sarapan manis

0 0 0
                                    

Queena terbangun dalam kesendirian. Tatapannya menyapu seluruh ruangan kamar mencari sosok yang menyentuh lembut setiap inchi tubuhnya malam tadi. Namun nihil, tak ada sedikitpun tanda kehadiran Alfian di kamar itu.

Tatapan yang sebelumnya bahagia kini menjadi sendu. Kenapa Alfian tidak membangunkannya. Helaan nafas panjang terdengar dari Queena. Tangannya menarik selimut untuk menutupi tubuh bagian atasnya.

Queena meringis kala bangkit dari tempat tidurnya. Bagian inti dalam dirinya masih terasa ngilu dan sakit. Tentunya ia mengerti alasannya. Bahkan perlakuan Alfian yang sangat lembut semalam pun masih menghadirkan air mata kala akhirnya status pernikahan kami menjadi sempurna. Fikir Queena.

Tatapan yang semula sendu. Kini kembali berbinar kala ia mendapati sarapan sederhana lengkap dengan sticky note. Bibirnya melengkung senang kala membaca kalimat sederhana namun hangat dari suaminya.

"Pagi зая (zaya), kuharap tidurmu nyenyak. Ada urusan mendadak pagi ini. Maaf tidak memberitahumu sebelumnya. Aku tidak ingin mengganggu tidur cantikmu. Hubungi aku setelah sarapan. Suamimu, Alfian."

Ia memeluk lembut sticky note yang juga menjadi pelengkap sarapannya pagi itu. Senyum Queena terbit. "Maaf sempat berfikir yang tidak-tidak tentangmu милая (milaya)." Gumamnya di sela sarapan paginya yang terasa sangat lezat itu.

Queena mematut diri di depan cermin kala ia telah membersihkan diri dan berendam di air hangat yang menurut Alfian dapat meredakan sedikit rasa ngilu juga sakit pada dirinya. Ia menggigit bibirnya kala mendapati banyaknya tanda kepemilikan yang menghiasi tubuhnya itu. Darahnya berdesir kala mengingat lagi kelembutan Alfian tadi malam. "Rasanya aku sudah sangat merindukanmu милая (milaya)." Ucapnya.

Ia menutupi wajahnya kala mengingat kejadian semalam. Kelembutan yang diberikan Alfian mampu membuatnya meneriakkan nama lelaki itu berkali-kali.

Suara bel mengejutkan kunyahan Queena pagi itu. Alisnya bertaut kala menebak siapa kiranya. Namun rasa penasarannya luntur kala ia mendapati seorang yang mengantar bucket bunga gerbera.

"Selamat pagi nyonya, mohon tanda tangani disini." Tunjuk kurir itu saat memberikan bunga yang ia antar.

Queena mengangguk. Dan kurir pun beranjak pergi yang tentunya menghadirkan penuh tanya di benak Queena. Ia memutar satu bucket bunga gerbera di genggamannya untuk mencari tau siapa yang terasa romantis mengirimkan bunga itu untuknya pagi ini. Namun, saat rasa penasarannya belum terjawab. Ia dikejutkan dengan dering gawai berwarna sierra blue di atas meja makan.

Nama yang tertera di layar berlogo apel tergigit itu menerbitkan senyum manis Queena pagi ini.

"Hai милая (milaya)." Ucap Queena lembut.

"Apa kau suka bunganya зая (zaya)?" Tanya Alfian dari sebrang sana.

Bibirnya kian melengkung bahagia kala menatap haru pada bucket bunga di depannya kini. Ia tentunya tau dan mengerti filosofi dari bunga gerbera itu sendiri. Hatinya kembali terasa hangat dan ia merutuki kerisauannya sesaat lalu tentang ketiadaan Alfian di sampingnya pagi tadi.

"Terima kasih."

"My pleasure зая (zaya)." Jawab Alfian lembut. "Maaf jika aku pergi tanpa memberitahumu pagi tadi." Imbuhnya penuh sesal.

Queena menggeleng meski sang suami tak akan melihatnya. "Aku tidak keberatan, selama kau masih mengingatku."

Alfian tertawa. Ia tau maksud dari istrinya itu. Dia memang pribadi yang dingin, namun bukan berarti ia akan berlaku sama pada istrinya bukan. Sungguh, dia tidak akan pernah bersikap seperti itu. Bahkan mungkin saja Alfian adalah pribadi yang sangat romantis tanpa dia sendiri sadari itu.

ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang