrah tanpa bisa melawan.

Second House√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang