kembali bertemu

5 0 0
                                    

Hampir dua bulan ini Queena disibukkan dengan perusahaan Abigail Candy. Sesuai janjinya bulan lalu kepada Bastian, kini ia tengah sibuk kembali berkutat dengan beberapa dokumen yang entah sejak kapan menjadi asing baginya. Grafik-grafik penjualan dan beberapa bagian tentang Abigail kembali memenuhi kepalanya.

"Kenapa aku setuju membantu papa." Gumamnya penuh sesal

Queena benar-benar tak mengerti apa yang terjadi pada perusahaan orang tuanya itu. Hampir satu bulan ia crosscheck pun, sama sekali tak terlihat kejanggalan itu. Semua benar-benar terlihat normal. Namun, grafik penjualan malah semakin menurun dari biasanya. Tak ayal Queena mencoba mendatangi beberapa toko ataupun grosir yang biasanya menjual produk Abigail Candy. Dan semua menjelaskan jika permen produksi mereka sulit terjual. Bahkan pegawai serta pemilik toko pun mempertanyakan kenapa.

Queena sempat berfikir apakah ada yang mengurangi komposisi bahan pembuatannya. Dan beberapa kali ia cek rasa setelah pembuatan. Namun, ia benar-benar tidak menemukan kejanggalan dari segi rasa atau lainnya. Semua masih terasa seperti dulu. Ia mulai jengah mencari dan bolak-balik membaca data yang diberikan ayahnya, Bastian. Namun, semua tetap tidak membuahkan hasil. Queena benar-benar tak mampu menebak apa yang salah dari penurunan drastis ini.

"Hallo cutiepie." Suara Bastian mengejutkan lamunan Queena.

Queena menyambut Bastian dengan senyum lelah. Dan Bastian menyadari kelelahan putrinya itu.

"Jangan terlalu dipaksakan, mungkin ini adalah kejatuhan Abigail Candy, cutiepie." Bastian mengelus lembut surai hitam kecokelatan itu seraya menatap hangat manik cokelat putrinya.

"Tapi Pah, aku benar-benar ingin mencari tau apa yang terjadi. Tidakkah Papa merasa ada yang ganjil selama ini." Tatapan Queena kembali fokus pada deretan huruf di layar datar berlogo apel tergigit itu. "Apa Papa sudah memeriksa data seluruh karyawan perusahaan? Termasuk dengan keluar masuknya karyawan dalam tiga bulan terakhir?" Tambahnya.

Bastian tercengang, putrinya benar. Dan sampai saat ini pun Bastian masih berfokus pada kesalahan bahan serta beberapa review.

"Segera kirimkan laporan karyawan enam bulan terakhir." Ucap Bastian pada seorang di sebrang telpon.

"Papah selama ini hanya fokus pada komposisi bahan yang mungkin saja ada kesalahan takar. Kenapa papah sama sekali tidak memikirkan itu cutiepie. Terima kasih." Bastian tersenyum bangga melihat putrinya.

"Aku senang bisa membantu papah."

Bastian mengambil alih kursi kebesarannya. Ia berkutat pada informasi yang diberikan seseorang di sebrang telpon sesaat lalu. Matanya terus bergerak membaca deretan huruf yang memenuhi layar datar berlogo apel tergigit itu.

Queena menatap Bastian bangga. Papahnya itu terlihat sangat keren dengan kursi kebesarannya. Entah kenapa Queena seakan melihat Alfian yang penuh ambisi seperti papanya.

"Apa ada yang salah dengan laporannya pah?" Queena tampak tertarik dengan air muka Bastian yang berubah.

"Coba tolong perhatikan ini cutiepie, papa rasa ... Kita harus lebih cerdik dari mereka."

Queena mendekat dan turut memperhatikan beberapa data yang sungguh diluar dugaan. Entah kenapa mereka bisa lolos dari interview.

"Yah, sepertinya masalah sudah terpecahkan. Kurasa kita harus sedikit merayakan ini." Ungkap Queena.

Bastian tertawa, putrinya itu memang keturunan Abigail. Jiwa bisnis dan ketelitian yang sepenuhnya menurun dari Bastian ada pada seorang Queena Abigail Hito.

"Kau pergilah dulu cutiepie. Papah akan menjemput mamamu dulu."

"Baiklah, aku tunggu di cafe King." Ungkapnya seraya berlalu meninggalkan ruangan Bastian.

Sudah satu bulan lamanya ia tak melalui jalan ini. Pekerjaan Aurora pun hanya Queena kerjakan melalui email dari perusahaan Abigail candy. Ayolah satu bulan ini entah kenapa ia ingin sekali memecahkan kejanggalan yang terjadi pada perusahaan orang tuanya itu. Queena menjalankan dengan pelan kendaraan roda empat miliknya ketika melewati tahta kebesaran kekasih hatinya, Alfian Megantara.

Matanya menatap sendu, ia menyeringai miris. "Sudahlah, ia bukan lagi seseorang yang harus kau dapatkan." Gumamnya menghibur diri sendiri.

Queena menghirup udara segar di siang yang tidak terlalu terik itu. Entah kenapa, ia merasa apa yang ia khawatirkan tentang perusahaan orang tuanya semakin menemukan titik terang. Senyum yang terukir kian menghilang. Tatapannya sendu. Hatinya berdegub kencang kala seseorang yang sejak dua bulan lalu ia coba lupakan itu kini berada dihadapannya. Rindu yang ia rasakan seakan kembali memenuhi relung hatinya. Jika saja Queena bisa memeluk raga yang nampak lelah itu, jika saya Queena berhak atasnya. Jika saja ...., ia menarik nafas berat. "Sudahlah, semua andai itu hanya sebatas angan." Bathinnya.

Untuk beberapa saat ia terpaku di depan Alfian. Mata Queena beradu tatap dengan Alfian. Tatapan Alfian sarat akan kerinduan. Siang itu Queena menangkap tatapan kerinduan Alfian kala mata mereka beradu. Tatapan yang biasanya dingin, entah kenapa kala itu Alfian menatapnya lembut.

Queena menarik nafas dalam sebelum ia mengalihkan pandangan dan mencoba berusaha untuk tampak baik-baik saja di depan Alfian. Queena sudah berjanji untuk tidak kembali mengganggu Alfian yang saat ini notabennya adalah tunangan dari seorang Luna, wanita yang menemuinya di cafe dua bulan lalu.

Queena menarik nafas panjang kala ia berhasil menjauh dari Alfian, kakinya terasa gemetar saat berhadapan dengan Alfian. Ia benar-benar gugup. Ia menyeringai miris. Bolehkan ia berharap sedikit saja kala ia mengingat tatapan Alfian tadi.

Queena menyentuh dadanya yang kian berdegub kencang. Entah kenapa sesaat ia menangkap tatapan kecewa Alfian kala Queena mengalihkan pandangan. "Sadarlah Queena, itu adalah ketidakmungkinan bagimu." Gumamnya.

"Hai Princess, apa kabarmu. Maaf aku tidak mengunjungimu akhir-akhir ini."

"Aku baik-baik saja. Seperti yang kau tau aku membantu perusahaan papa, dan yah ... Untuk saat ini kami sedikit bisa menghirup udara segar."

Eldrich mengetahui kondisi perusahaan Abigail Candy, dan ia juga tau jika Queena membantu kedua orang tuanya. Itulah pula kenapa Eldrich tak ingin menemui Queena. Meski ia tau suplemen energi Queena ada pada kue buatan Eldrich. Namun, memurut Eldrich. Queena bukanlah sosok yang bisa diganggu saat ia tengah fokus pada satu tujuan.

Queena tampak senang menikmati cake yang dibawa Eldrich "Ya Tuhan ... Sudah lama aku merindukan suplemen energiku ini."

Eldrich tertawa melihat tingkah Queena yang selalu ia rindukan itu "Pelan-pelan Princess, aku tau kau sangat menyukai cake ini." Ucapnya seraya mengelus lembut puncak kepala Queena.

"Tapi ini enak sekali. Aku benar-benar ingin menangis." Tawa Queena kian pelan kala matanya menatap keluar cafe yang saat itu berdiri seorang Alfian dengan tatapan tak suka dengan jemari tangan yang mengepal kuat menatap ke arahnya.

Banyak sekali pertanyaan di dalam kepala Queena kala ia melihat tatapan kebencian Alfian siang itu. Queena merasa sedih setiap ia melihat tatapan penuh kebencian dari Alfian. "Apakah mata yang menatap lembut sesaat lalu itu hanya kebohongan?" Bathinnya.

ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang