Makan siang

5 0 0
                                    

Siang kediaman Ken dan Aliefa kali ini sedikit berbeda dari biasanya. Queena cukup meramaikan dapur Aliefa di hari libur Ken siang ini.

"Bisakah hari libur kali ini kau tidak menganggu kami Q?" Suara Ken mengejutkan keduanya yang tengah asik memotong sayuran.

"Aku tidak mengganggumu kak, jadi kurasa tidak ada salahnya kehadiranku hari minggu ini, dan hari minggu sebelum-sebelumnya." Queena menjawab sedikit tak acuh.

Aliefa tertawa kecil melihat kejengkelan yang terukir jelas di wajah sang suami, Ken.

"Segeralah buat mereka bersatu Tuhan, supaya tidak ada yang mencuri istri tercintaku lagi." Teriak Ken yang disambut tawa mengudara Aliefa dan Queena.

"Kenapa kamu berniat belajar memasak Q?"

"Aku ingin sepertimu kak, Aku ingin di setiap harinya suamiku nanti memakan makanan rumah. Dan hasil masakanku."

"Sepertinya kamu amat sangat menyukai masakan ini Q." Aliefa sedikit penasaran sembari menatap semua bahan masakan yang didominasi sayuran, dan semua itu membuat Aliefa kembali mengingat sosok yang telah lama pergi.

"Apakah ini sudah enak?" Queena mengambil sepiring kecil untuk Aliefa cicipi

Aliefa tersenyum mencoba masakan pertama Queena, dan itu tidak terlalu buruk. Bahkan bisa dikatakan masakan itu enak. Lihat, baru pertama kali berada di dapur saja, seorang Queena bisa memasak seenak ini. Tapi entah kenapa, masakan Queena mengingatkan kembali Aliefa pada sosok yang benar-benar harus ia ikhlaskan.

"Baiklah, mari kita siapkan."
Queena tampak sibuk mengeluarkan beberapa tempat makan yang mampu menjaga kehangatan masakan dalam kurun waktu 6 jam itu.

Aliefa tersenyum sendu, ia seperti melihat dirinya yang dulu. Semangat yang ia selalu curahkan kepada masakan yang akan ia hidangkan untuk seorang yang teramat ia cintai dulu. Setitik air mata lolos dari mata bulat itu, sungguh Panji masih tetap memiliki tempat tersendiri di hati Aliefa.

"Kak, aku pergi dulu." Pamit Queena pada Ken

"Syukurlah kamu segera pergi Q." Jawab Ken sumringah

Aliefa tertawa melihat tingkah suaminya yang seperti anak kecil itu. Entah kenapa Queena tampak seperti adik perempuan bagi Aliefa.

***

Seperti biasa butuh waktu lebih dari 10 menit untuk menyiapkan semangat setiap kali bertemu dengan seorang Alfian Megantara. Bedanya kali ini ia berada d depan rumah megah Alfian.

"Ayo Queena, kamu bisa." Itulah yang ia rafalkan selama 10 menit terakhir.

Queena bukan hanya menyukai Alfian, tapi ia bersikap seolah sekretaris pribadinya. Queena selalu tau kapan dan dimana Alfian, bahkan dia bisa tau semua jadwal Alfian. Sudah terdengar seperti stalker bukan? Tapi itulah kenyataan, bagi Queena semua informasi tentang Alfian itu penting. Dan menurutnya itu hal wajar, karena sejauh ini dia tidak melakukan hal-hal diluar norma yang berlaku.

Namun sebenarnya. Queena melupakan satu hal penting, dan sampai detik ini. Ia sama sekali tidak menyadari itu.

"Selamat siang Fian." Itulah suara yang selalu menganggu setiap hari kini menyapa rungu Alfian yang sedang bersantai di gazebo belakang rumahnya.

Bukan hal yang tabu jika Queena mengetahui rumah bahkan entah bagaimana caranya, Queena mudah sekali akrab dengan semua asisten rumah nya itu.

Seperti biasa Alfian menatap tak minat bahkan ia tidak menjawab ucapan selamat siang Queena.

"Apakah kamu sudah makan siang Fian? Aku membawakan masakan spesial khusus untukmu, jadi ... Mari kita makan bersama."

Sungguh pernyataan Queena seakan mutlak tak terbantah di rungu Fian. Ia benar-benar sudah lelah mendebat dan mendorong Queena menjauh darinya. Ia hanya bersikap seolah supaya semua cepat selesai.

Alfian berjalan mendekat dan ia memilih duduk di kursi yang tak jauh dari gazebo. Queena menangkapnya sebagai persetujuan. Dengan cekatan Queena menyiapkan semua d atas meja, dan seperti biasa juga Queena mengambilkan bagian untuk Fian. Yah satu poin itu yang membuat Fian merasa tersentuh, entah kenapa ia seperti benar-benar dihargai.

"Apakah ini enak?" Pertanyaan Fian mengusik kepercayaan diri Queena

"Aku jamin ini enak, karena masakan ini benar-benar masakan kesukaan mas Andrean, jadi aku hafal betul takaran bumbu serta bahan-bahan yang dibutuhkan." Jawab Queena seakan semua normal.

Alfian tertegun sesaat, entah kenapa penuturan Queena tentang masakannya itu sedikit mencubit hatinya. Namun, ia tidak terlalu menghiraukan, karena sejujurnya Alfian tidak ingin hari liburnya dihabiskan hanya dengan Queena.

"Bagaimana, enak bukan?" Tanya Queena di sela makan mereka.

Suara bising itu menganggu Alfian yang sibuk dengan semua kata di dalam kepalanya. Dan ia hanya mengangguk singkat. Karena memang tidak dipungkiri jika masakan Queena sangat enak dan percis seperti masakan rumahan yang ia rindukan.

"Apakah aku boleh membawakan makan siang untukmu setiap hari?"

Tatapan Queena tampak menuntut jawaban, dan lagi-lagi Alfian hanya mengangguk singkat.

"Baiklah, mulai besok aku akan membawakanmu makan siang." Jawab Queena sumringah

"Apakah itu tidak mengganggumu? Maksudku, bukankah kau harus menyelesaikan pekerjaanmu di kantor?"

"Hei, apakah kau lupa siapa aku? Bukankah tidak akan terjadi apa-apa jika pemimpin perusahaan pergi hanya untuk memasak?"

Queena tertawa kecil hingga menunjukkan gigi gingsul yang membuatnya semakin terlihat manis. Dan Alfian kembali tertegun menatap senyum hangat itu.

"Baiklah, aku pamit. Besok aku pastikan kau makan siang enak Fian."

Alfian menarik nafas panjang, entah keputusan yang ia ambil ini benar atau tidak. Ia hanya tidak ingin menghilangkan senyuman yang Queena berikan tadi. Sungguh, bukankah akan terlihat jahat jika Alfian menolak?.

ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang