Selepas kepulangan Aliefa dan Ken. Queena masih terfikirkan penuturan Alfian. Dia tidak mengatakan jika menikahi Queena adalah bentuk Alfian mencintainya. Queena menyeringai miris "Akan lebih bagus jika dia sedikit berbohong."
"Apa yang sedang kau fikirkan Q?"
Suara lembut Alfian mengejutkan Queena. Ia meringis kala merasakan deru nafas Alfian di telinganya. Sejujurnya ia merasa belum nyaman berada terlalu dekat dengan Alfian selama belum mendengar pernyataan cinta Alfian. Ayolah, dia bukan kekanak-kanakan. Tapi mengingat pernikahan yang terjadi karena kejatuhan dan kerjasama Abigail dengan Hazel yang terjalin, Queena tidak ingin jika ia terlalu percaya diri.
"Aku belum mengantuk."
"Apa kau tidak keberatan mendengar cerita tentang ibuku?"
Queena mengangkat kedua alis tak percaya. Sebenarnya sejak kemarin ia ingin sekali bertanya tentang ibu Alfian yang baru ia ketahui ternyata bernama Alceena Xaviera. Karena sejauh yang Queena tau. Alfian adalah putra sulung dari pasangan Damar Megantara dengan Clarissa Alvaro.
Queena bersandar di kepala ranjang. Namun tiba-tiba ia dikejutkan dengan tindakan Alfian yang saat ini tengah bersandar di pangkuannya.
Menyadari keterkejutan Queena atas apa yang dilakukan Alfian? "Biarkan aku seperti ini. Kumohon."
Queena tersenyum. Tanganya terulur mengelus lembut kepala Alfian. "Aku tidak tau jika ibumu berbeda dengan biodata yang tersebar di internet."
"Kau ingat saat aku meninggalkan Aliefa saat itu?"
Ada rasa nyeri saat ia mengingat suaminya sempat mencintai istri dari kakaknya itu.
"Itu karena ayah membawaku bersamanya. Dia mengatakan jika aku adalah penerus sah Megantara." Lanjut Alfian.
Queena masih tetap mengelus lembut kepala Alfian tanpa berniat menjawab Alfian.
"Satu minggu setelah ibuku meninggal, ayah mengutus seseorang untuk membawaku."
"Maaf." Queena berbicara sendu kala mendengar kabar duka dari suaminya tersebut.
Alfian tersenyum tipis. "Bukan salahmu jika kau tidak mengetahui siapa ibuku."
"Ayah memang tidak pernah membicarakan sosok ibu. Apa kau tau?" Alfian menyeringai miris. "Ibu menentang keluarga besarnya hanya demi ayah." Tambahnya.
"Itu jugalah alasan kenapa ibu tidak pernah menemui keluarganya selepas bercerai dengan ayah."
"Aku masih berusia tujuh tahun saat kejadian itu. Tentunya aku telah cukup mengerti apa yang terjadi."
"Apa alasan ayahmu menceraikan ibu?"
Alfian menatap Queena lekat. Helaan nafas terdengar dari Alfian. Ia bangun dan turut bersandar di kepala ranjang. "Pernikahan ayah dan ibu tak mendapat restu dari kedua keluarga. Tentunya mereka hanya menikah di bawah tangan."
Queena cukup terkejut. Ia sedikit takut jika Alfian akan berlaku sama. Karena sejauh ini pernikahan mereka hanya sebatas kedua belah pihak dan belum tercatat di pengadilan agama.
Alfian meraih tangan Queena kala menyadari ketakutan yang tersirat pada parasnya. "Aku pastikan tidak akan pernah seperti ayah." Ucapnya lembut seraya mengecup kening Queena.
"Lalu ... Kenapa ayah harus menikahi nyonya Clarissa? Sejak dulu aku mengira jika nyonya Clarissa adalah ibumu."
Alfian tersenyum tipis. "Ayah menerima perjodohan dari kedua orang tuanya. Aku sangat marah saat itu. Sejak perceraian itu. Ibu sering sakit dan tentunya aku masih belum bisa berbuat apapun. Pendapatanku dari belajar berbisnis kecil-kecilan hanya mampu memenuhi kebutuhan kami sehari-hari."
Queena merasa iba mendengar cerita Alfian. Ia memberanikan diri memeluk suaminya dan bersandar di dadanya. "Kenapa aku tidak bertemu denganmu sejak dulu." Ucapnya parau.
Alfian terkekeh mendengar ucapan istrinya itu. "Apa kau yakin akan melihatku? Bukankah Andrean masih setia menjadi tujuanmu?"
Queena semakin mengeratkan pelukannya kala mendengar kalimat Alfian tentang Andrean.
"Kenapa ayah mencarimu untuk mewariskan perusahaannya? Bukankah kau memiliki adik yang bernama Julian?"
"Awalnya aku tidak mengerti. Namun saat aku mulai tinggal bersama dengan ayah, akhirnya aku tau kenapa ayah memilihku sebagai pewaris sah dari Megantara."
Queena menatap Alfian penuh tanya. "Apa Julian bukan anak ayahmu?"
Tawa Alfian mengudara. "Kenapa kau sampai berfikir seperti itu?"
Queena meringis. "Biasanya kejadiannya seperti itu."
"Tidak sayang, Julian darah daging ayah. Namun kehidupan bebas yang dia jalani membuat ayah ragu mempercayakan semua aset perusahaan padanya."
Queena tertegun, ia merasa bahagia mendengar panggilan sayang Alfian untuknya.
"Ayah menelpon untuk membawamu ke kediamannya."
Queena terkejut. Dia melepaskan pelukannya pada Alfian. "Tapi ... Untuk apa?"
Alfian tersenyum dan mengelus lembut pipi istrinya itu. "Kau istriku, ingat? Kau bagian dari Megantara."
Queena tampak meremas jemarinya gugup. Ia melupakan keharusan yang satu itu. Tentu saja setelah menikah ia harus bertemu keluarga besar dari Alfian bukan? "Apakah mereka semua baik? Bagaimana jika mereka tidak menerimaku?"
"Hei, hei tenanglah. Aku bersamamu. Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu."
Queena menatap lekat Alfian. "Tapi kuharap kau akan tetap berada di sisiku saat bertemu Julian nanti." Ucap Alfian penuh kekhawatiran.
Queena mengerutkan kening tak mengerti. Kenapa Alfian sangat takut jika aku bertemu Julian nanti.
"Apapun yang terjadi nanti, kumohon percayalah padaku. Dan selalu mengingat jika kau adalah istriku."
Queena mengelus lembut pipi Alfian. Dia mengerti ketakutan Alfian. Meski dia tak tau penyebab pastinya. Namun saat ini Queena ingin meyakinkan Alfian. Jika dia tak akan pernah meninggalkan suaminya itu.
"Maaf jika aku belum meresmikan pernikahan kita. Ada hal yang harus aku selesaikan."
Queena mengangguk pasti. "Selesaikanlah, aku tidak akan menuntut apapun darimu selama kau masih mengingatku sebagai istrimu."
"Terima kasih." Jawabnya lembut.
"Apa aku boleh sedikit bertanya?"
Kedua alis Alfian terangkat menunggu kalimat yang akan ditanyakan istrinya itu.
"Apa ... Apa kau dan Luna sempat bertunangan?" Tanya Queena ragu.
Alfian tersenyum seraya menarik istrinya ke dalam pelukannya. "Kami memang dekat, tapi tidak pernah memiliki hubungan apapun selain hanya sebagai sahabat." Tutur Alfian yakin.
Queena mengerucutkan bibirnya. "Lalu, bagaimana dengan saat ini? Ya tentunya kau tau siapa di balik kejatuhan perusahaan papaku."
Helaan nafas pelan terdengar dari Alfian. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Percayalah padaku, percayalah pada pernikahan kita."
"Lalu, apa gaun pernikahan yang kau pesan itu ... Untukku?" Cicit Queena.
Alfian tertawa pelan mendengar kalimat itu. "Kau tau jawabannya Q."
Queena memberengut. "Kenapa dia tidak menjawab saja. Kenapa senang sekali membuatku bertanya-tanya." Bathinnya.
"Aku bukan laki-laki yang akan mengambil keputusan begitu saja sayang. Percayalah, membawamu menjadi istriku bukan perkara mudah."
Queena tersenyum mendengar penuturan Alfian. Ia memberanikan diri mengecup bibir suaminya itu. Namun, saat Queena hendak menjauh, Alfian menarik tengkuk Queena dan memperdalam ciuman mereka.
Alfian memagut lembut bibir istrinya, tak ada nafsu disana. Ciuman itu benar-benar terasa seperti beribu kata yang hanya mereka berdua yang mengerti. Queena memejamkan matanya, ia menikmati ciuman Alfian yang terasa memujanya itu. Kelembutan yang Alfian berikan seakan menjawab seluruh pertanyaan yang hinggap di benak Queena.
Queena melepas pagutannya saat pasokan oksigen dirasa habis. Alfian menyatukan keningnya dengan Queena. "Lihatlah aku, suamimu ini. Alfian Megantara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reflection
RomanceQueena Abigail Hito. Ya, dia seorang gadis yang selalu merasa sendiri. namun, tidak lagi setelah Ia bertemu dengan sosok yang menggerakan kembali hatinya yang beku dan dipenuhi dendam. "baiklah pak Alfian. Kita lihat, seberapa kuat anda bertahan de...