keluarga hangat

0 0 0
                                    

Matahari sedikit meninggi kala Queena menapaki teras rumah yang megah bergaya klasik mediterania. Ia benar-benar takjub dengan rumah utama keluarga Megantara itu. "Bukankah rumah ini sangat cantik." Ungkap Queena dengan tatapan yang tak hentinya takjub kepada bangunan yang berada di depan matanya itu.

Alfian berdecih mendengar penuturan istrinya. Ia tau, rumah utama memang begitu mewah dan cantik. Ia akui itu. Namun, kenyataan jika rumah itu dihuni oleh tiga orang yang tak pernah mampu membuat Alfian merasa nyaman di dalamnya.

Ingatannya seakan kembali ke masa lalu. Hidup selama tiga tahun bersama dengan tiga orang yang Alfian benci nyatanya cukup mampu membuatnya jadi pribadi yang dingin dan tak mudah percaya pada orang lain. Alfian hanya berfikir jika yang mampu ia percayai hanyalah dirinya sendiri.

Saat pertama sampai di depan gerbang yang menjulang tinggi, Queena disambut dengan senyuman ramah satpam yang membukakan pintu gerbang. Tatapan satpam itu menyiratkan bahagia kala mendapati Alfian berkunjung. Semua terbukti saat tak hentinya dia berbicara saat melihat Alfianlah yang datang.

"Den Alfian. Selamat atas pernikahannya." Ungkapnya lagi saat kini kami berada di depan pintu bercat putih gading yang cukup menjulang tinggi.

Alfian hanya mengangguk sebagai jawaban dengan aura wajah yang tak berubah semenjak keduanya sampai di jalan perumahan elite tersebut.

Pintu terbuka dan ada sosok yang telah sedikit berumur menyambut kami dengan sedikit terkejut tapi juga sarat bahagia saat mendapati Alfianlah yang berada di depannya.

"Den Alfian, bibi senang melihat aden sehat." Ungkapnya tulus. Ia beralih menatap Queena juga dengan raut yang tak berubah. Senyum ramah dengan tatapan sarat akan rindu itu membuat hatiku hangat. "Selamat atas pernikahan aden dengan nona Queena." Tuturnya lagi.

Queena tersenyum seraya mengangguk. "Terima kasih."

Tatapan Queena beralih ke suaminya. Ia sedikit terkejut kala mendapati air muka Alfian yang melembut kala melihat wanita yang berumur di depannya kini.

"Terima kasih. Datanglah akhir bulan ini. Kumohon." Pinta Alfian yang di angguki wanita di depan mereka kemudian.

"Mari masuk, Tuan dan Nyonya sudah menunggu kedatangan kalian." Titahnya.

Genggaman Alfian sedikit menguat kala mereka melangkah memasuki hunian utama Megantara itu. Queena tak mengerti apa yang terjadi antara suaminya dengan keluarganya itu.

Queena menatap takjub kepada interior rumah utama Megantara ini. Semua ditata begitu rapih dan bernuansa soft. Ivory menjadi warna yang mendominasi hunian ini.

"Zayn. Mari masuk nak." Suara lembut menyapa dan mengejutkan Queena yang masih setia mengagumi interior rumah mertuanya itu. Keterkejutannya ditambah dengan heran saat mendengar panggilan ibu mertuanya itu untuk suaminya.

Queena tersenyum canggung. Ia menatap ibu mertuanya, Clarissa yang bahkan terlihat lebih cantik dibandingkan dengan foto yang tersebar di internet.

"Kau sangat cantik sayang." Puji Clarissa seraya tersenyum hangat menyambut Queena. "Pantas Zayn menyembunyikanmu selama ini." Imbuhnya.

Lagi-lagi Queena dibuat bertanya-tanya perihal nama panggilan yang digunakan Clarissa untuk Alfian. Ia tersenyum canggung. "Jangankan ibu, aku sendiri pun masih tidak percaya jika ternyata ia adalah istri seorang Alfian Megantara." Ujarnya dalam hati.

"Mari duduk nak. Ayah sudah menunggu kalian sejak pagi." Ucap Nyonya Clarissa lagi.

Queena melirik seorang yang kini tengah duduk pada sofa yang berwarna nude di ruang keluarga. Ketakutannya seakan kembali muncul manakala hanya keheningan yang tercipta saat Nyonya Clarissa meninggalkan mereka bertiga.

ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang