masih hatiku

4 0 0
                                    

Queena menghembuskan nafas kasar kala mengingat janji temu klien siang ini. Matanya menerawang jauh menatap awan yang menghias indah langit hari itu. Berkali-kali ia mencoba untuk tegar menghadapi kenyataan pahit itu.

Queena menyeringai miris tatkala ia mengingat bukankah sedari awal dia terlalu percaya diri atas apa yang ia lakukan? Bahkan Aliefa pun tak mengetahui bagaimana kehidupan yang dijalani seorang Alfian setelah ia meninggalkan Indonesia.

Queena merasa iri pada Luna. Apa yang ia tak miliki kiranya hingga Alfian sama sekali tak menatapnya bahkan setelah sekian lamanya ia berusaha mendekati serta menyentuh hati Alfian. Namun ... Kemyataannya bahkan Sampai saat ini pun Queena sama sekali tak mampu membuka hati Alfian.

"Apakah semesta benar-benar tak merestui?" Queena berbicara pada dirinya sendiri. Ia benar-benar berharap adanya setitik keajaiban atas hubungannya dengan Alfian. "Tidakkah Tuhan memperhitungkan pengorbananku selama ini?" Tambahnya.

Queena sedikit terkejut tatkala ia menatap benda bulat pipih di pergelangan tangan kirinya tengah menunjukkan waktu 10.45. dan tentu saja waktu pertemuan mereka semakin dekat. Jika dulu setiap hari bahkan setiap waktu Queena selalu bersemangat untuk bertemu Alfian. Namun berbeda kini. Sungguh, jika saja ia bisa, jika saja ia mampu. Bolehkah ia mengecewakan kliennya hanya untuk kali ini saja?

Berkali-kali Queena menatap lembaran kertas sketsa gaun pernikahan impiannya. Apakah ia akan rela jika gaun itu dipakai oleh mempelai wanita Alfian nanti? Setetes air mata kembali membasahi pipi kala bayangan itu terlintas di benaknya. Membayangkannya saja mampu membuat Queena menangis. Sungguh ... Queena tak mampu melihat Alfian bersanding dengan wanita lain kelak. "Bagaimana lagi caranya supaya kau melihatku, Fian?" Ucapnya lirih.

Queena memejamkan matanya seraya menarik nafas perlahan. Waktu terus bergulir. Jadwal yang ditentukan semakin dekat, dan Queena tak bisa melarikan diri. Ia benar-benar harus profesional bukan? Ia berusaha keras mengesampingkan perasaannya untuk saat ini. Apapun yang akan ia hadapi nanti, Queena hanya berulang kali menguatkan dirinya sendiri.

"Kau pasti bisa Queena." Seringainya miris. Matanya memanas. Sebanyak kali ia mencoba tegar. Namun hatinya tetap berkata tak mampu.

Ketukan pintu menarik Queena dari ketermanguannya siang itu. "Sebaiknya kita berangkat sekarang Nona."

Queena menimang lembaran sketsa gaun impiannya. Apakah ia benar-benar harus merelakan gaun yang ia curahkan untuk Alfian itu dikenakan selain dirinya? Ia menarik nafas perlahan dan memejamkan mata seraya memasukkan sketsa gaun impiannya ke dalam file serta dokumen yang akan ia bawa nanti.

Tatapannya sendu, "dengan siapapun kau bersanding nanti, aku harus turut bahagia. Karena bagiku, bahagiamu akan menjadi bahagiaku." Bathinnya.

"Baiklah, tolong bawakan file ini. Aku akan menyusul sebentar lagi."

Fuzi menggangguk seraya menatap iba. Ia jelas tau apa yang Queena fikirkan. Fuzi dapat melihat kesedihan dari pancaran mata Queena. Ia benar-benar tak mengerti dengan jalan fikiran seorang Alfian. Fuzi seakan menyayangkan jika Alfian menolak Queena.

"Apa tidak ada yang tertinggal?" Pertanyaan Queena mengejutkan lamunan Fuzi yang beberapa menit cukup lama menunggu Queena di dalam mobil.

"Baiklah, semoga saja permintaan klien kita kali ini tidak terlalu merepotkan." Ucap Queena jenaka.

Fuzi menatap Queena dengan tatapan yang tak mampu dijelaskan. Sejujurnya Fuzi mengerti jika tawa yang Queena tunjukkan menyiratkan kesedihan. Untuk kali ini Queena tak mampu membohongi Fuzi. Fuzi akan hibur majikannya itu setelah ini. Fikirnya.

Jarak yang tidak terlalu jauh dari butik Aurora itu tak membutuhkan waktu lama pun kini Queena dan Fuzi telah sampai di pelataran parkir Megantara Hotel. "Turunlah lebih dulu, dan bawa dokumen ini. Aku akan menyusul sebentar lagi." Ucap Queena dengan suara bergetar.

ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang