Bunga yang hampir Layu

6.8K 232 1
                                    

🏚️

"Kriingg...! Kriingg...! Kriingg...!"

Suara alarm berbunyi, Sinar matahari mulai menelisik lewat celah tirai yang tidak tertutup dengan rapat. Menyilaukan mata sang pemilik ruangan sederhana itu. Ya, sebuah ruangan yang hanya cukup di singgahi oleh satu orang. Tetapi, tetap terlihat rapih walau tidak memiliki ruangan yang luas.

Melawan rasa kantuk nya,ia mematikan alarm yang berbunyi. Ia mengusap wajah, berusaha membuka mata..

"aahk.. sakit.. perih.." pekik nya..
Karena tanpa ia sadari, ia menyentuh luka di pelipis nya dan di ujung bibir nya..

"Ahk.. aku lupa mengobatinya tadi malam" monolog nya, sesaat setelah terbangun dan bercermin di wastafel kamar mandi nya.

Kemudian ia bergegas membersihkan dirinya, dan mengobati lukanya dengan obat yang tadi malam diberikan untuk nya.

Tanpa ia sadari, sebenarnya waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi.

"Ah, tidak.. aku akan terlambat!"

Ia, bergegas mengambil tas nya dan pergi meninggalkan ruangan sederhana itu.

~~~~~

☕☕

Ia memarkirkan sepeda di belakang kafe. Dan segera masuk lewat pintu belakang kafe.

"Bang, maaf.. Terlambat ya?" ucap nya setelah membuka pintu dan menemukan sebuah punggung yang membungkuk sedang membuka kulkas.

Ia menoleh dan melirik ke jam dinding di atas pintu dapur.

"Nggak salah? Ini masih terlalu pagi untuk di bilang terlambat." Jawabnya sambil tersenyum cerah dan mengelus Surai pemuda itu. Sebelum sadar bahwa wajah pemuda itu tidak baik-baik Saja..

"Ada apa sama muka kamu? Kamu habis berantem? Sama siapa?" Pertanyaan beruntun itu menyerang pemuda itu dengan nada bicara yang sangat khawatir.

"Biasanya kamu nggak kaya gini, coba cerita sama Abang."

"Nggak apa-apa Abang, ini Chan cuma kepeleset terus nabrak meja."

Yaa, Chan nama pemuda itu.

"Kamu kok ya bisa meja ditabrak.. dia kan benda mati tidak bergerak."

"Udah Abang. nggak apa-apa, ini kan udah di obatin." Senyum nya cerah.

"Yaudah, tapi lain kali harus lebih hati-hati yaa.." ucap bang Jae, tanpa menghilangkan kecurigaan dengan jawaban Chan.

"Siap abaangg.. nggak akan keulang lagi deh, janji" senyum nya merayu.

Siapa yang tidak luluh, dengan senyum pemuda itu. Orang yang selalu menyebarkan keceriaan pada orang di sekitar nya, yang selalu berbagi kebaikan kepada orang lain dan lebih mementingkan orang lain dari dirinya sendiri. Yang tanpa disadari, dia menyimpan rapat-rapat lukanya yang mana hanya keheningan malam yang mengetahui itu.

"Chan, kamu udah sarapan belum? Abang mau bikin Nasi goreng nih, kamu makan bareng ya sama Abang.."

"Hehe.. Emang nya boleh bang? Chan belum sarapan sih.. semalam juga Chan lupa makan."

"Kamu tuh jangan di biasain ninggalin makan dong Chan. Nanti kalau kamu sakit gimana? Nggak masuk sekolah terus ketinggalan pelajaran deh.."

Yap, Chan masih seorang pelajar.

"Maaf ya Abang, kemarin pulang sekolah cape banget soalnya, jadi Chan langsung tidur deh.. bangun-bangun liat jam, khawatir kesiangan jadi buru-buru berangkat," bohong nya

"Chan, Kamu kalau mau bantu-bantu di sini nggak usah di jadiin beban deh, Abang-abang di sini juga nggak keberatan kalau kamu mau istirahat atau belajar di akhir pekan gini. Abang nggak akan potong bayaran kamu, toh kamu udah jadi kaya adek Abang sendiri. Kalau kamu butuh biaya, nggak usah sungkan bilang aja sama Abang yaa!"

Chan tersenyum, "Iya Abang"

Chan senang, di kehidupan nya yang nggak baik-baik aja, dia bisa dipertemukan dengan orang-orang yang memberikan cahaya untuk nya. Cahaya yang di butuhkan oleh bunga yang hampir layu.

"Selamat pagi bang jaee..." suara lantang muncul dari balik pintu belakang.
Yaa, itu suara bang Hui yang baru datang, dibelakang nya ada Abang Joo yang hanya bisa menggelengkan kepalanya nya.

"Pagi bang Jae, pagi ch.. Lho, kenapa muka kamu Chan" ucap bang joo, dengan cepat menghampiri chan yang ada di samping bang Jae. Bang Hui pun ikutan panik melihat nya.

"Lo kenapa chan, coba ngomong sama abang siapa yang udah mukulin lo! Berani-beraninya gangguin kamu.. anak sekolah mana dia Chan?" Sarkas nya dengan usaha menggulung lengan bajunya.

"Hui, lo dateng-dateng berisik deh. Lo juga joo jangan panik, Dia cuma nabrak meja." Ucap bang Jae, menghalau kebisingan selanjutnya.

Hui dan Joo menatap bang Jae bersamaan dengan wajah heran tak percaya, dan yang di tatap Hanya mengedipkan matanya, memberikan sinyal agar tidak ada pertanyaan lebih lanjut mengenai hal itu..

"Udah, Abang mau bikin nasi goreng jadi nggak jadi nih, Gara-gara kalian. Oh iya, kalian udah sarapan belum? Biar di bikinin sekalian?" Tanya si Abang kepada adik-adiknya. Walau sebenarnya mereka hanya rekan kerja, tapi bang Jae menganggap mereka seperti adik-adik nya berhubung bang Jae usianya lebih tua.

"Hehe, Abang tau aja.. Hui belum sarapan nih bang, eh, sini bang, Hui bantuin potongin bahan-bahan nya"

"Joo juga belum sarapan bang, Joo bantu bikin minum nya ya.. Abang mau teh, kopi atau susu?"

"Abang kopi aja deh Joo"

"Hui mau susu ya bang.. hehehe.."

"Chan kamu mau minum apa?"

"Biarin bang nanti Chan bikin sendiri aja, Chan bantuin ngapain nih?"

"Nggak Chan, sekalian Abang siapin. Udah kamu mau apa?" Paksa bang Joo.

"Kalau dibilangin nurut deh Chan kata gua mah" sela bang Hui, sambil mengeluarkan bahan-bahan dari dalam kulkas.

"Yaudah, Susu aja deh bang Joo.. Terimakasih yaa" ucap nya mengalah. Kalau Chan berusaha mengelak lagi, nggak akan ada habis nya.

Bang Joo mengangkat jempol nya sebagai tanda pesanan di terima.

"Sekarang Chan bantu apa nih?"

Seketika ketiganya menatap nya, dan berkata.

"DUDUK!!!"

Chan memejamkan matanya sesaat sambil menutup telinga nya. Lalu tersenyum..

"Baik abang-abang ku.. Chan kedalam dulu ya simpan tas." Ucap nya sambil pergi meninggalkan dapur.

~~~~

Chan masuk kedalam ruangan yang berisi loker penyimpanan barang karyawan. Jauh di lubuk hatinya Chan sangat bersyukur bertemu dengan orang-orang baik ini.

"Mamah... Chan telah menemukan rumah, yang bisa Chan nikmati kenyamanan di dalam nya, walau Chan belum sepenuhnya tinggal untuk berbagi hal lainnya."

Chan tau, walau dia sendiri di dunia yang penuh sesak ini. Tapi mamah akan selalu memperhatikannya.

The warmth | Lee Chan Dino Seventeen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang