🏥
"Hiks.. Hiks.. Hiks.." suara isakan tangis memenuhi salah satu ruang rumah sakit itu, tidak lain si pemilik kamar lah yang menimbulkan suara tangisan itu.
"Maaf Abang.." lirih Chan ke arah bang Ochi yang berdiri menatap jendela luar kamar,
Sementara bang cheol berada di sisi Chan sejak kedatangannya tadi,
Saat ini suasana sedang sedikit menegangkan, pasalnya si bungsu mengatakan bahwa sebenarnya dia sudah melihat bahwa papah nya itu membawa sebilah pisau di tangannya.
Entah siapa yang awalnya akan di lukai olehnya, tapi Chan mengambil langkah terlebih dahulu.
Membiarkan tubuhnya menerima tusukan pisau itu, ia berfikir dengan begitu orang lain tak perlu lagi mengalami kesulitan karenanya. Chan benar-benar ingin menyelesaikan urusannya dengan sang papah.
Tapi justru kenyataan itu membuat bang Ochi marah, ia menahan emosinya untuk tidak meledak ke si bungsu yang tengah terbaring sakit. Bang Ochi benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Chan,
Ia membalik badannya dan menatap tajam si bungsu.
"Kamu tau nggak, seberapa bahaya jalan yang kamu pilih itu?" Ujar bang Ochi dingin, tangan yang berbalut perban karena luka memukul orang jahat itu sudah mengepal keras.
"Maaf Abang.." lagi-lagi hanya kata itu yang bisa terucap dari bibir yang bergetar itu,
Bang Ochi mendekat ke arahnya, tangan sebelahnya meninju dinding di atas kepala Chan.
'Dugh'
Chan segera bersembunyi ke arah bang cheol yang kini sudah merangkulnya dalam dekapan.
"Ochi.." panggil bang cheol, ia juga ingin marah kepada si bungsu. Tapi ia masih tak percaya dengan jalan pikiran Chan. Hingga ia tak dapat mengucap apapun.
"Kamu tau nggak, kamu bener-bener ambil keputusan yang salah dek" bang Ochi menekankan kata demi kata dalam ucapan nya,
"Bang.. cukup.." bang Gyu berusaha meredam emosi bang Ochi, dan menariknya menjauh. Tapi yang ia dapat hanya hempasan yang menjauhkan kembali jarak antara mereka.
Chan yang semakin ketakutan hanya mengangguk pelan,
"Kamu kira, Abang akan maafin diri Abang kalau luka kamu lebih parah dari ini?" Ujar bang Ochi lagi,
Semua orang kembali menatap bang Ochi, berusaha mencerna apa yang baru saja ia katakan. Chan pun terhenti dari tangis nya dan memberanikan diri untuk menatap bang Ochi.
"Kamu kenapa nggak pernah sekali aja pikirin diri kamu sendiri dek?"
"Pernah nggak sih kamu pikirin gimana perasaan orang-orang yang sayang sama kamu?"
"Abang.." chan kembali melirihkan kata itu, kini ia berusaha menggapai tangan berbalut perban bang Ochi. Berusaha meredamkan amarahnya sambil mengelus-elus tangan itu pelan.
"Maaf.."
"Kita itu apa dek bagi kamu?" Tanya bang Ochi, dan semua terkejut dengan pertanyaan itu.
"Apakah kita masih orang lain?"
"Ochi" mas Han menghampiri satu adiknya itu, khawatir kalau lelah sudah menguasainya hingga ia berbicara melantur.
"Kapan adek bisa terbuka sama kita semua, kalau begini terus.. Justru kamu akan selalu buat kita khawatir" ucap bang Ochi lagi, kini air mata sudah menetes dari mata yang sudah menyalak sejak tadi.
"Chan itu adek Abang.. kamu nggak boleh nyakitin diri kamu sendiri, kehadiran kamu dan kesehatan kamu adalah segalanya bagi Abang.. jadi tolong.. jangan selalu mengambil jalan yang akan membuat kamu terluka, lagi.. dan lagi.."
KAMU SEDANG MEMBACA
The warmth | Lee Chan Dino Seventeen
Fanfiction"Terimakasih adek sudah bertahan" -Bang Cheol "Mas bangga sama adek" -Mas Han "Adek, kamu hebat" -Mas shua "Ayo kita buat kenangan indah bersama" -Bang Jun "Adek, Abang ada disini" -Bang Ochi "Jangan sakit, nanti Kaka khawatir" -Kak Nu "Adek, ayo k...