S1: 84

196 15 0
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

CHAPTER 84
~~~~~~~~~~~

Terminal penerbangan internasional siang itu ramai dengan lalu lintas manusia dari berbagai macam benua. Mereka bersuka cita dan tidak sedikit terlihat acuh karena kesibukan pikiran. Melihat suasana bandara yang bertolak belakang dengan keinginan membuat Aeron semakin takut. Takut untuk meninggalkan tempat kelahirannya, tempat suka citanya, dan tempat dimana pertemuan antara dia dengan cinta pertamanya. Aeron bergelut dengan perasaan yang bercampur aduk, bahkan lutut kakinya terasa kaku untuk berjalan mengikuti perintah Revan.

Meski sudah berbalut coat panjang berbahan wol, deru nafas yang dingin tetap menyelimuti tubuh Aeron. Ketika ritme kaki Aeron mulai terasa lambat, Revan segera menoleh dan menarik lengan anak lelaki itu dengan tatapan tajam.

"Cepat, kita hampir terlambat."

Nadanya tegas seperti rahang kokoh itu. Susah payah Aeron menelan air liurnya dan mengadahkan kepalanya ke atas untuk bertatapan dengan Revan. Bisa saja air matanya kembali menetes di saat tersayat oleh tajamnya sorot mata Revan.

"Tu-tunggu.. Aku mohon. Bisa kah aku menelpon teman-temanku dulu?" Tanya Aeron.

Revan mendekatkan wajahnya ke arah telinga Aeron lalu berkata, "Waktumu sudah habis."

"Tuan.. Tolong, untuk terakhir kalinya," Ucap Aeron memegangi tangan Revan yang berbalut sarung tangan hitam.

"Berhenti merengek, Aeron. Apa saya harus menggendongmu?" Tanya Revan.

Dari kejauhan Sebastian bersama Joe bergerak mendekati Revan yang tengah berdebat kecil dengan Aeron. Mereka tampak khawatir sekaligus tergesa-gesa karena jam terbang mereka hampir datang. Joe pun memegang pundak Aeron sembari mengambil tas bawaan anak lelaki itu sambil menatap Revan yang mengangguk sebagai kode.

"Mari tuan muda, kita hampir terlambat."

"Tidak! Berikan aku ponsel dan izinkan aku menelpon teman-temanku!" Bentak Aeron.

Suasana kian memanas karena Aeron terlihat menahan tangisan di balik emosinya. Sebastian pun mendekati Revan sembari mengeluarkan sebuah kotak kecil berisikan beberapa benda medis, seperti pipa bening, jarum suntik, dan botol kecil bercairan bening. Itu anestesi. Sebastian hanya menunggu perintah Revan untuk menggunakannya agar Aeron bisa tenang.

"Aeron. Jangan membantah lagi, kita harus pergi sekarang!" Bentak Revan.

"Tolong! Sekali ini saja! Biarkan aku berpisah dengan mereka!" Ucap Aeron sambil menangis.

THE OVA [VAMPIRE × WAREWOLF] END S1 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang