kehangatan Clarissa

2 0 0
                                    

Langit masih sedikit gelap saat Queena terbangun di dalam pelukan suaminya, Alfian. Menggigit bibirnya pelan seraya tersenyum saat ia mengetahui lagi fakta tentang nama Alfian. Jujur saja. Ia lebih menyukai nama Zayn dibandingkan nama tengah lelaki itu.

Ia menatap dan mengecup pipi suaminya singkat. "I love you Zayn."

Queena bergerak perlahan. Dia melepaskan pelukan suaminya yang melingkar di pinggangnya. Ia sedikit meringis kala menatap jam di atas nakas menunjukkan pukul enam pagi. "Ya Tuhan, aku malu sekali." Gumamnya.

Jika saja ia tidak sedang menginap di rumah mertuanya. Maka akan dengan sangat senang hati ia bergelung dalam pelukan hangat Alfian. Tapi ... Ayolah, ini rumah mertuanya. Akan sangat tidak nyaman jika ia bangun terlalu siang nantinya.

Queena bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia tidak ingin terlihat sebagai menantu yang jorok dan malas. Ia bergidik ngeri hanya membayangkan jika mertuanya akan menilai dia seperti itu.

Pukul tujung kurang, Queena telah terjun ke dapur dan melihat beberapa asisten rumah tangga yang sibuk berjibaku menyiapkan sarapan. Ia mendekat. Mungkin saja ada yang bisa ia bantu. Pikirnya.

"Q?" Suara lembut yang menemaninya satu hari kemarin mengejutkan Queena juga dua asisten yang sejak tadi fokus pada bahan masakan di depannya.

Queena terhenyak di tempat. Dia tersenyum melihat Clarissa yang menghampirinya.

"Sedang apa sayang?" Tanya Clarissa saat kini ia berdiri di hadapan Queena.

"Aku ingin membantu bu."

Clarissa tersenyum. "Ibu bersyukur Zayn mendapatkan istri sepertimu. Tidak hanya cantik, tapi kau juga mau turun ke dapur."

Queena meringis. Dia merasa malu. Pasalnya kemampuan memasaknya masih jauh dari kata sempurna. "Aku masih ingin belajar bu." Ungkapnya jujur.

Clarissa lagi-lagi tersenyum. "Ibu akan mengajarimu apapun Q. Jangan pernah sungkan." Tuturnya lembut.

"Terima kasih."

"Kamu sama seperti ibu. Tidak nyaman berdiam diri tanpa melakukan apapun bukan?"

Queena tertawa kecil. Ibu mertuanya itu benar.

"Ikut ibu duduk di ruang keluarga Q." Titah Clarissa.

Queena mengernyit. Apa kiranya yang akan ibu mertuanya itu ceritakan sepagi ini. Ia mengekori Clarissa dengan berbagai pertanyaan yang hinggap di benaknya.

"Sepertinya kau cukup bisa menilai sikap Zayn pada ibu." Ungkap Clarissa saat keduanya di ruang keluarga.

Queena tersenyum kecil seraya menunduk. Jujur, ia tak tau harus bersikap seperti apa saat ini.

Clarissa menghela nafa pelan. Ia menyeringai miris. "Ibu menyayangi Zayn seperti ibu menyayangi Julian." Ungkapnya. "Tapi sepertinya Zayn tidak melihat itu." Imbuhnya.

Queena masih setia menunduk. Ia tidak tau harus menjawab apa. Ia ingin tau, tapi juga ia tidak ingin melewati batas. Walau bagaimanapun. Ini adalah masalah internal keluarga ini. Pikir Queena.

Tatapan Clarissa menerawang. Ia tersenyum. "Aku ingat saat dulu Alceena mengatakan jika Zayn menyayangiku."

Queena terkejut. Tatapannya melebar. Kalimat Clarissa cukup membuatnya tercengang. Bukan, bukan. Tepatnya nama yang Clarissa sebutkan tadi. Alceena? Bukankah itu ibu kandung Alfian? Suaminya.

Clarissa tersenyum seakan mengerti keterkejutan Queena pagi itu. "Sepertinya kau tau siapa Alceena."

Queena mengangguk pelan. Isi kepalanya terasa penuh dengan beribu pertanyaan untuk ibu mertuanya.

ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang