85☠️ (Extra Part)

3.6K 203 40
                                    

Beberapa bulan kemudian, akhirnya Jeno dan para sahabatnya telah menyelesaikan pendidikan SMA mereka dengan nilai yang masih dibilang cukup baik. Di hari pengumuman kelulusan mereka tersebut, mereka tampak bersama-sama merayakan hasil pengumuman kelulusan mereka dengan melakukan konvoi di jalanan. Namun, konvoi yang mereka lakukan bukanlah konvoi seperti biasanya yang harus dengan mencoret-coret seragam sekolah mereka karena Daffin tidak mengizinkan jika mereka melakukan aksi konvoi dengan mengenakan seragam sekolah penuh coretan seperti itu. Selain itu, mereka juga tampak didampingi oleh para anggota komunitas mobil yang diketuai oleh Tristan. Karena ASTAROTH dan ARISTON sudah berdamai, maka konvoi tersebut juga dihadiri oleh seluruh anggota geng motor baik dari ASTAROTH maupun ARISTON. Mereka semua turut mengikuti kegiatan konvoi tersebut sebagai kenang-kenangan sekaligus merayakan kelulusan. Namun, bagaimana dengan Jeno yang kini kakinya sudah lumpuh? Tidak mungkin dengan kakinya yang lumpuh tersebut ia bisa mengendarai motor sendiri, bukan?

Yap, ternyata Jeno berada satu mobil dengan Tristan dengan posisi mobil berada paling depan sekaligus menjadi pemimpin pasukan komunitas mobil serta para anggota geng motor yang mengikuti di belakang mereka. Namun anehnya adalah ketika ternyata Jeno tidak duduk di samping kemudi ataupun di belakang kemudi, melainkan malah duduk di atas pangkuan Tristan dimana posisi Tristan saat itu adalah duduk di depan kemudi. Mereka ternyata bekerja sama saat mengendarai mobil tersebut dengan Jeno yang bertugas menggerakkan (mengarahkan) setir mobil, sedangkan Tristan hanya duduk sambil memangku Jeno dan tugasnya adalah mengatur gas serta rem mobil dengan menggunakan kakinya.

"Kak," panggil Jeno pada Tristan.

"Hem? Kenapa?" sahut Tristan.

"Makasih ya," ucap Jeno.

"Buat?" tanya Tristan.

"Udah pelan-pelan hilangin rasa trauma aku atas kejadian kecelakaan yang aku alamin waktu itu. Sekarang aku udah ngga takut lagi naik mobil," ucap Jeno.

Jeno memang sempat trauma naik mobil setelah kejadian kecelakaan yang ia alami sampai kakinya lumpuh. Ia bahkan sempat mengurung diri di mansion dan setiap kali akan menaiki mobil, ia pasti selalu ketakutan. Ia takut jika kecelakaan yang ia alami itu akan kembali terulang. Namun, karena keluarganya secara sabar meyakinkan Jeno bahwa semuanya akan baik-baik saja, rasa takut dan trauma yang Jeno rasakan pun perlahan mulai menghilang. Ia sudah berani diajak naik mobil bahkan Tristan selalu memberi kesempatan untuk Jeno apabila Jeno meminta untuk menyetir mobilnya sendiri.

"Sama-sama, dek. Kakak juga seneng adek sekarang udah ngga takut lagi naik mobil," ucap Tristan.

"Kalo gitu sekarang tambah lagi dong kak gasnya! Kita ngebut, yuk?!" ucap Jeno.

"Ngga usah, dek! Ngga usah kebut-kebutan! Apalagi ini kan kita lagi konvoi, bukan lagi balapan! Nanti kalo kita ngebut, yang ngikutin di belakang bisa ketinggalan!" ucap Tristan.

"Loh, ya ngga mungkin ketinggalan lah, kak! Mereka tuh udah pro diajak ngebut! Apalagi anggota geng motor aku. Mereka udah jago balapan semua, kak. Jadi ngga mungkin ketinggalan ngikutin mobil kita kalo kita ngebut," ucap Jeno.

"Tapi tetep aja itu bahaya, dek! Apalagi kalo tiba-tiba nanti kita ngerem mendadak! Yang belakang bisa-bisa kaget terus kalo ada yang hilang kendali, bisa aja bakal ada kecelakaan beruntun! Kakak juga ngga mau adek kenapa-napa lagi! Udah cukup adek kayak gini sekarang. Jangan ada kejadian buruk apapun lagi! Kakak ngga mau!" ucap Tristan.

"Hem, ya udah iya deh! Kita bawa mobilnya pelan aja!" ucap Jeno dengan wajah cemberutnya.

"Sinih kakak aja yang lanjutin nyetirnya! Adek pasti capek dari tadi gerakin getirnya. Kakak aja yang gerakin sekarang. Nanti kita berhenti dulu di sana biar adek pindah dulu duduknya," ucap Tristan sambil menunjuk ke arah halte yang sudah mulai kelihatan di depan.

Second House√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang