S1: 42

395 26 17
                                    

Don't forget to click vote and comment!

...


Aeron menutup buku dan meletakkan dahinya di atas meja kerja Revan. Dia harus terbiasa dengan kamar pria itu entah sampai kapan. Janjinya untuk menjadi kekasih Revan membuat hati mungil itu merasakan penyesalan teramat dalam. Namun, desakan dari segala arah membuat Aeron bisa bernafas lega walau sedikit. Setidaknya Aeron tidak dikurung terus menerus dalam rumahnya dan bisa pergi keluar di luar jam sekolah. Memang keadaan wilayah Dezastra masih limbung, terlebih lagi Vicloan masih mengejar Aeron. Mulai kini Aeron harus lebih berhati-hati agar tidak masuk perangkap Vicloan dan tidak membuat Revan marah yang membuatnya kembali terkurung di rumah tanpa sekolah.

"Kamu tidur?"

Baru saja Aeron memikirkan Revan, sekarang suara pria itu muncul seperti ancaman tak berbilah. Kepala Aeron mendadak berat dan takut untuk menatap Revan. Bila mengingat perjanjian itu, Aeron terus merasa bersalah dan tidak ingin membuat Xavear kecewa. Ah, tidak. Mungkin saat Xavear tau dia akan membenci Aeron. Kini kebimbangan itu terus menggerogoti batin Aeron.

"Tidak," Jawab Aeron setelah sekian lama.

"Kalau kamu lelah jangan dipaksakan belajar. Besok sudah mau pergi sekolah?" Tanya Revan membuat Aeron mengangkat kepala dan menatapnya.

"Tentu saja," Jawab Aeron cepat.

Senyum miring tampil di wajah dingin Revan, "Saat bicara sekolah kamu sangat antusias."

"Saya tidak mau di rumah selamanya," Ucap Aeron dingin.

Ya, Aeron tak mau terkurung di rumah itu terus. Apalagi sekamar oleh Revan! Hal yang ditakutkan pasti akan meneror Aeron sampai tidurnya tak kunjung nyenyak. Lagi-lagi tangan Revan terangkat dan mengelus puncak kepala Aeron lalu bergelincir ke bawah bibir tipis merah jambu yang pucat. Dielus lembut lalu menekannya sampai sang pemilik mengerutkan dahi.

"Kenapa? Padahal lebih menyenangkan bila kita menghabiskan waktu bersama terus," Ucap Revan sedikit kecewa.

Aeron tak menepis, wajahnya hanya berpaling agar sentuhan aneh itu lepas dari bibir miliknya. Revan bergeming dan memilih untuk menatap Aeron yang terlihat sedih. Sorot matanya seperti tersayat oleh kekecewaan dan keterpaksaan.

"Jangan menampilkan wajah seperti itu di depanku Aeron," Ucap Revan bagai perintah.

"Tolong beri aku ruang sendiri juga," Pinta Aeron.

"Aku kekasihmu sekarang," Ucap Revan tak menerima alasan itu.

Mereka saling melontarkan ego tanda tak mau kalah. Aeron sudah cukup pusing dan kehabisan energi karena kejadian tadi pagi, tapi Revan selalu saja memaksa. Penuh penekanan tanpa memperdulikan perasaan Aeron.

"Meski punya hubungan seperti itu, setiap orang juga punya privasi tuan," Ucap Aeron menahan gertakan giginya.

"Privasi apa yang kamu jaga? Saya sudah tau semuanya," Tanya Revan menaikkan alis kanannya.

"Ya. Anda tau semuanya karena selama ini hidup saya diatur oleh tuan," Ucap Aeron hendak berdiri tapi bahunya ditahan.

Kurungan dari lengan kokoh itu membuat bola mata Aeron gemetar ketakutan, sedangkan Revan hanya menikmatinya dengan menampilkan senyum. Dia ingin marah tapi yang dikatakan Aeron tadi benar. Sejak kecil Aeron sudah diasuh oleh Revan dan pria itu bangga bisa sampai pada hubungan ini. Meski belum puas, Revan tetap bersabar.

"Pintar. Jadi, jangan menjauh karena aku akan terus mengikutimu," Ucap Revan tersenyum simpul.

"Sudah saya bilang kalau saya ingin punya waktu sendiri! Tolong pergi. Tinggalkan saya tuan!" Pinta Aeron meninggikan konotasinya sambil mendorong lengan dan dada Revan.

THE OVA [VAMPIRE × WAREWOLF] END S1 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang