18. Langit Danau

238 24 10
                                    

Mereka tiba di danau setelah membeli alat bantu dengar. Dan juga sudah menyiapkan karpet beserta snack untuk menikmati keindahan danau dalam waktu yang lama.

Setelah semua siap Jake langsung berbaring, berbeda dengan Sean yang masih duduk menatap arah danau yang dibarengi matahari yang perlahan terbenam. Tidak usah khawatir jika gelap, setiap sudut danau sudah diberi lampu.

"Cantik banget yang liat deh" gumam Sean yang didengar oleh Jake.

Jake ikut kagum, sudut bibirnya mengambang secara perlahan.

"Aku suka Sean kayak gini" Jake berbicara pelan.

Sean menoleh untuk memastikan jika Jake mengajaknya berbicara.

"Aku kenapa yang?" Jake menggeleng pelan lalu tersenyum. Jake berbaring lagi dengan tangannya untuk tumpuan kepala.

"Sean ayo tiduran nggak capek liatin langit terus?" ajak Jake sambil menepuk samping.

"Iya yang bentar lagi, langitnya cantik, bikin tenang" gumam Sean tanpa menoleh.

"Yang kalo kayak gini aku jadi keinget Bunda" suara Sean memelan, ia menunduk membuat Jake langsung terbangun.

Perlahan air matanya menetes, sudah beberapa tahun dirinya hidup sendiri. Mencari uang sendiri untuk dirinya sendiri. Bertahan pada kaki dan tangan sendiri. Mungkin jika Jake tidak ada Sean sudah pergi menyusul Bundanya.

Kedua tangan Jake melingkar dipinggang Sean. Kepalanya ia sandarkan dibahu Sean. Jake juga mengusap lengan Sean untuk menghilangkan rasa sedihnya.

"Bunda pasti bangga sama kamu, Sean. Udah bertahan sejauh ini" kalimat lembut itu membuat Sean tambah bercucuran air mata. Ia pegang tangan yang memeluknya untuk lebih menyamankan posisinya.

"Makasih ya udah hadir dan nemenin aku sampe sekarang. Mungkin kalo nggak ada kamu aku udah ikut Bunda. Makasih juga udah ngijinin aku buat jadi beban yang. Aku tau aku nggak sepantas itu buat kam—"

"Stttt diem, nggak ada yang bilang kamu beban Sean. Kamu pacar aku" Jake menakup kedua pipi Sean yang basah.

"Aku masih suka insecure kalo deket kamu terus. Masih banyak kurangnya yang"

Jake menggeleng juga tangannya ikut menggelengkan kepala Sean. "Jangan ngelantur ya. Diliatin Bunda dari atas"

Sean terkekeh setelah menengadah ke atas.

Matahari sudah terbenam sepenuhnya, hawa berganti menjadi dingin. Namun tak membuat kedua laki-laki ini untuk cepat pulang. Justru keduanya asik bercanda.

Mereka saling menatap langit yang sama dibawah bulan purnama.

Sampai tiba dikeheningan, Sean memejamkan matanya karena sedikit kelelahan. Berbeda dengan Jake yang masih makan snack. Hanya suara kunyahan yang menghiasi beberapa menit.

Hingga hening benar-benar menguasai.

Jake selalu mencuri pandang laki-laki disebelah nya. Sempat berpikir karena hubungannya sudah lama namun tak sekalipun Sean pernah mencium ya secara mandiri. Mungkin maksudnya keinginannya tanpa diminta.

Berbeda dengan Haidar yang bukan siapa-siapa nya namun selalu menjadi pemimpin.

Sean menoleh, menatap pacarnya yang kini tengah menatapnya.

"Kenapa yang? Mau pulang? Apa kedinginan?" Tanya Sean mengerutkan kening.

Jake tidak menjawab, ia sedikit terangkat dengan lengan yang menjadi tumpuan badannya. Ia menatap Sean, lebih tepatnya bagian bibir.

Merasa takut ditetapkan seperti itu Sean melambai  didepan wajah Jake untuk mengalihkan atensinya.

"Hey, kenapa?"

Listen To Me || SUNGJAKE [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang