Part 25

509 100 6
                                    

Aku mendengar suara kecil pelan, suara yang aneh yang membuat penasaran. Aku bangkit dari tempat tidur. Membuka pintu kamarku yang menghadap dapur.

Ternyata suara aneh itu berasal dari ayahku yang berdiri dekat wastafel, beliau makan sambil berdiri malam-malam. Di depan beliau ada mangkuk yang aku tau hanya tersisa kuah sayur.

Ayahku makan dengan lahap sampai beliau mendadak berhenti begitu mendengar langkah kakiku.

"Ayah tadi bilang ayah sudah makan." Protes ku.

Ayahku tersenyum, dengan jujur ayahku mengaku malu-malu, "Kalau ayah bilang ayah lapar, nanti ibumu nggak jadi makan."

"Tapi ayah jadinya makan sisa ibu."

"Nggak apa-apa, ini cukup untuk ayah."

Aku sedikit merenggut, "Kenapa ayah selalu begitu? Memberi semua yang ayah suka ke ibu dan aku?"

Saat kecil aku tidak begitu menyadarinya tapi begitu mulai dewasa dan aku mulai memperhatikan detail kecil, aku baru menyadari bahwa ayahku selalu dengan sengaja makan sisa makanan terakhir atau malah tidak makan sama sekali.

Seperti roti yang selalu ayahku paksa aku untuk makan bagian yang putih sementara ayahku selalu bilang beliau suka bagian pinggir coklat yang kasar dan susah di telan. Ayahku selalu bilang itu berulang-ulang hingga aku berusaha percaya. Tapi sekarang, dinilai dari semua, aku harus belajar kalau Ayahku juga selalu bilang itu untuk membohongi dirinya sendiri, untukku. Demi aku.

"Ayah, ayah kan sudah kerja keras. Setiap pagi ayah bangun sebelum matahari terbit, lalu pulang paling malam. Semua pekerjaan ayah lakukan untuk aku dan ibu. Jadi seharusnya Ayah yang makan paling banyak."

Ayahku menggeleng, tersenyum, "Ayah makan banyak kok. Kamu jangan khawatir dengan ayah."

"Ayah jangan sampai sakit. Ayah panjang umur ya. Sehat selalu. Kalau ayah butuh sesuatu bilang sama Kala ya ayah." Ujar ku sambil memeluk Ayahku. Hal paling mewah dari segalanya yang aku punya. Hanya untukku; tidak banyak anak perempuan bisa memeluk ayahnya, tanpa malu.

Senyum Ayahku mendadak bergetar, "Kamu anak baik, Kala. Hadiah dari Tuhan untuk ayah. Terimakasih sudah perhatian dengan ayah. Suatu saat tuhan pasti akan beri hadiah untuk kamu juga. Ayah janji."

.......

"Jadi begini Kala..." Ucap pak Nawa, beliau duduk di sofa jelek rumahku dengan telapak tangan saling mengusap satu sama lain canggung. Padahal aku tau,-semua warga desa tau, pak Nawa tidak pernah canggung, ia orang yang tetap bisa menghisap cerutu sambil merobohkan rumah tetangganya yang gagal membayar hutang dan terancam tidur di emperan pasar tanpa rasa bersalah, "Saya terpaksa harus membawa kamu hari ini ke Arutala."

Mataku membulat, dengan segenap tenaga menahan diri untuk tidak berkata tidak, "Kenapa?"

"Karena pak Hugo sakit. Sudah seminggu ini beliau sakit agak parah dan tidak mau di periksa dokter sama sekali."

Mataku membulat semakin lebar. Jemariku bergerak gelisah. Aku sudah berpuluh-puluh kali pergi ke gubuk Mbah Nata yang kosong. Mencoba mencari solusi yang selalu berakhir buntu. Begitu juga dengan jawaban yang harus ku lontarkan setelah ini. Tapi tentu saja, ibuku dengan murah hati menjawab pak Nawa tanpa menungguku,"Silahkan, Silahkan saja bawa Kala."

Mataku menyipit memandang ibuku sementara ibuku melanjutkan berkata, "Hugo sakit apa? Apa sakit beliau karena Kala?"

Pak Nawa menelan ludah melirikku, "Setau saya, beliau sudah berhari-hari tidak mau makan dan hanya minum sedikit sampai akhirnya jatuh sakit."

Alis ibuku berkerut, "Kenapa bisa begitu ?"

Ya kenapa bisa begitu? Mataku menyipit lebih dalam pada ibuku.

Pak Nawa mengangkat bahu, sebelum beliau menoleh menatapku, "Saya tidak tau kalau ternyata Kala selama ini diam-diam dekat dengan pak Hugo..."

"Mereka mungkin bertemu di hutan. Hugo kan suka berburu dan Kala suka pergi ke hutan dari kecil." Akhirnya ibuku membalas tatapanku, tanpa rasa bersalah sama sekali beliau melanjutkan berkata, "Jadi bawa, bawa saja Kala. Kalau memang sakit Hugo karena Kala. Karena Kala tidak mau bertemu Hugo. Kala sudah seharusnya bertanggung jawab. Iya kan Kala?"

Reminiscent (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang