penolakan

4 0 0
                                    

"Buat mereka jatuh. Hingga datang padaku." Satu pesan kembali muncul layaknya perintah.

***

Waktu menunjukkan pukul 19.00 dan Alfian tak ingin sekali beranjak dari kursi kebesarannya. Sungguh ia tak ingin mengingat janjinya bertemu dengan Saka Adiwijaya. Entah kenapa akhir-akhir ini Luna terlihat sekali menuntut. Dan Alfian tidak suka itu.

Jerit gawai yang meminta perhatian sejak tadi sama sekali tak mengusik Fian. Sejujurnya Fian tau beberapa kali Luna menghubunginya. Namun, tak urung Fian menjawab.

"Aku dan ayah sudah menunggumu sejak tadi. Jadi, bisakah sekarang kau datang?" Suara dari sebrang saluran telpon terdengar seakan menuntut.

Yah ... Meski wajar jika itu adalah dering setelah puluhan kali yang akhirnya dengan terpaksa Alfian jawab.

"Baiklah." Jawab Alfian dingin sebelum ia menutup sambungan telpon.

Alfian menyugar rambutnya kasar. Kenapa dia harus mengenal Luna. Sejenak Ia mengingat ucapan Rein tentang Luna. Dan dengan bodohnya ia menampik semua ucapan Rein kala itu. "Kau bodoh Fian." Gumamnya

***

"Ayah senang bertemu denganmu setelah sekian lama." Ucap Saka saat Alfian sampai di kediamannya.

"Apa kabar om?"

Tawa Saka mengudara. Ia tampak percaya diri karena kedatangan Alfian malam itu. "Aku senang mendengar perusahaanmu berkembang pesat. Dan aku tau kau bisa mengalahkan Abigail."

"Om terlalu berlebihan, aku tidak sanggup melawan keluarga Abigail."

"Aku percaya kemampuan dan ambisimu Fian."

Alfian hanya tersenyum samar menanggapi apa yang dikatakan Saka. Entah kenapa malam itu Alfian merasa tak nyaman dengan kehadiran Luna yang kini duduk disampingnya.

"Maksudku mengundangmu kemari adalah ingin membantumu menguasai bisnis ini."

Kening Alfian berkerut, ia sungguh tidak mengerti maksud dari perkataan Saka.

"Aku rasa kau sudah terlalu lama sendiri. Jadi akan lebih baik jika dalam masa jaya seperti sekarang ini kau mencari pendamping hidup."

Alfian mulai mengerti arah pembicaraan Saka. Dan Alfian bisa menebak jika Saka berniat menawarkan Luna untuk menjadi pendamping hidupnya.

"Dan kurasa, Luna adalah kandidat yang cocok untukmu. Selain ia mengenalmu sejak dulu, Luna juga sangat mengerti semua kebutuhan dan perasaanmu bukan?"

Alfian menyeringai, ia sungguh tak ingin lagi bersikap ramah terhadap Saka. Ia sangat tidak menyukai ada orang lain yang mengatur hidupnya. Dan Alfian rasa Saka tak pantas menilai siapa yang pantas dan tidak pantas untuk bersanding dengannya.

"Sebelumnya terima kasih atas tawaran anda. Tapi saya rasa bukan kewajiban anda mengatur kehidupan saya, ataupun menilai kehidupan saya. Tuan saka terlalu berani memasuki batas kehidupan saya. Jadi ... (Alfian tampak menatap Luna sebentar) Aku yang akan memilih siapa yang pantas menjadi pendamping hidup masa jayaku nanti."Alfian terdengar tak terbantah. "Kurasa percakapan ini selesai. Saya permisi." Tambahnya seraya pergi meninggalkan ketermanguan Luna dan Saka.

Luna tidak percaya jika ini adalah kesekian kalinya Alfian menolak. Apa kurangnya ia. Luna yakin jika Alfian berubah karena gadis yang ia lihat di cafe waktu itu.

"Fian ... Tunggu, apa tidak sebaiknya kau fikirkan dulu perkataan ayah." Pinta Luna

Alfian berhenti sejenak "terima kasih atas semua kebaikanmu Luna. Tapi aku tidak bisa menikahimu." Jawabnya tanpa melihat Luna.

Luna menyerah, ia mengerti jika Fian tidak pernah melihatnya sebagai lawan jenis. Ia menangis tergugu melihat kepergian Alfian yang kian menjauh. Sungguh ia tak pernah mampu menggapai seorang Alfian Megantara.

ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang