rencana Alfian 1

2 0 0
                                    

Alfian tersenyum menatap Queena yang berlari menjauhinya. Ia menghela nafas berat kala mengingat jika Queena harus tau betapa tak sempurnanya hidup seorang Alfian megantara.

"Aliefa dan Ken sebentar lagi sampai." Suara Queena yang tergesa mengundang tawa Alfian. Bukankah sedetik lalu dia berlari menjauh karena merasa malu. Lalu kemanakah Queena yang tersipu tadi? Bukankah itu terlalu cepat untuk merubah suasana hati seseorang?

"Bukankah itu bagus, kediamanku sesekali harus kedatangan tamu." Jawab Alfian santai.

Queena menatap tak percaya mendengar jawaban santai suaminya itu. "Tapi aku belum menyiapkan apapun sepagi ini. Tidakkah mereka mengerti jika terlalu pagi untuk bertamu." Ucapnya seraya mengerucutkan bibir.

"Jamuan bisa dipesan bukan? Lagipula Aliefa pasti membawakan makanan?"

Queena semakin menatap tak percaya laki-laki yang notabene saat ini adalah suaminya. Tidakkah Alfian berfikir akan banyak sekali pertanyaan dari Aliefa untuk mereka. Memikirkannya saja mampu membuat Queena sakit kepala rasanya.

"Kenapa kau bisa seyakin itu jika Aliefa akan membawa makanan?" Tanya Queena penuh selidik.

Alfian mengangkat kedua alisnya yakin. "Aku sangat mengenalnya Q. Dan tentu saja kau pun juga begitu."

Queena mendengkus pelan. Kenapa Alfian tidak sedikit saja berbohong dan tidak mengatakan kalimat jika dia sangat mengenal Aliefa. Ia meringis dalam hati kala mengingat statusnya saat ini. Bukankah selama ini hanya ia yang terlihat mendamba, menginginkan Alfian. Bahkan tak sedikitpun sejak awal Alfian memberikan respon yang Queena harapkan. Dan juga ia masih tak mengerti kenapa statusnya bisa sampai menjadi istri dari seorang Alfian.

"Selamat pagi." Suara dari dua manusia yang sejak tadi membuat Queena bergerak tak nyaman itu mengejutkan lamunan Queena.

"Pagi. Sepertinya kalian terlalu bersemangat sampai mengganggu waktu pagi kami." Sindir Queena yang mengundang tawa Ken juga Aliefa.

Queena menatap ke sekeliling Aliefa juga Ken. Tatapannya seakan ia tengah mencari sesuatu yang sudah lama ia tunggu-tunggu.

"Apa yang kau cari Q?" Tanya Ken heran.

"Apa Raja tidak ikut?"

Aliefa tertawa pelan. "Tanya saja pada suamiku yang tampan ini Q!" Titahnya seraya berjalan mendahului Ken.

"Seperti biasa, akhir pekan jadwal Raja di rumah Mama." Jawab Ken santai.

Queena mengerucutkan bibirnya. Ia berjalan lesu menghampiri tiga orang yang sudah mengikis mood nya pagi ini. "Apa kalian tidak mengerti jika Raja merindukanku?"

"Apakah tidak terbalik? Bukankah kau yang selalu merindukan Raja." Tegas Ken.

"Tidakkah kalian melihat kedekatan kami? Aku bahkan teramat merindukan keponakan tampan ku. Jadi dia pun pasti merasakan hal yang sama."

Tawa Aliefa mengudara. Queena benar-benar selalu mampu menghangatkan suasana. Sikap manja yang selalu Aliefa sukai membuatnya selalu bersikap selayaknya seorang kakak.

"Aku membawakan camilan kesukaanmu Q." Ucap Aliefa melerai perdebatan antara Queena dan Ken. Sembari mengeluarkan lunch box berisi beberapa potongan kue red velvet kesukaan Queena.

Tatapan Queena berbinar kala melihat cake yang selalu membahagiakan menurut Queena itu. Tanpa ia sadari semua yang Queena lakukan sedari tadi tak luput dari pandangan Alfian dan tentu saja seulas senyum terbit menghiasi paras Alfian.

"Jadi apa penjelasan kalian untuk status baru kalian itu? Apakah aku bukan keluargamu Q? Sampai begitu teganya berita sepenting itu kau tidak memberitahuku." Cecar Aliefa.

Queena meringis di sela kunyahannya. Jika saja Aliefa tau, Queena sendiripun belum sepenuhnya mengerti tentang kehidupannya yang kini berakhir jadi istri dari seorang Alfian Megantara. Karena yang selalu terngiang di benaknya adalah, adanya pernikahan ini hanya karena sebatas bisnis.

"Jadi apa penjelasanmu Fian?" Tanya Aliefa.

Alfian tersenyum samar. Ia tiba-tiba mengingat kejadian tiga bulan yang lalu kala Bastian mendatanginya untuk mengajaknya bekerjasama.

Flashback

Berita menurunnya grafik penjualan Abigail Candy sampai ditelinga Alfian. Dia tak pernah absen melihat perusahaan yang sebenarnya bersaing dengan Hazel itu. Ia menyeringai kala melihat dari hari ke hari saham Abigail candy turut merosot.

"Sepertinya dewi fortuna berada di pihakmu." Ucap Rein kala menatap kepuasan yang tercipta di paras Alfian.

"Aku yakin besok atau lusa dia akan mengunjungiku untuk menjual salah satu perusahaannya itu." Ucap Alfian yakin.

"Lalu apa kau akan membelinya?"

Alfian menyeringai. Tentu saja bukan? Sudah menjadi rahasia umum tentang perusahaan Abigail yang selalu didatangi investor dalam maupun luar negri. Jadi Alfian rasa itu salah satu kesempatannya untuk mendobrak pasar international. Tapi bukan hanya itu yang Alfian inginkan. Ia lebih berharap plan B yang sempat tersirat di benaknya lah yang menjadi pilihan Bastian. Atau ia akan tetap mencoba membujuk Bastian untuk menyetujui permintaannya itu.

Dering notifikasi dari benda kecil pipih mengejutkan lamunan Alfian. Seringai puas menghadirkan seringai puas dari seorang Megantara penuh ambisi. Sebuah pesan dari nomor yang tidak ia ketahui itu seakan menjadi simbol dari benang merah yang berusaha Alfian ciptakan.

"Aku tidak menyangka ternyata pengusaha muda ini adalah anak dari sahabatku Alceena Xaviera selaku pemilik dari Hazel."

Alfian sangat tau siapa yang mengirimkan pesan itu untuknya. Karena bukan sembarang orang yang akan mengetahui jika seorang Alceena Xaviera bahkan memiliki seorang putra.

Kenyataan identitas yang sedikit sekali orang tau tentang sosok Alceena Xaviera membuat Alfian semakin meyakini jika yang mengirimkan pesan adalah orang yang sejak tadi Alfian tunggu.

Alceena Xaviera adalah ibu dari Alfian Megantara. Dia wanita tangguh yang mendidik serta menyayangi Alfian. Alfian yakin Bahkan mungkin saja sebagian orang akan tidak terlalu peduli dengan sosok yang betapa Alfian cintai itu.

Tak berselang lama gawai di genggaman Alfian berdering dan menampilkan nomor si pengirim pesan sesaat lalu.

"Selamat siang." Ucap Fian basa-basi

"Aku yakin kau sudah tau siapa aku. Kau cukup hebat untuk usiamu yang terbilang muda itu."

Alfian menyeringai. Bastian memang tidak bisa diremehkan. "Rumor tentang seorang Bastian Abigail yang hebat itu bukan sekedar angin belaka."

Terdengar tawa jumawa dari Bastian kala mendengar penuturan Alfian tentangnya.

"Ku akui kau benar-benar hebat menggunakan nama ibumu sebagai pemilik Hazel hingga membuat pesaingmu sibuk mencari identitas sang pemilik hingga melupakan target pasar mereka sendiri."

"Anda lebih hebat tentunya saya tidak pernah berfikir akan ada yang mengenali ibu saya bahkan mengetahui saya anaknya."

Lagi-lagi tawa Bastian mengudara. "Bisakah kita bertemu besok?"

"Saya merasa terhormat mendapat tawaran bertemu langsung dari pemilik tahta bisnis tanah air."

"Baiklah, ku tunggu kau di kafe King."

Seringai terbit di paras Alfian. "Tinggal satu langkah lagi."

"Apa kau yakin rencana konyolmu itu akan berhasil?" Tanya Rein ragu.

Alfian menatap sahabat sekaligus orang kepercayaannya itu "kupastikan semua dalam kendaliku." Ucapnya jumawa.

Helaan nafas terdengar dari Rein. "Aku tidak meragukan kemampuanmu." Jawab Rein seraya meninggalkan ruang kebesaran Alfian.

ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang