🏘️
"Abang mau kemana?" Tanya kak hao heran saat melihat Abang yang sudah rapih di hari libur, tapi pertanyaannya hanya di balas gelengan dari bang Gyu dan bang kyeom.
"Bang.. cukup, di sini yang ngerasa kehilangan bukan cuma Abang. Dan Abang udah tau sendiri kan? Apa yang di minta Chan?" Mas Han menginterupsi saat kekesalannya sudah di ujung tanduk.
Sepekan telah berlalu sejak kepergian Chan. Suasana di rumah tampak berbeda, ada kekosongan walau ada banyak penghuninya.
Tapi mereka tak sebegitu gelisah seperti sebelumnya, walau tak menghilangkan rasa khawatir yang sangat. karena mereka sudah memastikan keberadaan Chan di rumah tuan Choi. Berkat bang Ochi yang menyadari ada topi tergeletak saat pertama kali ke rumah tuan Choi, bang Ochi mengenal topi itu. Itu adalah milik Chan.
Dan benar, selama sepekan ini Abang terus menerus pergi ke kediaman tuan Choi. Abang tidak bisa merasa tenang sebelum bisa melihat Chan dengan mata kepalanya sendiri.
Hingga suatu hari, saat Abang kembali ke tempat tuan Choi cuaca sangat tidak bersahabat. Seperti biasa, tuan Choi tidak mau membukakan pintu untuk Abang.
Dengan sikap keras kepala Abang, ia berdiri di tengah hujan. Berdiri penuh harap bahwa ia dapat menemui si bungsu pada hari itu.
Waktu berlalu, hujan semakin deras, Dan Abang masih pada pendiriannya.
Ada secercah harapan saat pintu terbuka, dilihatnya salah seorang perempuan paruh baya keluar dari rumah besar itu. Membuka payungnya dan berjalan mendekat ke arah Abang.
"Mas, tolong jangan begini.. saya jadi tidak enak.. Bapak melarang saya untuk menghiraukan mas. Tapi saya tidak bisa mas" ucapnya sambil meraih tangan Abang untuk memegang payung yang di bawanya,
"Maaf mas, saya tidak bisa bantu banyak.. cuma ini yang bisa saya sampaikan" ia memberikan secarik kertas kepada Abang, lalu kembali masuk ke dalam rumah setelah menerobos sedikit hujan.
Abang segera membuka kertas itu, ada tulisan tangan yang sangat ia kenali di dalamnya.
"Tolong.. jangan begini.. Abang, Pulang ya.. Chan Mohon.."
Jatuh, Abang duduk bersimpuh. Payung yang ada di tangannya tadi, kini sudah terbang sedikit menjauh tersapu anagin.
Pupus sudah harapan Abang untuk menemui adik bungsunya hari ini.
Apa yang harus dia lakukan, kalau kenyataannya si bungsu sendiri yang memintanya untuk pergi.
Bahunya bergetar hebat, Isak tangis pada hari itu tertutup oleh derasnya air hujan yang turun.
Ah.. Nampaknya hari hujan selalu mampu membuat hati yang sendu menjadi semakin pilu.
~~~~~~
🏛️
"Bang, janji ya.. ini yang terakhir.." ujar mas shua setelah menghentikan mobilnya di depan pagar rumah besar itu.
Mereka bersitatap, tapi tidak ada jawaban.
"Abang.. please.. kita hargai keputusan chan.. bukan kita nggak peduli, tapi.. selama kita tau keberadaan Chan.. kita bisa sedikit bernafas lega" mas shua menuntut jawab,
Abang tersenyum tipis,
"Mungkin kamu bisa bernafas lega dek, tapi buat Abang.. nggak bisa.. Abang nggak bisa bernafas lega. Lebih tepatnya, nggak boleh bernafas lega.." ucap nya sambil melepas sabuk pengaman,
Tapi mas shua segera menahan tangan Abang.
"Nggak, shua nggak akan izinin Abang keluar dari sini sebelum Abang janji kalau ini hari terakhir Abang kesini"
KAMU SEDANG MEMBACA
The warmth | Lee Chan Dino Seventeen
Fanfiction"Terimakasih adek sudah bertahan" -Bang Cheol "Mas bangga sama adek" -Mas Han "Adek, kamu hebat" -Mas shua "Ayo kita buat kenangan indah bersama" -Bang Jun "Adek, Abang ada disini" -Bang Ochi "Jangan sakit, nanti Kaka khawatir" -Kak Nu "Adek, ayo k...