Sebait tentang Andrean

0 0 0
                                    

Queena menghela nafas dengan senyum sendu yang menghiasi wajahnya semenjak ia menginjakkan kakinya di kafe itu satu jam yang lalu. Melirik pada benda di pergelangan kirinya, ia mulai bosan tatkala Reyhan tak kunjung juga datang.

Queena mengedarkan pandangannya ke penjuru kafe. Senyumnya sedikit terukir kala netranya menangkap sosok yang sejak tadi ia tunggu itu.

"Hai Q, maaf membuatmu menunggu." Sesal Reyhan.

Queena tersenyum seraya menggeleng. "Tidak juga, aku baru menghabiskan satu potong cake."

Tawa Reyhan mengudara. "Selamat atas pernikahanmu Q."

"Terima kasih."

"Apa kau ingat saat Andrean memberikan kejutan pesta ulang tahun untukmu dulu?" Tanya Reyhan.

Queena tersenyum sendu seraya mengangguk lemah.

Flashback on.

Pagi itu tepat kepindahan Queena di dekat kediaman Wiryatama. Kedekatan mereka sebenarnya tak terjalin sejak lahir. Pertemuan ketiganya adalah saat tak sengaja Ken bertemu dengan Queena yang tengah menangis di pinggir jalan menunggu jemputan.

Waktu itu Ken yang duduk di bangku sekolah menengah pertama sedang menunggu kakak kesayangannya di pinggir jalan yang kebetulan jarak sekolah Ken dengan Queena tak terlalu jauh.

Awalnya Ken ragu untuk mendekat. Namun, tangis dari gadis kecil itu seakan menggerakan hati Ken yang memang cenderung ramah kepada siapapun.

Singkat cerita, akhirnya Ken mengenalkan Queena kepada Andrean yang kala itu sudah duduk di bangku sekolah menengah atas. Ketiganya semakin akrab tatkala Winda- ibu dari kedua Wiryatama bersaudara itu menyukai Queena bahkan menganggap Queena sebagai anak bungsunya.

Kala itu, Andrean yang duduk di sekolah menengah atas ingin membuat pesta kecil untuk merayakan hari ulang tahun dari adik kesayangan dua wiryatama yang tak lain adalah Queena Abigail Hito.

"Ken, hei Ken. Bangunlah, kenapa kau suka selalu terlambat bangun seperti ini?" Tuturnya kesal saat melihat adiknya yang sudah dua hari itu menginap di apartemennya.

Ken melenguh dan menepis lengan sang kakak yang mengganggu tidur nyamannya. "Lima menit lagi." Gumamnya.

Andrean menghela nafas. Dia sudah tau jika lima menit yang dimaksud Ken adalah satu jam yang akan datang. Dan tentu saja dia sudah malas untuk kembali membangunkan adiknya yang tukang tidur itu.

"Besok hari ulang tahun Queena. Apa kau tidak ingat?"

Mata Ken yang semula tertutup rapat kini terbuka dengan kantuk yang menguap seketika. Dan tentu saja mengundang tawa Andrean. Semua hal tentang Queena memang ampuh untuk mengusik ketenangan adiknya. Pikir Andrean.

"Kenapa abang tidak mengingatkanku." Sungut Ken.

"Aku sudah membangunkanmu sejak tadi untuk membahas ini."

Ken menatap lurus Andrean. Ia yakin jika kakaknya itu ingin memyampaikan sesuatu.

Andrean tertawa. "Bagaimana jika kita adakan pesta kecil-kecilan di kafe depan kantor ayah."

Tatapan Ken melebar. Ia tak pernah berfikir tentang itu. Ia tersenyum. Memiliki kakak yang begitu menyayangi adiknya adalah sebuah anugerah yang tak terkira selama hidupnya. Perhatian kecil itulah yang begitu Queena juga Ken sukai dari Andrean.

"Aku setuju. Tapi......" Ken sedikit ragu. Sejenak ia menatap Andrean yang menunggu kelanjutan kalimat adiknya itu.

"Apa bisa jika kita menyewa kafe untuk besok, dadakan seperti ini?" Tambah Ken.

ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang