Abigail Candy

7 0 0
                                    

"Sepertinya kita hanya tinggal menjadi penonton." Satu pesan singkat mengukir seringai puas seorang pria penuh ambisi.

***

Di dalam kamar yang temaram itu seorang gadis berusaha meredam tangis yang kian pilu. "Apa kabarmu saat ini Fian?"

Queena berkali-kali menepuk dadanya. Sesak yang tak terkira itu kian menghimpit. Ia sungguh tak mengerti apa yang harus ia lakukan saat ini. Hatinya selalu terpaut tentang Alfian. "Tidak bisakah Kau hilangkan nama itu dari hatiku. Tuhan?" Satu bulan sudah ia lewati harinya dengan sendu. Queena yang penuh percaya diri itu bak hilang ditelan bumi.

***

Pagi itu Bastian dan Sandra menyadari jika putri semata wayangnya sedang tidak baik-baik saja. Bastian mendekati Queena yang tengah duduk di balkon kondominium mewah milik Queena dengan tatapan sendu. "Apa Papa boleh bergabung?"

Queena hanya menatap Bastian sekilas dengan senyum samar tapi menyiratkan sakit.

"Papa minta maaf jika (Bastian menarik nafas dalam) jika ... Apa yang kami lakukan hanya menyakitimu."

Queena tertegun, benarkah yang ia dengar saat ini? Benarkah Papanya berkata demikian?

"Kami hanya ingin memberikanmu yang terbaik, meski sering sekali kami hanya membebanimu dengan apa yang kami harapkan darimu."

Pandangan Queena meremang, air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya seakan ingin berlomba membasahi pipi.

"Maafkan kami yang selalu menuntutmu cutiepie." Suara Bastian bergetar seraya mengusap lembut puncak kepala Queena.

Queena berbalik dan memeluk Bastian. Akhirnya air mata yang sedari tadi ia tahan pun berlomba membasahi pipi. Tangisannya kian terdengar pilu, sungguh ini adalah kali pertama Bastian berlaku demikian.

"Apa yang kulakukan selama ini salah Pah?" Suara Queena terdengar pilu. "Apa perasaanku salah selama ini?" Tambahnya.

Bastian memeluk putrinya erat seraya mengelus punggung Queena lembut untuk memberikan kekuatan disana.

"Kami menyayangimu Cutiepie. Kami menyayangimu."

Suara Bastian terdengar lembut sekali menyapa rungu Queena. Inikah Papanya selama ini? Kemanakah Queena selama ini?

Tangis Queena semakin tergugu. Suara pilu itu terdengar oleh Sandra. Ia pun berlari menuju Bastian dan Queena berada. "Ada apa dengan putri kita sayang?" Sandra terlihat cemas. Suaranya terdengar menuntut penjelasan.

Sandra menarik Queena seraya memeluknya. "Ada apa sayang? Apa Papamu menyakitimu?" Tanya Sandra seraya mengusap air mata Queena.

Queena menggeleng, ia tersenyum hangat menatap Sandra. "Aku hanya bahagia kalian menyayangiku."

Sandra tersenyum. Ia mengusap lembut pipi Queena. "Kami sangat menyayangimu sayang."

"Terima kasih, terima kasih saat ini kalian ada disampingku."

Queena memeluk erat Sandra. Ia menelungkup di bahu Sandra. Sungguh ini adalah pelukan terhangat yang ia rasakan.

"Lap ingusnya sayang." Canda Sandra

Queena buru-buru melepaskan pelukannya. Tanganya bergegas menyentuh hidung dan itu membuat Sandra tertawa.

"Sandra menggodamu cutiepie." Jawab Bastian.

Queena merengut. Sandra tertawa melihatnya. "Lihatlah sayang, cutiepie kita sudah besar."

Queena pun sejenak melupakan kegalauan hatinya tentang Alfian. Entah kenapa ia benar-benar bahagia saat ini. Entah kedua orang tuanya akan kembali seperti dulu, Queena tidak perduli. Karena ia hanya ingin menikmati saat-saat seperti ini sedikit lebih lama. "Tuhan ... Terima kasih." Bathin Queena.

Siang itu terasa tidak terlalu terik. Hati Queena pun sedikit membaik karena orang tuanya. Entah kenapa Queena sangat bahagia atas kehadiran orang tuanya kini.

"Ada yang ingin papa bicarakan denganmu Cutiepie." Pesan singkat dari Bastian membuat Queena bertanya-tanya.

"Nona Queena, sepertinya Nona terlihat membaik." Suara Fuzi mengejutkan Queena siang itu.

Queena tersenyum dengan tatapan menerawang. "Aku bahagia saat ini."

Nada bicara yang terdengar sendu. Dan senyuman yang masih menyiratkan sakit itu membuat Fuzi turut iba.

"Terlepas dari apapun itu yang membuat Nona bahagia. Tapi aku tetap bersyukur akhirnya aku bisa melihat Nona Queena tersenyum lagi."

Queena terkejut dengan penuturan Fuzi. Apakah selama ini ia terlihat sangat menderita?

"Nona terlalu fokus bekerja dan melupakan kesehatan Mba. Aku merasa khawatir, sampai rasanya Nona seperti orang lain."

"Maafkan Aku, aku benar-benar tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja ... Kurasa ... Pekerjaan adalah satu-satunya cara meluapkan kesedihanku." Tatapan Queena menerawang "Tapi aku pastikan tidak akan seperti itu lagi. Aku akan berusaha. Terimakasih." Tambahnya

Fuzie tersenyum melihat atasannya itu terlihat kembali berseri.

"Sepertinya aku akan kembali ke rumah. Bisakah aku titipkan butik ini lagi kepadamu?"

"Sudah menjadi hal yang biasa Nona, jadi pergilah."

Tawa Queena mengudara. Lihat itu, Fuzi berkata seakan-akan Queena tidak pernah bekerja. "Baiklah, aku percayakan padamu. Bye." Lanjutnya seraya berlalu pergi.

Queena bertanya-tanya. Apa yang Papanya butuhkan? Isi kepalanya tiba-tiba ramai dengan berbagai pertanyaan tentang maksud pesan singkat yang Bastian kirimkan beberapa saat lalu itu.

Kedatangan Queena disambut dengan suasana hening di ruang tamu kondominiumnya. Bastian dan Sandra terlihat merisaukan sesuatu dan Queena tak mampu menebak itu.

"Hai Cutiepie." Sapa Bastian lemah

Alis Queena bertaut, ia semakin merasa penasaran. Apa kiranya yang terjadi. Bastian tidak pernah sekalipun terlihat kacau seperti saat ini.

"Apa yang Papa butuhkan dariku?"

Sandra tampak memeluk Queena yang berada disampingnya seraya mengelus lembut surai yang berwarna hitam kecoklatan itu.

Bastian tak membuka suara. Ia hanya menunjukkan grafik dari Abigail candy. Tatapan Queena membola, benarkah ini grafik tiga bulan terakhir? Ini adalah kali pertama perusahaan papanya itu berada di titik terendah.

"Apa ... Apa papa sudah mencari penyebab turunnya grafik penjualan ini?" Tanya Queena terbata. Sungguh ia benar-benar terkejut melihat kenyataan di depannya saat ini.

Sandra menunduk. Tatapannya terlihat sedih, dan Queena sangat mengerti alasannya. Pasalnya ini adalah kali pertama dalam sejarah berdirinya perusahaan Abigail.

"Papa sudah crosscheck semua laporan dari berbagai sisi. Entah dari penjualan, dari bahan, komposisi, bahkan review sejak tiga bulan terakhirpun papa sudah cek semua. Dan tidak ada yang ganjil."

Tatapan Queena terfokus pada deretan huruf laporan tentang Abigail candy tiga bulan terakhir.

"Maksud papa adalah, apa kamu mau membantu papa mencari letak keganjilan ini?"

Sejujurnya Queena sama sekali tak ingin lagi memiliki urusan dengan perusahaan Abigail, sejak awal kepindahannya ke Indonesia ia telah benar-benar melepaskan tanggung jawab atas perusahaan papanya itu. Namun, jika ia melihat kesedihan dan ke kacauan Bastian dan Sandra saat ini. Entah kenapa hatinya seakan menyuruh Queena turun tangan.

Ia menatap Bastian dan Sandra bergantian seraya menarik nafas dalam "baiklah, akan kubantu semampuku."

Sandra memeluk Queena dan menangis pilu. Queena mengerti sekali jika ibunya belum siap melihat kejatuhan Abigail candy, meski sebenarnya masih bisa di selamatkan. Tapi, ini adalah kali pertama bagi keluarga Abigail.

Tatapan Queena menerawang dengan alis bertaut. Dia yakin ada yang sengaja melakukan semua ini. Tapi ia tak mengerti apa alasan yang membuatnya berani melakukan kecurangan terhadap Abigail Candy.

ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang