Jeno baru saja sampai di mansion setelah diperbolehkan dari rumah sakit sore itu. Ia tampak sedang tiduran di kamarnya ditemani oleh Daffin yang duduk di samping ranjang kamarnya sambil mengelus punggung tangan kirinya yang masih tertempel jarum infus. Sepertinya ia masih terlihat khawatir dengan kondisi Jeno saat itu.
"Pa..," panggil Jeno.
"Iya, sayang? Kenapa? Hm?" tanya Daffin.
"Mama mana, sih? Kok dari tadi aku tungguin ngga ke sini-sini? Bukannya nungguin anaknya di kamar malah ngilang!" ucap Jeno.
"Mama lagi di ruang tamu nemenin opa, oma, sama kakek," ucap Daffin.
"Hm," balas Jeno.
"Kenapa? Adek mau ditemenin mama juga? Kan udah ada papa yang nemenin," ucap Daffin.
"Ya udah ngga pa-pa, yang penting aku ngga ditinggal sendiri di kamar," ucap Jeno lalu memiringkan tubuhnya menghadap ke arah Daffin yang duduk di kursi yang berada dekat ranjangnya.
"Papa..," panggil Jeno.
"Iya, dek. Kenapa lagi panggil-panggil papa?" tanya Daffin.
"Perutnya masih sakit..," ucap Jeno dengan nada bicaranya yang terdengar manja. Ia tampak memegangi perutnya dengan tangan kanannya.
"Nanti pasti sembuh, kok. Adek sabar, ya? Masih kerasa mual ngga sekarang?" ucap Daffin.
"Ngga, tapi masih sakit," ucap Jeno.
Daffin lalu mencium lembut tangan punggung tangan kiri Jeno yang masih tertempel bekas infus. Ia sedih mendengar keluhan dari putra bungsu kesayangannya yang sedang sakit itu.
Jeno memperhatikan Daffin saat mencium punggung tangan kirinya. Ia bisa melihat betapa perhatiannya Daffin padanya. Ia merasa senang karena Daffin sepertinya memang sangat menyayangi dirinya. Ia merasa begitu beruntung memiliki seorang papa yang begitu tulus menyayanginya.
"Adek mau minum ngga?" tanya Daffin.
"Boleh," jawab Jeno.
Daffin lalu mengambil air putih yang sudah disediakan di atas meja kamar untuk Jeno. Ia lalu membantu Jeno untuk duduk sebentar karena Jeno harus meminum air putih itu sambil duduk supaya tidak tersedak. Setelah Jeno meminum air putih itu hingga habis setengah gelas, Daffin kembali meletakkan sisa air putih di dalam gelas tadi di atas meja kamar. Daffin lalu membantu Jeno kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan memastikan Jeno berbaring di atas ranjang dengan nyaman.
"Kakak belum pulang?" tanya Jeno.
"Belum. Emangnya kenapa? Adek ngerasa sepi yah di mansion ngga ada kakak?" ucap Daffin.
"Ngga, aku cuma nanya doang kok," ucap Jeno.
"Masa sih?" tanya Daffin.
"Iya, kok," jawab Jeno.
"Adek kenapa ngga tidur aja? Pulang dari rumah sakit tadi adek masih belum tidur sampe sekarang. Kenapa, dek? Emangnya adek ngga ngantuk?" ucap Daffin.
"Ngga, pa. Aku ngga bisa tidur," ucap Jeno.
"Kenapa ngga bisa tidur?" tanya Daffin.
"Perutnya sakit," jawab Jeno.
"Justru kalo dibawa tidur malah sakitnya jadi ngga kerasa, kan?" ucap Daffin.
"Ngga, pa. Ini tetep kerasa. Sakit banget..," ucap Jeno sambil melengkungkan bibirnya ke bawah membuat Daffin merasa semakin merasa tidak tega melihatnya.
"Sabar ya, dek.. nanti pasti sembuh, kok," ucap Daffin lalu mencium kening Jeno setelah itu.
"Satu lagi!" rengek Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second House√
JugendliteraturDILARANG PLAGIAT!!! ❌ (Sudah TAMAT!!!!) Kehancuran itu dimulai.. Berawal dari kisah kedua orang tuanya yang harus berakhir menyisakan luka.. Dari peristiwa kelam itu, membuatnya tumbuh menjadi seorang laki-laki yang tangguh dan pemberani.. Meski ban...