lembut 2

0 0 0
                                    

Waktu masih menunjukkan pukul dua belas kurang. Tengah hari yang dirasa tidak terlalu terik bagi Queena ternyata membuatnya terlalu bersemangat hingga kini ia tengah berada di dalam ruangan kebesaran suaminya, Alfian.

Ia tampak sesekali duduk di kursi kebesaran suaminya itu. Menurut Agnes, suaminya sedang ada pertemuan penting sejak dua jam yang lalu. Dan akhirnya disinilah dia. Dirundung kebosanan karena ketiadaan Alfian menyambutnya. Ayolah, bahkan sejak dia membuka mata pagi tadi, rasa rindunya tak terbendung untuk Alfian.

Helaan nafas panjang sesekali terdengar dari Queena. Bahkan pesan yang ia kirimkan setengah jam yang lalu pun belum terbaca oleh sang suami.

"Kenapa lama sekali." Ucapnya dengan bibir yang mengerucut. Bosan. Dia sangat bosan. Ia menatap arloji di lengan kirinya. Bahunya terkulai. Waktu sudah berlalu empat puluh menit sejak kedatangannya, bahkan tanda-tanda kedatangan Alfian pun belum terlihat.

Queena tampak berjalan ke rak buku yang tak jauh dari sofa. Ia mencari sesuatu yang mungkin saja dapat mengobati rasa bosannya siang itu. Bibirnya mencebik kala ia hanya mendapati deretan buku tentang bisnis dan perusahaan. "Kenapa semua buku ini membosankan." Gumamnya. Namun tak lama ia mematung.

"Maaf membuatmu menunggu lama зая (zaya)." Bisik Alfian di telinganya.

Queena meringis kala mendapati ciuman Alfian di tengkuk serta lehernya itu. Ia memutar tubuhnya hingga kini menghadap menatap suaminya yang terlihat cukup lelah siang itu "Apa kau sangat sibuk hari ini?"

Alfian menarik pinggang Queena untuk lebih mendekatkan jarak mereka. "Sepertinya tadi meeting terakhir untuk hari ini." Jelas Alfian.

Queena mengelus kedua pipi suaminya. Seulas senyum terbit dari bibirnya. Dan Alfian tak mau membuang kesempatan itu. Ia mulai mengecup dan memagut lembut bibir candu istrinya, Queena. Percayalah, hanya melihat Queena menunggu di ruangannya saja sudah sedikit menghilangkan rasa lelahnya itu.

Ciuman Alfian semakin liar kala ia mulai mengecup leher Queena yang saat ini sudah terduduk di meja kebesarannya itu. Lenguhan Queena lolos di sela nafasnya yang tersengal karena ciuman Alfian sesaat tadi. "Apa kau melupakan makan siang kita милая (milaya)?"

Seakan tersadar, Alfian menghentikan aktifitasnya. Ada sorot tatapan kecewa kala ia menatap Queena. Dan tentu saja Queena tertawa dibuatnya.

Alfian menjauh dan melangkah malas ke arah sofa yang di atas mejanya sudah tersaji masakan istrinya itu. "Baiklah."

Ketukan pintu yang langsung terbuka karena orang kepercayaan Alfian membuat Queena terkejut dan merasa lega bersamaan. Pasalnya, jika saja tadi ia tak mengingatkan Alfian tentang makan siang mereka. Maka dapat dipastikan Rein akan melihat sesuatu yang akan membuat Queena merasa malu saat berkunjung ke kantor suaminya itu.

"Tidak bisakah kau menungguku membuka pintu itu Reinaldi Aditama?" Geram Alfian.

Rein hanya meringis dan tersenyum canggung saat mendapati Queena juga tengah berada di dalam ruangan itu. "Maaf, aku tidak tau jika ternyata ada tamu special yang berkunjung." Sesal Rein.

Queena tertawa pelan. Ia tak pernah melihat suaminya terlihat kesal sekaligus menggemaskan seperti saat ini.

Queena menggeleng. "Aku tidak keberatan." Seakan teringat makan siang yang dibuatnya sedikit terlalu banyak. Ia menatap Rein. "Kebetulan aku memasak terlalu banyak hari ini. Jadi akan sangat bagus jika kau ikut bergabung makan siang bersama kami." Tutur Queena.

Alfian mendelik, ia menatap tak suka pada Queena dan Rein bergantian. Ayolah, tidakkah istrinya itu mengerti jika Alfian hanya ingin berdua saja dengan Queena siang ini.

ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang