S1: 40

492 28 12
                                    

Don't forget to click vote and comment!

...

Aeron terdiam dengan bola mata yang terbuka lebar. Andai saja dia salah dengar, tapi tatapan Revan menyiratkan keseriusan dalam perkataannya tadi. Itu benar dan Aeron bukan sedang bermimpi. Pria yang selama ini mengasuh dan membesarkannya bagai seorang ayah memang menginginkan hubungan asmara sebagai pasangan kekasih. Aeron tak mengerti dan kenapa Revan bisa jatuh cinta padanya. Sejak kapan?

"Tidak. Saya tidak mau," Ucap Aeron yang sudah tampak jelas dari ekspresinya tadi.

Revan mengangguk paham lalu menyilangkan kakinya, "Kalau begitu saya akan menghubungi Joe untuk memanggil tim keamanan besok, ingat untuk tetap membalas pesanku dan pulang tepat waktu."

"Tuan," Panggil Aeron teringat akan peraturan belenggu itu.

Tangan kekar yang meraih ponsel hendak mencari kontak Joe dalam menu panggilan. Revan tak menatap dan tuli saat Aeron terus menerus memanggilnya sambil memohon. Aeron tidak mau dipenjara dalam rumah itu. Hidup yang dia inginkan hanyalah kebebasan. Bersekolah, bermain dengan teman-temannya, dan melakukan sesuatu yang dia inginkan. Mungkin bermain musik dan night drive bersama motor kesayangannya. Wajah Xavear yang tiba-tiba menghantuinya membuat Aeron takut akan kehilangan.

"Tuan.. Aku mohon... Jangan kurung aku di sini.." Pinta Aeron yang kini menjatuhkan dengkulnya di atas karpet sambil memohon.

Pria itu tak mau menatapnya, dia fokus mengetik beberapa pesan dan memulai panggilan telepon kepada seseorang yang ditakutkan adalah ketua tim keamanan. Aeron menarik kain celana Revan agar pria berwajah dingin itu mau menatapnya.

"Revan.. Aku mohon, maafkan aku... Jangan panggil tim keamanan.." Ucap Aeron gemetaran.

"Diam," Ucap Revan dingin.

Nada suara yang memberat dengan bola mata yang merah terang membuat Aeron semakin ketakutan. Dia tak ingin menjadi burung di dalam sangkar mewah. Kebebasan yang diinginkan oleh Aeron hanya sebatas trial card dari Revan. Sebatas pergi sekolah lalu pulang. Sesampainya di rumah pun Aeron tak bisa pergi keluar lagi dan kegiatannya selama di rumah akan dipantau. Itu kah kebebasan?

"Halo pak Gideon. Maaf mengganggu karena Joe tak membaca pesan saya. Bisakah anda datang ke rumah saya sebentar?" Ucap Revan pada seseorang di balik telepon itu.

Aeron merangkak naik ke dada dan tangan Revan untuk menghentikan tali kekangan yang akan tercipta. Air mata yang sudah mengering mulai menggenang di pelupuk mata Aeron. Dia terus memohon sampai tak sadar memeluk Revan sambil menangis. Kehidupannya sangat penuh kesialan. Aeron mulai berpikir kalau dia tidak akan pernah bisa bebas. Bukan Revan masalahnya, tapi niat dia untuk melawan takdir. Haruskah Aeron menyerah saja? Hidupnya sekarang sudah bergantung pada Revan dan dia tak bisa melakukan apapun untuk menghindar.

"Maaf.. Maafkan Aeron.. Aku tidak butuh pengawal.." Ucap Aeron menahan tangisannya.

"Jangan mengatur! Semua keputusan ada di tangan saya," Ucap Revan mematikan panggilan tadi dan mendorong Aeron menjauh agar pelukan itu lepas.

Namun, Aeron terus bergeleng ketakutan dan tidak mau melepaskan tangannya dari tubuh Revan. Pria itu cukup kesal lalu mencengkram rahang Aeron sampai dia kesakitan ditengah tangisannya.

"Jangan menangis! Saya tidak butuh itu dan tidak akan luluh meski kamu menangis darah sekalipun. Mengerti?!" Ucap Revan penuh penekanan.

THE OVA [VAMPIRE × WAREWOLF] END S1 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang