Kepulanganku ke Indonesia berharap membawa Aliefa kembali ke pelukanku, namun ternyata aku salah. Ketidak beranian aku sebagai seorang lelaki justru membuatnya terlambat, semua andai yang aku sesali hanya sebatas harapan yang tak mungkin akan terjadi.
Aku sempat berfikir merebut Aliefa dari suami yang tidak mencintainya. Tapi ternyata semua itu salah adanya, mau bagaimanapun aku berusaha, kenyataannya hati Aliefa bukan lagi untukku. Aliefa benar-benar mencintai suaminya. Dan tentu saja itu membuatku menyerah.
Sekuat tenaga aku berusaha mengontrol perasaanku untuk Aliefa. Lambat laun aku mulai terbiasa dengan kehadirannya yang ku anggap sebagai adik untukku.
Ku kira kehidupanku akan tenang adanya, namun ternyata aku salah. Kembalinya aku ke Indonesia ternyata hanya takdir untuk bertemu dengannya. Dengan gadis yang tak hentinya mengganggu dan mengusik ketenanganku.
Awal pertemuanku dengannya terkesan buruk, entah kenapa disaat kesalahannya menyakiti Aliefa. Aku sudah amat sangat membencinya. Aku benar-benar tidak ingin bertemu dengannya.
Setiap hari selama hampir satu tahun Queena tak hentinya mengganggu ketenangan hidupku. Ya. Gadis itu bernama Queena Abigail Hito. Sudah kucoba beberapa hal untuk mendorongnya menjauh. Entah kenapa dia masih terus menganggu. Dia terlalu gigih untukku yang mendambakan ketenangan.
Setiap hari Queena selalu mencari celah menyapaku bahkan seluruh karyawan Megantara grup mengetahui siapa dan apa tujuan Queena selalu datang ke kantor. Dan tentu saja aku tidak terlalu perduli dengan apa kata orang, karena yang paling penting untukku saat itu adalah bagaimana memajukan perusahaan yang kurintis dari nol.
Semakin hari kehadirannya yang mengganggu itu semakin aku tunggu. Entah kenapa dia mampu menghiburku. Setiap hariku terasa berat, tapi hanya dengan melihatnya saja mampu membuatku merasa nyaman.
Awalnya aku tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini aku menunggu kedatangan Queena. Entah apa yang ia perbuat hingga aku benar-benar tak bisa jika tidak melihatnya.
Kedatangan Luna 2 hari yang lalu benar-benar seperti mimpi. Aku berbincang panjang lebar hingga tanpa disadari ternyata kami sudah mengobrol cukup lama sekali, entah kenapa aku sama sekali tidak memiliki perasaan apapun untuk Luna selain menganggapnya sahabat yang selalu mengerti kondisiku. Terdengar egois memang, tapi masalah hati tidak pernah bisa dipaksakan bukan. Dan selama ini pun, perasaanku untuk Luna hanya sebatas sahabat. Mungkin tidak dengan Luna. Dan sepenuhnya aku menyadari jika Luna memiliki perasaan yang lebih dari sahabat padaku.
Di hari kedatangan Luna, Queena berjanji akan mengantarkan makan siang untukku. Dan tentu saja aku berharap itu terjadi, karena sedari pagi pun ternyata aku menunggunya datang, hanya saja ternyata dia datang saat siang hari untuk mengantarkan makan siang sesuai janjinya.
Queena datang tepat saat Aku dan Luna hendak pergi makan siang. Aku melihat dengan jelas tatapan matanya yang terluka, tapi entah kenapa aku terlalu gengsi mengaku padanya jika kami hanya sahabat, dan sikap yang aku tunjukkan benar-benar berbeda dari apa yang ku ingin tunjukkan. Aku merutuki kebodohanku siang itu.
Sorot mata menuntut penjelasan yang dipenuhi luka menatapku siang itu, dan andai dia tau, aku pun terluka melihatnya menatapku sendu. Tapi gengsiku masih di atas awan mengalahkan segalanya, dengan teganya aku bersikap dingin yang berbanding terbaik dengan sikapku terhadap Luna. Dan Queena melihat itu semua.
Ia menyerahkan paper bag dengan tangan yang gemetar, aku tau dan aku abaikan. Aku tau sejahat itu aku selama ini, bukankah sudah jelas aku pun mencintainya, tapi kenapa aku enggan sekali mengakuinya. Kebencian yang aku simpan sejak dulu tidak pernah kubuang hingga aku sendiri yang melukainya.
Setibanya di cafe siang itu, aku sama sekali tak memesan apapun. Dan Luna menyadari itu. Aku yakin Luna tau jika aku ingin segera pergi dari cafe itu. Dan tak lama kemudian akhirnya Luna pamit pulang dan aku pun segera kembali ke kantor untuk memakan makan siangku pemberian Queena.
Aku bukan tipikal pemilih makanan, tidak ada makanan yang kunamakan favorit. Apapun itu aku makan selagi enak dan aman.
Entah kenapa aku selalu merasa sedih jika Queena menyangkut pautkan makanan yang ia berikan padaku itu selalu terikat dengan Andrean. Aku selalu ingin marah, aku kecewa, aku kesal. Akal sehatku selalu hilang jika menyangkut tentang Queena dan Andrean.
Selama ini aku selalu memikirkan apakah Queena hanya melihat Andrean di dalam diriku? Apakah aku marah karena tidak ingin kalah dari Andrean, ataukah karena hal lain.
Dua hari Queena tidak berkunjung ke kantor. Kinerjaku bebar-benar kacau. Semua yang datang ke ruangan terasa menyulut emosiku. Aku marah karena Queena tidak datang mengangguku lagi. Namun, siang hari itu aku mendengar suaranya. Aku melihat senyuman hangat yang biasanya ia berikan padaku. Semua beban terasa menjadi ringan. Ingin sekali aku berlari memeluknya, namun kewarasanku masih kujaga. Sungguh Aku rindu adanya sejak dua hari yang lalu.
Aku senang melihat Queena menyiapkan makanan untukku, dia terlihat semakin cantik dengan caranya sendiri. Dan Aku menyukainya. Entah dorongan dari mana aku memberanikan diri duduk di sebelahnya, dan aku tau Queena terkejut dengan apa yang aku lakukan. Tapi aku senang melihat semburat merah muda menghiasi pipinya.
Cake dan teh yang dibawa Queena benar-benar terasa lezat. Dan membuatku nyaman. Beban dua hari terasa menguap tak bersisa. Namun lagi-lagi aku mendengar nama Andrean yang keluar dari mulutnya. Entah kenapa aku emosi saat itu, aku kesal sekali hingga lepas kendali. Dan tepat seperti yang Rein katakan. Aku berhasil melukainya, aku berhasil menghapus tatapan hangat dan senyum tulus Queena yang hanya untukku.
Hatiku terasa remuk melihat matanya menyiratkan kecewa dan luka, lagi-lagi aku terlambat menyadari jika aku mencintainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reflection
RomanceQueena Abigail Hito. Ya, dia seorang gadis yang selalu merasa sendiri. namun, tidak lagi setelah Ia bertemu dengan sosok yang menggerakan kembali hatinya yang beku dan dipenuhi dendam. "baiklah pak Alfian. Kita lihat, seberapa kuat anda bertahan de...