dua Abigail

3 0 0
                                    

"kita hanya tinggal menunggu hasil akhir dari permainan ini." Satu pesan mengukir senyum di wajah laki-laki bertahta.

***

Dua bulan sudah Queena berkutat dengan Abigail candy. Usahanya selama ini membuahkan hasil. Setidaknya Bastian telah menemui titik terang tentang kasus penurunan grafik penjualan dari Abigail Candy.

Senyum Queena terukir menghiasi wajah cantiknya. Entah kenapa ia merasa bahagia bisa membantu kedua orang tuanya kini. Dulu, ketika Queena belum memutuskan hidup mandiri. Bastian dan Sandra selalu menuntut dan egois yang akhirnya mengharuskan Queena menuruti semua keinginan demi memenuhi ambisi kedua Abigail.

"Apa persiapannya sudah selesai Pah?"

Bastian melirik seraya tersenyum lembut "sedikit lagi cutiepie."

Pernyataan Bastian membuat Queena merasa bangga menjadi bagian dari Abigail. Entah kenapa, kali ini ia sama sekali tidak mengutuk adanya darah Abigail yang mengalir dalam dirinya. Entah kenapa kali ini Bastian terlihat seperti rumor yang beredar. Bastian terlihat keren dimata Queena kali ini. "Yah ... Sepertinya rumor itu benar." Bathinnya

"Papa akan bertemu teman siang ini. Bisakah papa titip kembali Abigail Candy padamu cutiepie?"

Pertanyaan Bastian menimbulkan beberapa pertanyaan di kepala Queena. Alisnya bertaut, "siapa kiranya yang ayahnya maksud teman itu? Bukankah di Indonesia ini, seorang Bastian tak pernah memiliki teman bahkan kolega bisnis sekalipun?" Bathinnya

"Bisakah cutiepie?" Pertanyaan kedua kalianya Bastian mengejutkan ketermanguan Queena pagi itu.

Queena tersenyum kikuk "Baiklah."

***

Siang itu tak begitu terik, awan sedikit menghiasi dan menutup sang mentari hingga sinarnya hanya berani mengintip dari celah-celah awan yang bergelayut di langit nan biru.

"Rasanya sudah lama aku tidak menemui El." Gumam Queena sembari mencari kontak nama di benda pipih berlogo apel tergigit itu.

"Apakah kau di cafe? Aku ingin suplemen energiku khusus buatanmu." Queena tertawa pelan melihat pesan yang ia kirimkan pada Eldrich.

"As you wish princess." 

Tawa Queena mengudara. Entah kenapa ia merasa bersemangat setiap mengingat suplemen energi yang diberikan Eldrich selalu memanjakan lidahnya. Tak menunggu waktu lama Ia bergegas meninggalkan tahta Abigail dengan senyum sumringah.

Jika saja Tuhan memberikan setitik perasaan Cinta Queena untuk Eldrich, maka ia bertekad akan menjaganya hingga mekar dan memenuhi relung hatinya. Sungguh, Queena ingin sekali merasakan itu. Namun entah kenapa, berkali ia mencoba, maka berkali itu juga bayang Alfian memenuhi benaknya. Katakanlah ia bodoh, tapi sayangnya ... Perasaan tidak dapat dipaksakan bukan?.

Saat tiba di pelataran parking cafe King, matanya melihat kendaraan yang tidak asing yang kini terparkir di pelataran cafe King itu. Namun, tak urung Queena fikirkan. Karena menurut dia cafe adalah tempat yang bisa didatangi siapa saja bukan?.

Langkah Queena terhenti kala manik kecoklatan itu bertemu dengan tatapan dari mata elang yang bayangannya selalu memenuhi benak seorang Queena Abigail Hito. Manik kecoklatan yang cenderung lebih gelap itu menyandera Queena. Tatapan yang selalu ia rindukan itu kini ada di hadapannya.

Jika saja Tuhan mengijinkan. Sungguh Queena ingin sekali memeluk Alfian yang kini berdiri di hadapannya. Queena benar-benar merindukannya. Matanya terasa panas. Ia yakini jika sedikit saja ia lebih lama menatap manik itu, maka Queena pastikan air mata yang sedari lama ia tahan akan membanjiri pipinya.

Perlahan ia berpaling seraya berjalan melewatinya. Hatinya bertalu, ingin sekali ia berbalik dan mencurahkan semua keresahannya. Ingin sekali Queena menanyakan kebenaran yang ia tangguhkan selama ini. Namun ... Tak urung ia lakukan, karena bagi Queena Alfian akan selalu membencinya.

"Hai Cutiepie." Panggilan yang tak asing itu menyapa rungu Queena dan mengejutkannya.

"Papah?" Queena sedikit berlari menuju Bastian.

"Apakah kau sering datang kesini?"

"Sudah pasti. Bukankah Papa sudah tau siapa pemilik dari cafe ini?"

Tawa Bastian mengudara, Queena benar-benar tau kebiasaannya. Bastian memang bukan seorang yang dengan mudahnya berkunjung ke suatu tempat jika ia tak mengenal siapa pemilik tempat tersebut. Bastian cenderung lebih memilih tempat yang ia ciptakan sendiri ketimbang harus berkunjung ke tempat yang sama sekali tidak ia kenali. Yah, setidaknya itulah seorang Bastian. Ayolah , memangnya apa yang tidak bisa ia ciptakan jika itu hanya sebuah bisnis.

Queena merengut, ia tau jika Bastian tengah menggodanya.

Tawa Bastian kembali mengudara kala menyadari gadis kecilnya itu tengah merajuk. "Kau memang anak kami Cutiepie." Jawab Bastian seraya mengusap lembut puncak kepala Queena.

"Sepertinya saya mengganggu keharmonisan kalian?" Suara yang tidak asing menyapa rungu Queena dan Bastian.

"Hai El, bagaimana kabarmu?"

"Saya baik Om, seperti yang Om lihat. Saya mampu membangun mimpi saya sesuai yang saya janjikan." Jawab El jumawa

Alis Queena bertaut. Ia merasa penasaran dengan arti dari kalimat terakhir Eldrich. "Apa maksudnya sesuai yang ia janjikan memangnya." Bathin Queena

"Aku percaya padamu El, dan aku senang akan itu." Jawab Bastian bangga seraya menepuk pundak Eldrich.

"Apakah aku transparan disini?" Tanya Queena sebal

Eldrich tersenyum lembut seraya menepuk puncak kepala Queena. "Kau selalu terlihat untukku Princess."

Bastian menatap penuh arti dengan sikap Eldrich yang sama sekali tak berubah sedari dulu kepada Queena. Bastian bukan tak memahami atas sikap Eldrich pada anaknya, Queena. Sejatinya ia tau, sejujurnya Bastian mengerti jika Eldrich mencintai Queena. Namun, entah kenapa anaknya tak menunjukkan sebaliknya.

"Mana suplemen energiku El?"

"Baiklah, aku siapkan." Jawab Eldrich seraya berlalu

"Sejak kapan papa berkunjung kesini?"

Pertanyaan Queena menarik Bastian dari lamunan di masa lalu. "Belum lama."

Queena tampak mengangguk pelan. "Bukankah Eldrich orang yang hebat?"

"Papa tau, dan sejak dulu Papa percaya dengan kemampuan Eldrich."

Queena tersenyum melihat kepercayaan dari seorang Bastian Abigail Hito. Bastian bukan orang yang sembarangan percaya kepada orang lain. Entah sifat dari seorang raja bisnis memang seperti itu, ataukan itu hanyalah sikap seorang Bastian. Entah, Queena tak mengerti. Yang jelas sejauh ini. Bastian tak akan pernah sembarangan memberikan kepercayaannya pada siapapun.

"Ini suplemen energimu Princess."

"Akhirnya ... Kita bertemu lagi setelah sekian purnama aku disibukkan masalah." Jawab Queena sumringah seraya menyantap penuh semangat cake yang dibawakan Eldrich.

"Kalo begitu selamat menikmati. Saya permisi Om."

"Kenapa tidak temani kami saja disini El."

Eldrich menggeleng kepalanya pelan. "Pekerjaanku di dalam sepertinya merajuk minta diperhatikan." Jawabnya jenaka

Bastian tertawa sembari menggelengkan kepalanya melihat kepergian seorang Eldrich.

"Apa kau tidak tertarik padanya cutiepie?"

Queena terkejut, hampir saja cake yang tengah memanjakan lidahnya itu menghambur keluar "maksud papa?" Tanyanya heran

"Seperti yang kau tau, Eldrich seorang pria baik dan setidaknya aku tau siapa keluarganya."

Queena sedikit memahami maksud dari perkataan Bastian. Ia menatap sendu cake yang dibawakan Eldrich sesaat lalu. "Andai saja aku bisa. Aku sangat ingin. Tapi ..." Queena menarik nafas berat "tapi ... Aku tak bisa pah." Jawabnya sendu.

Bastian menyadari perubahaan sikap putrinya ."papa mengerti." Jawabnya seraya mengelus lembut surai kecoklatan putrinya.

ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang