"aku ingin menemui Luna. Bisakah kau menemaniku?"
Reyhan cukup terkejut mendengar permintaan wanita di depannya itu.
"Bukankah perempuan itu sahabat suamimu? Kenapa tidak kau minta Alfian untuk menemanimu Q." Tutur Reyhan.
Queena menunduk seraya menghela nafas pelan. "Aku tidak yakin jika Alfian akan mengijinkanku bertemu dengannya saat ini."
Reyhan mendesah berat. Alisnya nampak bertaut seraya menatap lekat wanita di depannya itu. Bukan ia tak ingin memenuhi permintaan Queena. Tapi... Mendengar penjelasan Queena tentang Alfian yang tak mengijinkan wanita itu menemui Luna maka itu artinya ada sesuatu yang Reyhan yakini akan membuat suasana tak nyaman nantinya. Reyhan tentu tau siapa Alfian. Lelaki itu tak akan mengambil keputusan tanpa alasan.
"Tapi Q, kurasa suamimu benar. Mungkin kau bisa menunggu sampai suamimu mengijinkan."
Queena mendesah pelan. "Tapi aku ingin bertanya langsung padanya tentang kecelakaan itu. Maksudku tentang perbuatannya."
Reyhan menggaruk tengkuknya sesaat. Sungguh, wanita di depannya begitu keras kepala. "Baiklah, tapi kau harus berjanji untuk menjaga sikapmu saat disana nanti."
Tatapan Queena berbinar. "Terima kasih, kau memang orang yang tepat aku temui saat ini."
"Tapi.... Kenapa tidak kau sendiri saja menemui perempuan itu."
Queena meringis. "Aku tidak tau dimana dia tinggal." Cicitnya.
Tawa Reyhan mengudara. "Sekarang aku tau, kenapa Andrean begitu mengkhawatirkanmu ketika dia jauh darimu Q."
Queena meringis malu. "Tentunya kau tau dimana dia saat ini bukan?"
Reyhan masih tertawa seraya mengangguk. "Tentu saja. Jangan lupakan jika aku sahabat Andrean. Dan tentu juga perempuan itu akan selalu berurusan denganku. Dengan atau tanpa bertemu sekalipun." Tukasnya.
"Jadi...... apa hari ini kita bisa menemuinya?"
Menatap sejenak pada pergelangan kirinya. Reyhan nampak menimang dan mencari waktu setelahnya ia mengangguk kemudian. "Kurasa bisa. Kebetulan tidak ada rapat penting untuk hari ini. Tapi sebelumnya aku harus kembali dan meminta ijin Ken. Apa kau bisa menungguku sebentar disini?"
Queena mengangguk antusias. Ia benar-benar tak sabar ingin menemui perempuan itu. Ia ingin tau bagaimana perasaannya saat tau jika apa yang telah ia lakukan berakibat menghilangkan nyawa orang lain.
Sekitar hampir dua puluh menit Queena menunggu kedatangan Reyhan kembali. Memandangi layar pipih berwarna sierra blue di tangannya. Ia harus berfikir untuk menghindari makan siang bersama suaminya hari ini. Menggulir dan menekan ikon pesan berwarna hijau.
"милая (milaya), aku berencana makan siang bersama Aliefa juga Ken siang ini. Kau bisa menjemputku sore nanti. Maaf memberitahumu secara mendadak seperti ini. I love you"
Queena meringis sesaat sebelum menekan tombol kirim atas pesan yang ia ketik untuk suaminya itu. Pasalnya, ini adalah pertama kalinya ia berbohong atas apa yang ia lakukan.
"Maaf membuatmu menunggu. Apa kau siap bertemu dengannya?" Tanya Reyhan mengejutkan Queena.
Queena tersenyum miring seraya menatap sendu pada meja di depannya. Menghela nafas pelan ia mengangguk lemah. "Aku janji akan menjaga sikap nanti."
Reyhan tersenyum tipis seraya mengangguk. "Baiklah, kurasa kita harus segera berangkat saat ini. Seperti yang kau tau, aku pria sibuk bukan." Tuturnya jumawa yang membuat Queena tertawa mendengarnya.
Dua puluh menit waktu yang mereka butuhkan untuk sampai di kediaman Luna. Apartemen yang saat ini dijaga oleh dua atau tiga orang polisi itu sungguh membuat Queena memikirkan betapa tersiksanya keadaan Luna saat ini. Ia mendesah berat. Jika mengingat apa yang telah Luna lakukan terhadap orang yang sangat berarti bagi Queena, maka sungguh. Semua ini tidaklah sepadan, atau bahkan kurang adil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reflection
RomanceQueena Abigail Hito. Ya, dia seorang gadis yang selalu merasa sendiri. namun, tidak lagi setelah Ia bertemu dengan sosok yang menggerakan kembali hatinya yang beku dan dipenuhi dendam. "baiklah pak Alfian. Kita lihat, seberapa kuat anda bertahan de...