Queena mengulum senyum setiap kali ia mengingat panggilan Alfian untuknya. "зая (zaya)" panggilan itu teramat manis baginya hingga ia kehabisan kata-kata malam itu.
Alfian sesekali melirik Queena yang mengulum senyum disampingnya. Perjalanan pulang malam itu terasa begitu hangat kala ia melihat binar bahagia terpancar tidak hanya dari sorot mata istrinya, Queena.
"Ada apa?" Tanya Alfian lembut seraya mengusap puncak kepala Queena.
Queena menggeleng. Senyum tak luntur menghiasi parasnya malam itu. Bahkan rasanya ia ingin menghambur untuk memeluk erat suaminya, Alfian.
"Aku tidak sabar menantikan malam ini зая (zaya)" goda Alfian yang tentu saja mengundang tatapan terkejut dari Queena hingga tawa Alfian mengudara.
Queena mengalihkan tatapan ke luar jendela. Semburat merah tiba-tiba saja muncul menghiasi kedua pipinya.
"Aku yakin kau akan sangat memukau dengan gaun itu." Bisik Alfian tepat di telinga Queena.
Hembusan nafas yang menerpa daun telinga Queena membuatnya bergidik geli dan menatap suaminya tak suka.
Lagi-lagi tawa Alfian mengudara. Istrinya itu sungguh menggemaskan. Ingin sekali rasanya ia menarik Queena dalam pelukannya saat ini.
Queena mengerucutkan bibirnya "Jangan menggodaku милая (milaya)" sungutnya sebal.
Queena keluar lebih dulu dan meninggalkan Alfian yang masih setia dengan tawa godaannya kala mereka sampai di kediaman Alfian.
"зая (zaya), bersabarlah untuk malam ini." Goda Alfian lagi kala melihat istrinya berlari.
Queena berlari menuju kamar utama. Tanganya terulur menyentuh dadanya yang berdetak lebih cepat. Jujur saja ia gugup mengingat pinta Alfian malam ini. Tapi sisi hatinya yang lain seakan menunggu dengan semangat hanya untuk apa yang akan terjadi malam ini.
Sesekali ia menggigit bibirnya dengan jemari yang saling meremas. Gugup? Tentu saja. Ini akan menjadi kali pertama baginya pun Alfian. Namun kegugupannya semakin menjadi kala menatap seorang yang menjadi sumber perasaan gugupnya itu. Iya, Alfian kini tengah berdiri di daun pintu dan melangkah mendekatinya.
Tatapan Queena bersibobok dengan Alfian. Namun, tak lama ia mengalihkan pandangan ke arah pintu walk in closet dimana tempat gaun yang akan membuatnya terlihat diluar nalar saat ini berada.
"Mandilah lebih dulu. Aku akan menunggumu." Bisik Alfian.
Queena menutup telinganya refleks. Ayolah, tidakkah Alfian tau jika Queena tengah gugup saat ini? Kenapa rasanya suaminya itu senang sekali menggodanya.
Tawa Alfian mengudara. Ia senang sekali melihat ekspresi istrinya malam ini. Tanganya terulur menarik tengkuk Queena. Dengan cepat Alfian menyatukan bibir keduanya. Queena terkejut dan mengerjap tak percaya mendapatkan ciuman dari Alfian.
Alfian mengecup lembut, dan Queena mengimbangi apa yang dilakukan Alfian. Tangan Alfian kini tengah berada di pinggang istrinya, Queena. Ia menarik Queena untuk lebih dekat padanya dan memperdalam ciuman panas mereka.
Alfian mencium Queena dengan panas namun juga lembut. Lenguhan lepas dari bibirnya kala ciuman Alfian mulai menuruni leher.
"Mandilah, зая (zaya). Aku akan membersihkan diri di kamar mandi bawah." Ucap Alfian serak dengan tatapan dipenuhi dengan gairah.
Queena menatap sayu Alfian. Nafasnya tersengal karena ciuman panas mereka. Tak dipungkiri. Keadaan Queena sendiripun sama. Jika Alfian dipenuhi dengan gairah? Pun juga dengan Queena. Ia mengangguk dan mendapati ciuman yang mendarat di keningnya dari Alfian.
"Aku tidak sabar melihatmu. зая (zaya)." Bisik Alfian sebelum pergi meninggalkan Queena yang kembali dihiasi semburat merah dikedua pipinya.
Queena menarik tengkuk Alfian dan mengecup bibir suaminya sensual dengan tatapan menggoda. "My pleasure."
Alfian menggeram. Ia tak bisa lagi menahan untuk malam ini. Dengan penuh kecewa Alfian memberi ruang Queena dari kungkungannya. Ia berjalan pergi meninggalkan istri tercintanya sekedar untuk saling membersihkan diri sebelum melakukan ritual yang sudah dua bulan ini Alfian tunda. Ayolah, Alfian sudah cukup bersabar tidak menyentuh istrinya dua bulan ini. Tentunya sebelum Queena mengetahui status pernikahan mereka. Karena bagi Queena, mereka hanya menunda ritual itu selama dua hari.
Queena menggigit bibirnya seraya menormalkan detak jantung yang kian menggila dari balik pintu kamar mandi. Ia bahkan tak habis fikir. Keberanian dari mana yang membuatnya melakukan hal menggoda seperti tadi.
Dua puluh menit Queena habiskan untuk mematut diri di depan cermin walk in closet, setelah sebelumnya tiga puluh menit ia habiskan untuk mandi. Ia tau jika sudah terlalu lama ia membuat Alfian menunggunya di ranjang mereka.
Namun ayolah, selama ia mematut diri di depan cermin seperti yang saat ini ia lakukan, membuatnya tidak percaya diri dengan gaun yang ... Begitu terbuka dan memperlihatkan semua milik Queena itu.
Sesekali ia menggigit bibir bawahnya dengan jari yang saling meremas. Ia takut jika Alfian akan kecewa saat melihatnya mengenakan gaun malam itu. Dan tentu saja perasaan gugupnya kian bertambah kala ia membayangkan apa yang akan terjadi nanti.
Queena menghela nafas panjang, ia berusaha menyemangati dirinya sendiri di depan cermin. Ia yakin jika suaminya, Alfian tengah menunggunya saat ini. Satu jam bukan waktu yang dibutuhkan seorang laki-laki hanya sekedar untuk membersihkan diri bukan?
Queena memutar handle pintu pelan. Ia tau jika tepat saat ia keluar nanti, Alfian akan tepat menatapnya. Untuk kali ini ia merutuki posisi walk in closet yang tepat berada di depan ranjang mereka itu. Dan benar saja. Tepat saat Queena menutup pintu dengan dorongan dari punggungnya. Alfian tengah menatapnya tanpa ekspresi yang tak mampu Queena artikan.
Queena bergerak tak nyaman kala ditatap oleh suaminya, Alfian. Ia menyelipkan ke telinga rambutnya yang terurai menutupi pandangannya kala ia menunduk. Ia menggigit bibirnya gugup seraya bergerak tak nyaman.
"Kau ... Memukau зая (zaya)." Bisik Alfian tepat di telinga Queena.
Queena memberanikan diri menatap suaminya, Alfian. Namun, dengan cepat Alfian menarik tengkuk Queena dan mencium bibirnya. Sesekali Alfian menggigit lembut bibir Queena dan membuat lenguhan lepas dari bibir istrinya itu.
Alfian menggendong Queena di sela ciuman mereka. Sentuhan lembut yang Alfian lakukan membuat Queena kini pasrah berada di bawah Alfian.
"May i?" Tanya Alfian parau kala pagutan mereka terlepas.
Queena menyentuh lembut pipi Alfian. "Do it. I'm yours милая (milaya)!" Jawabnya sensual.
Entah kenapa Queena tiba-tiba merasa berani seperti itu. Alfian mengecup kedua pipi istrinya yang saat ini dihiasi semburat merah yang tentu saja semakin membuat Alfian menginginkan Queena.
Seakan mendapatkan lampu hijau, Alfian kembali memagut bibir yang telah menjadi candu untuknya itu. Pagutannya semakin dalam dengan tangan yang juga tidak tinggal diam. Nalurinya seakan mengerti kemana tangannya harus bergerak dan memanjakan Queena malam ini.
Alfian menatap penuh takjub pada Queena yang saat ini terlihat polos tanpa sehelai benangpun di bawahnya.
Kedua tangan Queena menutupi wajahnya yang terasa panas di malam yang dingin itu. Namun, ditarik perlahan nan lembut oleh Alfian. Ia tersenyum melihat betapa mempesonanya istrinya itu. "Jangan sembunyikan semua yang ada padamu зая (zaya). Percayalah, kau benar-benar membuatku terpukau." Tutur Alfian lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reflection
RomanceQueena Abigail Hito. Ya, dia seorang gadis yang selalu merasa sendiri. namun, tidak lagi setelah Ia bertemu dengan sosok yang menggerakan kembali hatinya yang beku dan dipenuhi dendam. "baiklah pak Alfian. Kita lihat, seberapa kuat anda bertahan de...