Aku berlari secepat yang aku bisa. Aku tidak peduli aku bertelanjang kaki atau tetanggaku mengira aku gila. Aku hanya ingin lari. Aku ingin terlalu lelah untuk berpikir. Aku sudah tidak tahan lagi.
Aku meninggalkan ayahku dan pak Kadus di belakang. Lari ke jalur menanjak jalur pendakian penuh bunga Hydragea favoritku. Menebus hujan gerimis dan kabut.
Tak berapa lama aku sampai di jalan tanpa tapak. Gelap jauh masuk ke dalam hutan. Vegetasi yang terlalu rindang. Menutupi sinar matahari desaku yang selalu redup. Dipenuhi dahan-dahan pohon berlumut. Dihiasi semak bunga violet dan tanaman pakis.
Perlahan aku menginjak biji-biji pinus yang berserakan. Aku benci hidup, disaat yang sama aku menikmati udara dingin bercampur air. Daun-daun basah di tanah. Suara gesekan daun tertimpa angin. Bau lumut dan lembab.
Aku suka semuanya.
Tempat ini tempat bermainku. Masa kecilku. Aku tidak mau pergi dari tempat ini. Dari rumahku. Tanpa ku mau. Tanpa pilihanku.
Aku terus menendang-nendang dedaunan basah di depanku. Saat aku mendengar suara langkah kaki lain. Suara itu terdengar jauh, sayup dan pelan. Tapi karena aku terbiasa sendirian di hutan. Aku menjadi lebih peka.
Tanpa suara, aku bersembunyi disalah satu lengkungan pohon. Perasaanku semakin tidak karuan.
Aku telah menerka siapa orang-orang pemilik suara itu.
Tapi kenapa dari sekian banyak hal yang telah di ambil dariku, kenapa harus hutan favoritku juga? Tempat yang biasa ku nikmati sendiri. Tidak pernah ada orang lain di bagian hutan ini kecuali mendiang pak Nata, pembuat tahu, tempat beliau mencari kayu. Sebetulnya malah beliau lah yang memberitahu tempat ini padaku.
Lalu kenapa harus ada orang lain juga yang tau? Kenapa aku seperti tidak boleh memiliki tempat untuk diriku sendiri. Tempatku boleh merasa bahagia. Kenapa sebagian tanah di jalur pendakian ini harus di beli oleh keluarga Hoheng? Kenapa tidak ada tanah yang kusukai disisakan padaku? Kepada keluargaku? Dan kenapa keluarga Hoheng itu seperti tidak menyisakan apapun untukku.
Hatiku sebenarnya tau jawabannya. Akulah yang bodohnya masih bertanya-tanya. Apa alasan dunia selalu terasa tidak adil untuk orang-orang yang tidak punya uang.
Tak berapa lama, suara-suara langkah kaki itu semakin mendekat. Sekarang aku bisa mendengar dengan jelas dan mengintip mereka diam-diam. Mereka adalah gerombolan orang-orang dari kantor pertanahan. Aku bisa menilai dari seragam yang mereka gunakan. Orang-orang itu sibuk memotret. Mengukur dengan alat aneh. Disana sini.
Diam-diam aku hendak berjalan pergi. Aku tidak mau mereka tau aku ada. Sayang, mendadak aku mendengar suara jeritan pelan tersengal-sengal. Suara binatang yang sudah terjebak seharian. meminta pertolongan. Lelah. Putus asa. Antara hidup dan mati.
Langkahku terhenti. Tubuhku berkhianat dengan menoleh. Suara bintang itu serupa ayam hutan. Aku bisa saja berpura-pura tidak mendengar. Tapi jeritan itu mengingatkanku pada diriku sendiri.
Itu jeritan yang sama yang seperti ingin ku keluarkan saat ini.Tanpa sadar aku kembali berlari. Lebih berisik dari sebelumnya. Lupa bahwa aku berusaha untuk tidak tampak. Aku bahkan tidak peduli lagi petugas-petugas pertanahan itu melihatku.
Tak butuh waktu lama aku menemukan sumber jeritan itu. Seekor ayam putih dalam jaring jebakan. Bentuk jebakan itu agak aneh. Berbeda dari jebakan yang biasa di gunakan oleh orang-orang desaku.
Seketika darahku berhenti mengalir.
Lonceng tanda bahaya di kepalaku bergemerincing, bersamaan dengan suara langkah kaki samar dibelakang ku.
Tubuhku berdesir dingin.
Bentuk asing jebakan binatang itu tidak baik. Pertanda buruk. Karena artinya, orang yang memasang jebakan itu bukan orang-orang dewasa di desaku. Bukan bagian dari komunitas ku.
Orang lain, orang asing.
Dan sesaat aku menoleh, aku harus menoleh. Karena tubuhku bergerak seperti itu. Berkhianat padaku atas dorongan insting.
Sedetik, aku melihat lagi hal itu. Mata yang selalu ku hindari dari sejak aku kecil.
Mata abu-abu gelap.
Seperti elang. Menatapku tajam tanpa senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reminiscent (Completed)
RomanceMaybe the way you feel is out of my control And if I'm honest, I know having you is too good to be true But I can't help myself from giving you my all this work dedicated for people who likes real, pure, simple, distopia Innocent love story thanky...