kedekatan Queena dan Clarissa

0 0 0
                                    

Makan siang kali ini terasa hening. Denting sendok dengan piring beradu menghiasi meja makan. Tak ada seorang pun yang berusaha memecah keheningan.

Queena melirik suaminya yang mempertahankan tatapan datarnya sejak pagi tadi. Ayolah, kenapa semua terasa canggung seperti ini? Pikir Queena.

"Q ... Ini semua makanan kesukaan Zayn." Ungkap Clarissa memecah keheningan.

Queena mengangkat alis tak percaya.

"Ibu jadi ingat saat Zayn kecil dulu. Dia lahap sekali makan saat ibu memasak semur daging ini." Ungkap Clarissa dengan senyum ramah yang tak pernah luntur darinya.

Alfian berdecak mendengar penuturan ibu sambungnya itu.

"Apa kalian akan menginap?" Tanya Clarissa penuh harap.

"Tidak." Jawab Alfian dingin.

Clarissa menatap Queena seakan tatapanya mengartikan permohonan. "Ibu masih ingin mengobrol banyak dengan istrimu, Zayn."

Alfian menghela nafas kasar. Sangat kentara sekali jika saat ini dia tak nyaman.

"Tapi kami tidak membawa baju ganti bu." Ungkap Queena jujur mencoba menengahi. Ia merasa tidak enak saat melihat senyum getir dari wajah ibu mertuanya itu.

"Bagaimana kalo ibu antar kamu belanja pakaian sekedar untuk ganti malam ini?" Pinta Clarissa lagi.

Queena tersenyum canggung. Ia tak tau lagi harus menjawab apa saat suaminya sendiri pun sama sekali tak berminat untuk menginap bahkan cenderung tak nyaman.

"Aku sudah selesai." Ungkap Alfian dingin

"Sudahlah bu, Bang Zayn dan kakak ipar mungkin ada kesibukan lain setelah ini." Tutur Julian menengahi.

Clarissa menunduk. Ia tersenyum getir dengan menatap sendu pada Alfian. "Baiklah, mungkin lain kali kalian bisa menginap. Ibu merindukanmu Zayn." Ungkap Clarissa jujur dengan suara yang bergetar.

"Sepertinya akan menyenangkan jika kita menginap satu hari disini." Ungkap Queena merasa tak ingin menghancurkan kebahagiaan Clarissa. "Bukankah begitu милая (milaya)?" Imbuhnya seraya menatap penuh harap pada suaminya, Alfian.

Tatapan Clarissa berbinar pun juga dengan Damar yang tersenyum samar.

Alfian menghela nafas malas. Ia menatap Queena sesaat. "Baiklah." Jawabnya enggan.

Clarissa tersenyum haru seraya menatap Alfian juga Queena bergantian. "Terima kasih."

"Apa ibu mau mengajariku memasak semua ini?" Pinta Queena

Clarissa tersenyum "kapanpun ibu siap mengajarimu sayang. Zayn pasti merasa senang istrinya memasak makanan kesukaannya."

"Aku bukan pemilih makanan." Tukas Alfian.

Queena menghela nafas. Ia menatap suaminya tajam. Kenapa dia seakan mengibarkan bendera perang pada ibu sambungnya itu. Geram Queena dalam hati.

"El, setelah ini antar kami belanja ya?" Pinta Clarissa pada anak bungsunya.

Julian tersedak. Dengan sigap Clarissa memberikan gelas berisi air putih yang tak jauh di depannya. "Ya ampun El, makan itu pelan-pelan. Contohlah abangmu, Zayn. Dia selalu rapih saat makan." Tutur Clarissa seraya mengusap-usap punggung Julian.

Julian mengangkat tangan seakan meminta ibunya berhenti mengusap punggungnya. Wajahnya memerah entah karena tersedak atau menahan amarah karena secara gamblang Clarissa telah membandingkannya. "Kenapa harus aku yang mengantar kalian bu?" Protes Julian.

"Zayn mungkin kelelahan karena perjalannya pagi tadi. Dan kamu, ibu lihat hanya bersantai sejak pagi."

Julian menekuk wajahnya. Terdengar helaan nafas pelan. "Baiklah."

ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang