Part 63

298 72 11
                                    

Cinta yang tidak setara itu berat, Kala....

Mataku berkedip menatap ayah. Terus mengedipkan mata. Karena hanya itu yang bisa kulakukan sementara seluruh tubuhku mati rasa. Seperti bunga menunduk layu. Tak bergeming menunggu kering lalu mati.

tapi apa sebetulnya aku sudah mati?

Lalu lagi-lagi aku di kuasai bayangan gelap. Kali ini lebih menakutkan dari sebelumnya. Tubuhku jungkir balik. Aku tidak tau dimana langit dimana tanah. Yang aku tau seluruh tubuhku seperti di hujani pecahan kayu. Menyakitkan sampai ke ujung tulang. Sampai aku tak bisa bernafas.

Aku mengerang dalam hati. Tenggorokanku terbakar. Aku haus. Haus setengah mati dan kini, ada tambahan sensasi lain yang lebih menyiksa.

Aku mati-matian membuka mata, tapi yang justru kulihat adalah Padang rumput gelap, hujan badai, kobaran api dari lentera berderet-deret dan bukannya dipan kayu nyaman di rumah ayah.

Kobaran api itu anehnya melayang di udara. Panas membara. Menyilaukan. Membuat mual. Aku menundukkan kepala dan menyadari bahwa ayah menggendongku di punggung, menyusuri Padang rumput basah di terpa badai dengan hanya penerangan api dari lentera yang berderet membentuk jalan menembus gelapnya hujan.

Ayahku menyelubungiku dengan kain kuning. Membuat tubuh kecilku aman dari hujan.  Tapi aku benci tudung kuning ini, tudung ini menghalangiku dari hujan. Bahkan wajahku tidak sedikitpun terpercik air. Padahal air adalah satu-satunya hal yang paling kuinginkan sekarang.

Aku haus. Haus setengah mati dan aku marah juga setengah mati, karena bahkan aku tak bisa mengangkat tanganku yang menjuntai menyedihkan di bahu ayahku untuk menelungkup menadah air hujan di sekelilingku untuk meminumnya sepuas-puasnya.

"Kala?" Suara ayahku bergema.

Aku tak bisa melihat wajah ayahku. Tapi dalam usahaku aku bisa sedikit menggerakkan kepalaku di bahu beliau.

"Apa Hugo baik padamu?"

"Ayah kenal Hugo sejak ia kecil. Ia anak yang punya beban berat daridulu dan selalu menyimpan semuanya, lukanya, sendirian. Hugo mungkin kelihatan dingin tidak punya hati. Tapi ayah tau, ia selalu punya hati untukmu."

"Cepat atau lambat. Seberapa keras apapun ayah mencoba menghalangi. Ada hal yang memang tak bisa di ubah." Ucap ayahku dengan suara bergetar, aku bisa merasakan bahwa ayahku menangis sambil menggendongku di bawah hujan, "Semua sudah di tulis di langit. Beraninya ayah berusaha mengubah itu. Maafkan ayah ya? Ayah tidak sebijaksana yang selama ini kamu bilang ke ayah."

Kalimat itu mengakhiri ucapan ayah karena yang tersisa selanjutnya hanya suara hujan. Membuatku semakin benci dengan diriku sendiri. Aku ingin lebih banyak mendengar suara ayah. Aku ingin menjawab kalimat ayah. Juga ada banyak hal yang ingin ku ucapkan. Tapi aku malah terpenjara dalam tubuhku sendiri dengan rasa sakit yang luar biasa.

Disaat perasan benci menjalari tubuhku dengan rasa marah yang luar biasa mendadak ayahku menurunkanku dari gendongannya.

Aku di senderkan ayah di batang pohon Ellowa. Pohon itu menyelubungiku dari hujan. Besar, rindang, gelap menakutkan.  Suasana nya jauh berbeda dengan Padang rumput yang kuingat terakhir kali.

Aku ingin mengangkat tanganku saat ayahku melangkah mundur satu dua langkah. Wajah ayahku pucat, kosong.

Aku berusaha berteriak memanggil ayah. Tapi ayahku seakan semakin menjauh dan kobaran api mengikuti ayah padam satu persatu.

Rasa takut yang luarbiasa mulai menggantikan rasa sakit. Aku tercekat. Tanganku berusaha menggapai-gapai tapi ayahku malah semakin menjauh.

"Jangan pernah naik gunung sendirian. Jangan remehkan gunung. Jangan remehkan alam." Suara ayahku sayup terdengar. Aku membuka mulutku, berteriak tanpa suara dan tanganku dengan liar terus mencoba mengapai ayah, "Jaga ibumu. Jaga dirimu. Ayah bahagia ada disini. Biar ayah menjaga nenekmu disini."

"Ayah..." Akhirnya aku bisa mengeluarkan suara. Suara erangan kecil. Parau.

Aku bisa melihat, disisa api terakhir yang padam. Bayangan suram ayahku terlihat samar. Bibir ayahku merekah, tersenyum getir mendengar suaraku. Namun warna matanya mulai menyala, "Selamanya, Kala tetap anak ayah tersayang."

Reminiscent (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang