Hutan di desaku selalu basah dan lembab. Lumut dan jamur tumbuh subur dimana-mana. Pohon-pohon berdaun lebat. Saling bersaing memenuhi tanah. Menutupi cahaya redup matahari. Menciptakan satu dua petak wilayah dalam jarak beberapa meter yang segelap malam sekalipun di siang hari.
Hutan desaku adalah habitat banyak binatang. Memang bintang-bintang di hutan tidak sebanyak dulu saat aku masih kecil. Tapi aku masih bisa dengan mudah menemukan burung, tikus hutan dan kelinci. Mereka suka bermain di sekitar padang rumput. Kadang saat beruntung aku juga akan bertemu rusa yang tersesat, kucing gunung, ayam liar atau saat sial; babi hutan dan ular.
Pada dasarnya, aku bukan pemburu. Ayahku lah yang suka berburu. Tapi dari kecil aku jarang makan hewan buruan ayahku. Aku lebih suka mengumpulkan buah berry, - kerben, jamur, akar, atau umbi hutan. Lalu kalaupun aku melihat kelinci, kelinci itu akan kubiarkan lewat begitu saja. Hewan lucu tidak pernah membangkitkan nafsu makan ku.
Baru saja aku memejamkan mata rapat-rapat saat suara letusan senapan angin membahana. Aku lebih dari sekedar takut. Tidak banyak kata yang bisa menjelaskan perasaan takutku sekarang.
Di depanku, dengan kemeja mahalnya, Hugo beberapa kali menarik pelatuk. Dalam sekali tembakan, bintang incarannya selalu jatuh mati.
Berlumuran darah.
Aku bergidik ngeri. Nyaris muntah. Aku benci melihat binatang di bunuh tanpa tujuan. Hugo tidak kelaparan. Ia tidak butuh berburu binatang. Makanan di hotelnya berlimpah ruah dan ia bisa membeli pasar induk desaku beserta seluruh isinya kalau ia mau.
"Berhenti." Desis ku. Aku sudah tidak tahan lagi.
"Kamu takut?" Hugo menurunkan senapannya. Menoleh tersenyum padaku.
"Tolong berhenti." Aku memohon, "Jangan bunuh mereka."
"Mereka cuma binatang." Jawab Hugo. Tanpa belas kasihan Hugo berjalan menuju burung yang baru saja ia tembak. Burung biru yang cantik serupa warna semak hydragea favorit ku, "Ini buatmu." Lanjut Hugo. Dengan kejamnya ia melempar burung mati itu ke tanah di depanku. Melihat itu, hatiku menangis. Tersilet. Menyakitkan sekali melihat binatang secantik ini mati sia-sia.
"Mereka bukan sekedar binatang. Mereka juga punya keluarga."
Satu alis Hugo terangkat naik dengan ekspresi aneh, "Kamu harus belajar membunuh sebelum dibunuh, Kala."
"Tapi nggak ada orang yang mati di bunuh burung!"
Hugo seketika nyengir seperti anak kecil dan aku langsung menyesal karena jawaban ketusku membuat Hugo berjalan lagi mendekat ke arahku. Merengkuh kembali pergelangan tanganku. Berdiri terlalu dekat denganku. Dalam jarak yang membuatku sepuluh kali merasa tidak nyaman.
"Lihat aku." Perintah Hugo.
Aku menelan ludah, rasa takut di hatiku mulai bercampur dengan rasa marah.
"Jangan menghindar lagi." Perintah Hugo, perlahan ia meletakan jemarinya di pipiku. Memaksa ku mendongak menatap matanya.
Mata yang selalu ku hindari.
Mata kami bertatapan selama beberapa detik. Sorot mata Hugo tak terbaca. Tapi itu bukan sorot mata angkuh seperti sebelumnya. Ada sebersit kebingungan. Tanda bahaya untukku.
Aku tidak tau sihir nenek akan semakin kuat sejalan waktu atau semakin lemah. Aku tidak tau apakah sihir itu akan selamanya atau akan hilang mendadak dalam waktu sekejap.
Satu-satunya yang aku tau sekarang; cuma harapanku. Berharap sihir nenek tetap berjalan dulu untuk sementara waktu. Jangan sekarang. Jangan disini. Jangan pudar di saat aku cuma berdua dengan Hugo di dalam hutan dengan posisi Hugo membawa senapan. Karena Hugo yang sebenarnya, akan langsung menembak mati aku.
"Pak Nawa pasti sudah terlalu lama menunggu Hugo di rumah." Ucapku. Suaraku pelan bergetar. Setengah mati berusaha mengabaikan tubuh Hugo yang berdiri tinggi di sebelahku, seperti beruang.
"Ya." Hugo mengangguk setuju. Melepaskan jemarinya dari pipiku. Membuang wajahnya. Mengisi hatiku dengan rasa lega luar biasa hingga melunturkan rasa marahku, "Kita harus kembali."
Aku menghela nafas lega tapi tak bertahan lama karena Hugo menambahkan berkata, "Mulai besok kamu harus datang ke Arutala. Temui aku disana. Kamu harus belajar untuk berburu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Reminiscent (Completed)
Storie d'amoreMaybe the way you feel is out of my control And if I'm honest, I know having you is too good to be true But I can't help myself from giving you my all this work dedicated for people who likes real, pure, simple, distopia Innocent love story thanky...