S1: 38

458 32 9
                                    

Don't forget to click vote and comment!

...

Derap langkah sepatu pantofel hitam itu terdengar lambat. Wajah Revan sudah pucat dan lesu, bahkan di sepanjang jalan dia terus menghela nafas sambil melepas jas yang berbalut di pundaknya. Dasi yang mencekiknya berhasil terlepas walau oksigen terasa seperti obat pahit yang menggerogoti dadanya. Perlahan Revan membuka pintu kamar yang remang-remang. Penerangan hanya dari lampu dari tempat lilin terapi. Dia menebak kalau Joe yang menyalakannya untuk Aeron.

"Aeron?" Panggil Revan.

Dia menelusuri ruang utama yang sepi lalu berjalan ke kamar tidurnya. Pandangannya terhenti pada tempat tidur yang berada di depan jendela kamar. Di sana sudah ada Aeron yang tertidur pulas dengan wajah teduh. Meski kedua matanya bengkak karena menangis, Revan masih bisa melihat ketenangan di wajah lelaki itu.

"Kamu sudah tidur rupanya," Ucap Revan pelan sambil berjalan mendekati tempat tidur lalu duduk di pinggirannya.

Tak terasa waktu sudah berjalan lama. Revan terus memandangi wajah Aeron sambil menyisir rambut hitam kelam itu. Sesekali Revan mengelus wajah Aeron lalu berakhir kecupan manis di hidungnya. Revan segera mengganti pakaian dan berbaring tepat di sebelah Aeron. Dia melirik obat tidur yang selalu berada di atas nakas lalu kembali menatap Aeron. Mungkin khusus malam ini, Revan bisa tidur nyenyak tanpa obat. Dia pun menaruh kepalanya di atas bantal lalu memeluk Aeron.

"Aku mencintaimu Aeron. Kita harus bersama sampai kapanpun," Bisik Revan lalu menenggelamkan kepalanya di pundak Aeron dan tertidur.

Malam yang dingin itu tak dirasakan oleh Revan. Tanpa obat, dia bisa tertidur pulas sambil memeluk Aeron. Sangat erat sampai malam berganti pagi dan mentari mulai membangunkan Aeron. Anak itu bangun lebih dulu dengan kedua mata yang masih sayup. Namun, saat Aeron ingin bergerak menarik selimut tiba-tiba dia merasakan sebuah benda berat yang melingkar di pinggangnya. Itu adalah tangan Revan dan Aeron sontak menoleh kebelakang lalu mendapati wajah pria yang akan menikahinya.

Dengan cepat Aeron melepaskan tangan Revan dari pinggangnya lalu bangun dari tidurnya. Gerakan mendadak itu membuat Revan mengerang dan membuka kedua matanya. Sebenarnya Aeron tidak ingin bangun dulu, tapi satu ranjang dengan Revan semalaman membuat dia gelisah.

"Kenapa kamu bangun pagi sekali?" Tanya Revan dengan suara yang serak tapi basah.

"Semalam, apa yang terjadi?!" Tanya Aeron kebingungan. Dia melindungi dirinya menggunakan selimut.

Revan mengerutkan keningnya lalu mendesah panjang sambil memejamkan matanya lagi, "Kita satu kamar semalam."

"Buka kunci kamar Saya! Saya tidak akan tidur di sini lagi," Ucap Aeron dingin.

"Jangan memulai perdebatan di pagi hari Aeron. Temani aku tidur lagi," Ucap Revan yang langsung menyambar tangan Aeron agar mereka bisa berbaring bersama, "Nah, seperti ini. Aku masih membutuhkan pelukanmu agar bisa tidur."

"Eunggh.. Tuan," Panggil Aeron yang merasa tidak nyaman dengan posisi itu.

"Biarkan aku tidur lebih lama. Aku tak bisa memejamkan mataku saat kamu menghilang kemarin," Bisik Revan tanpa membuka kedua matanya.

Aeron tau akan hal itu dan dia merasa tidak enak hati. Namun, kini jam sudah menunjukkan pukul setengah 6 pagi dan seharusnya Aeron pergi sekolah. Ya, sekolah. Bercanda dengan temannya, belajar, dan bertemu Xavear. Banyak yang harus Aeron bicarakan bersama Xavear, tapi apakah akan berjalan jauh lebih sulit sekarang? Tidak. Dia masih punya waktu. Aeron akan memanfaatkan waktu itu untuk menunjukkan pada keluarganya kalau dia tak perlu menikah dan memilih jalan hidupnya. Meski terdengar keras kepala, Aeron tetap tidak mau mengambil jalan dari takdir.

THE OVA [VAMPIRE × WAREWOLF] END S1 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang