resah

0 0 0
                                    

Reyhan menatap khawatir pada Queena semenjak keduanya kembali dari apartemen Luna.

"Are you okay?" Tanya Reyhan membuka suara atas keheningan yang sudah menemani mereka sepuluh menit yang lalu.

Queena yang semula menatap keluar dibalik jendela mobil Reyhan nampak sedikit terkejut dan mengangguk seraya tersenyum tipis.

"Andrean selalu mengatakan jika kau bukanlah perempuan lemah yang pantas menjadi adiknya." Tutur Reyhan seraya tersenyum dan memandang lurus ke depan.

"Awalnya aku tidak percaya." Menatap pada Queena sejenak. "Melihat begitu manjanya kau pada Andrean bahkan juga Ken. Dan menurutku kau adalah sosok yang sangat merepotkan kala itu." Tambahnya.

Queena tertawa kecil mengingat betapa dulu dia memang selalu merepotkan kedua lelaki itu.

"Tapi saat melihatmu tadi, semua prasangkaku seakan terpatahkan dan sepenuhnya mengakui semua perkataan Andrean tentangmu." Ungkap Reyhan jujur.

"Aku tidak tau seberapa banyak mas Andrean bercerita tentangku padamu."

"Banyak Q. Sangat banyak dan mungkin saja setiap waktu dia selalu menceritakan tentangmu juga Ken padaku. Dan....-" Reyhan menghela nafas pelan. "Dan kurasa saat ini aku mengerti betapa Andrean sangat menyayangi dan mengkhawatirkan kalian berdua jika dia tidak ada di dunia ini kala itu."

Queena menunduk, tatapannya kembali buram karena air mata. Mendengar betapa beratnya Reyhan mengatakan kalimat terakhirnya sesaat lalu, seakan menjelaskan betapa lelaki itu merasakan kehilangan yang sama sepertinya.

"Terkadang aku masih berharap jika semua ini hanyalah mimpi." Ucap Queena parau.

Reyhan tersenyum sendu. "Kau benar, Andrean terlalu sulit untuk menghilang dari kehidupan kita. Sebagai sahabatnya pun aku tidak percaya jika dia pergi secepat itu."

"Aku bersyukur bertemu dengan Ken kala itu. Karena aku merasakan bagaimana rasa hangatnya disayangi sebuah keluarga."

"Aku mengerti apa yang kau rasakan saat ini Q. Tapi kuharap kau tidak terlalu memikirkan hal itu. Yang kutau kau tengah hamil saat ini."

Queena mengusap air mata yang tak hentinya meleleh membasahi pipinya dan tersenyum. "Kau benar, aku yakin mas Andrean tak akan setuju jika aku terus-menerus bersedih seperti ini."

Reyhan tersenyum miris menatap wanita yang di sampingnya itu. Ia yakin jika Queena adalah orang yang paling merasakan kehilangan atas kepergian Andrean saat ini.

"Apa rencanamu setelah ini? Apa perlu ku antar sampai rumahmu?" Tanya Reyhan mencoba mengalihkan kesedihan Queena.

Berfikir sejenak, ia tak ingin segera kembali ke rumah utama Megantara. Bertemu dengan Alfian pun tak mungkin, mengingat jika pernyataan Luna tadi cukup mengganggunya. "Bisakah kau mengantarku ke kafe King?"

Alis Reyhan bertaut. Namun tak urung ia bertanya. Reyhan mencoba tetap menjaga batasannya. "Baiklah."

Melihat keterdiaman sesaat Reyhan membuat Queena tak nyaman. "Apa tidak merepotkanmu? Maksudku, tempat itu bahkan berlawanan arah dengan kantormu."

Reyhan menggeleng. "Tentu saja tidak. Dan perlu kau tau, aku bukan pria yang tidak bertanggung jawab, apalagi dengan wanita yang tengah hamil muda sepertimu. Percayalah, kau sudah seperti adik bagiku. Jadi tidak perlu sungkan." Tuturnya lugas.

"Terima kasih." Queena tersenyum dan menghela nafas lega. Setidaknya Andrean menitipkannya juga Ken pada sosok yang tepat.

Sepuluh menit waktu yang dibutuhkan Reyhan untuk mengantar Queena ke kafe yang ia sebutkan tadi.

ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang